Mongabay.co.id

Hasil Konsultasi Publik Tetap Ajukan Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim

 

Konsultasi Publik Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN) Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita) tetap mengajukan kawasan Teluk Benoa sebagai Kawasan Koservasi Maritim (KKM). Penetapan usulan itu dilakukan setelah kawasan di antara segi tiga emas pariwisata Bali itu sempat dimasukkan dalam Kawasan Pemanfaatan Umum (KPU) dalam draf RZ KSN yang masih dibahas tersebut.

Kesepakatan agar Teluk Benoa masuk sebagai KKM itu dihasilkan dalam Konsultasi Publik pada Selasa (25/2/20) di Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Perikanan (BKIPM) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Konsultasi Publik yang diadakan KKP itu menghadirkan sekitar 100 peserta dari kalangan lembaga pemerintah, warga adat, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pelaku bisnis.

baca : Teluk Benoa Ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Maritim, Tapi…

Sebelumnya, dalam draf yang diedarkan kepada peserta konsultasi, Teluk Benoa masuk dalam G4 sebagaimana disebut dalam Pasal 33 Ayat (2) Poin b. Merujuk pada Pasal 29 ayat (2) Poin d, G4 berarti arahan alokasi ruang untuk KPU. Selain KPU, arahan lokasi lain adalah KKM.

Selain Teluk Benoa, KPU lain sebagaimana disebut dalam Pasal 33 Ayat (2) adalah Kawasan Suci Pura Uluwatu, Pura Gunung Payung, dan Pura Sakenan. Pada umumnya, tempat ini selain sebagai tempat sembahyang bagi umat Hindu Bali juga menjadi lokasi pariwisata.

Masuknya Teluk Benoa dalam G4 itu pun mendapat protes dari aktivis lingkungan, terutama Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi Teluk Benoa (ForBALI). Koordinator ForBALI I Wayan Suardana, yang akrab dipanggil Gendo, langsung memprotes dalam sesi diskusi. Menurut Gendo, dalam draf sebelumnya, kawasan Teluk Benoa masuk dalam kawasan G5 atau kawasan konservasi. Namun, dalam draf yang beredar selama Konsultasi Publik Selasa (25/2) lalu, dia sudah dicoret dan masuk G4.

“Draf yang sekarang ini sangat buruk. Berbeda dengan draf sebelumnya yang dengan tegas telah menempatkan kawasan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasiTerus terang saya sangat marah karena perjuangan kami selama ini seperti diabaikan begitu saja,” teriak Gendo dalam nada tinggi.

baca juga : Menanti Ketegasan Pemerintah Setop Reklamasi Teluk Benoa

 

Koordinator ForBALI Wayan Suardana ketika menyampaikan protes dihapusnya status Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi dalam acara Konsultasi Publik Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional (RZ KSN) Kawasan Sarbagita di Badung, Bali, Selasa (25/2/20). Foto : Anton-Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Gendo melanjutkan jika Teluk Benoa masuk dalam kawasan G4, artinya rencana reklamasi Teluk Benoa akan tetap dilanjutkan meskipun sebelumnya sudah ada Keputusan Menteri KKP yang menetapkan Teluk Benoa sebagai KKM. Hal itu karena secara hierarki hukum, Surat Keputusan Menteri KKP memiliki posisi lebih rendah dibandingkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang RZ KSN Kawasan Sarbagita.

“Memang benar KKM itu terbentuk karena ditetapkan oleh keputusan menteri, tetapi secara hierarki dia akan kalah dengan Perpres apabila perpres ini jadi dan disahkan. Teluk Benoa sebagai KKM ada di Zona Penyangga, sehingga yang dilindungi hanya kawasan suci yang radiusnya hanya 50 meter dan ada 15 titik. Selebihnya, Teluk Benoa bisa diurug atau direklamasi. Kan begitu logikanya?” tuding Gendo.

Sebelumnya, pada Oktober 2019 lalu, Menteri KKP saat itu, Susi Pudjiastuti telah mengubah status Teluk Benoa sebagai Kawasan Konservasi Maritim. SK Menteri KKP No.46/2019 itu menyatakan perairan Teluk Benoa akan dikelola sebagai Daerah Perlindungan Budaya Maritim.

baca juga : Reklamasi Teluk Benoa: Susi Bertahan, Bali Melawan

 

Perubahan Posisi

Menanggapi protes ForBALI, Direktur Direktorat Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto pun segera mengubah lagi draf yang sedang dibahas. Teluk Benoa kembali dimasukkan dalam G5 atau Kawasan Konservasi, bukan lagi G4 atau Kawasan Pemanfaatan Umum.

