Mongabay.co.id

Kekeringan dan Terserang Hama Ulat Grayak Ancam Produksi Jagung di Sikka. Apa Solusinya?

 

Nikomia Nia perempuan paruh baya pagi itu hanya tepekur memandang hamparan lahan jagung miliknya. Petani jagung di desa Watugong kecamatan Alok Timur kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ini terlihat tidak bergairah.

“Tanaman jagung saya hampir semuanya rusak terserang ulat. Tahun ini kami mengalami gagal panen,” sebut Nia saat ditemui Mongabay Indonesia, Senin (17/2/2020).

Sebagai petani jagung, Nia dan warga desa Watugong lainnya kerap menggarap lahan yang berada persis berbatasan dengan pagar bandara Frans Seda, Kota Maumere.

Tanaman jagung yang ditanam sejak akhir Desember yang seharusnya sudah mulai berbulir, sebagian besar rusak terserang ulat Grayak. Ditambah hujan dengan intensitas tinggi turun hanya beberapa hari saja.

“Hujan turun sehari lalu panas hingga seminggu bahkan dua minggu baru hujan lagi. Itupun tidak lebat sehingga jagung banyak yang layu dan tidak maksimal tumbuhnya,” tuturnya.

baca : Hama Ulat Grayak Serang Ribuan Hektar Lahan Pertanian di Flores. Apa Solusinya?

 

Hamparan tanaman jagung di Desa Watugong, Kecamatan Alok Timur, kabupaten Sikka, NTT, yang berada di samping landasan pacu bandara Frans Seda, Kota Maumere sebagian besar mengalami puso akibat serangan hama ulat Grayak dan kekeringan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Nia pantas bersedih. Pasalnya, ada 150 hektar dari total 338 hektar lahan jagung di desa Watugong yang terserang hama dan terancam puso. Di Kecamatan Alok Timur data sampai akhir Januari 2020 ada 8 dari 10 desa/kelurahan dengan luas 527 hektare dari total 908 hektare yang terserang ulat Grayak dan alami kekeringan