Adapun Moh. Hosni Mubarak, Kepala Bagian Perundang-undangan Biro Hukum dan Organisasi Setjen KKP, mengatakan, pasal perihal Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi itu tidak pernah hilang atau dihilangkan. “Bukan hilang, tetapi dipindah. Bahasa hukumnya direposisi. Pasalnya disesuaikan,” katanya setelah konsultasi.

Menurut Mubarak, Rancangan Perpres RZ KSN Sarbagita sudah dibahas sejak 2017 sementara penetapan status kawasan Teluk Benoa sebagai KKM oleh Menteri KKP Susi Pudjiastuti baru terjadi akhir tahun lalu. “Ini kan prosesnya panjang. Pembahasan sudah sejak 2017 sedangkan penetapan sebagai KKM baru akhir 2019. Jadi ini hanya direposisi,” lanjutnya.

Mubarak menegaskan bahwa status Teluk Benoa tetap sebagai kawasan konservasi. “Tidak ada perubahan. Sudah fixed,” tegasnya.

Perihal perubahan posisi pasal tentang Teluk Benoa, kata Mubarak, karena saat ini sifatnya hanya arahan sementara pihak yang punya wewenang adalah Pemerintah Provinsi Bali. “Dia masuk G5, tetapi sifatnya cuma arahan di Perpres ini karena penetapannya di Pemprov Bali,” ujarnya.

Semua masukan dalam konsultasi publik, lanjut Mubarak, selanjutnya akan menjadi masukan bagi penyempurnaan Perpres RZ KSN Sarbagita. Tahap selanjutnya adalah harmonisasi perundangan-undangan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dari situ kemudian draf akan dikembalikan ke KKP sebagai pemrakarsa. Kalau sudah selesai, baru diajukan ke Presiden untuk ditandatangani. “Target kami selesai tahun ini,” tuturnya.

perlu dibaca : Aksi ForBALI di Tengah Hujan, Mendesak Perpres Kawasan Konservasi Maritim

 

Reklamasi di Teluk Benoa, Bali, oleh Pelindo untuk memperluas pelabuhan dilakukan ketika belum ada aturan jelas perihal zonasi di kawasan ini. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Perlu Penyelarasan

RZ KSN Perkotaan Sarbagita sendiri termasuk salah satu dari 14 RZ KSN yang saat ini sedang digodok oleh KKP. Menurut Suharyanto, 14 RZ KSN tersebut sudah dibahas sejak tahun 2015. Di antaranya adalah RZ KSN di Taman Nasional Komodo; Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, dan Lamongan (Gerbangkertosusila); dan Selat Sunda. “Statusnya sangat variatif. Ada yang sudah masuk ke Kementerian Hukum dan HAM. Ada yang baru mau masuk. Ada yang sudah di Setneg,” kata Suharyanto.

Menurut Suharyanto, RZ KSN itu bertujuan untuk menyelaraskan rencana struktur dan rencana pola ruang dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZ WP3K). Selain itu, fungsi lain RZWP3K adalah untuk memaduserasikan kepentingan antarsektor dan antarwilayah di perairan stragegis nasional, termasuk untuk mengatur investasi.

“Mudah-mudahan RZ KSN ini bisa mendorong kegiatan kita untuk melakukan konservasi fisik dan mengarahkan investasi. Karena kalau tidak diarahkan, investasi bisa berbahaya. Bisa di mana-mana,” katanya. Oleh karena itu, menurut Suharyanto, RZ KSN Sarbagita juga harus selaras dengan RZWP3K Bali yang saat ini sedang dibahas juga.

Draf RZ KSN Sarbagita sendiri terdiri dari 11 bab dan 73 pasal. Dalam draf yang dibahas saat ini, rencana zonasi KSN Sarbagita terdiri dari dua rencana utama yaitu Rencana Struktur Ruang dan Rencana Pola Ruang. Rencana Struktur Ruang, antara lain, termasuk penentuan sentra perikanan di Sarbagita dan pelabuhan perikanan. Adapun Rencana Pola Ruang meliputi pengaturan zona, seperti zona pariwisata, zona pelabuhan, dan zona bandar udara.

Di antara sekian isu, penetapan status Teluk Benoa merupakan salah satu topik paling mendapat sorotan. Hal itu karena terkait dengan rencana reklamasi Teluk Benoa. Berbagai kelompok di Bali sudah menolak rencana reklamasi yang akan dilakukan di teluk di antara segitiga emas Sanur, Kuta, dan Nusa Dua itu sejak sekitar 2013. Penolakan sendiri masih terus berlangsung hingga saat ini.

baca juga : Aktivis Khawatirkan Hilangnya Kawasan Konservasi Pesisir Bali

 

Dua nelayan nampak menjaring ikan di perairan dangkal dan berlumpur dengan latar belakang pengurugan laut oleh Pelindo III Cabang Benoa. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version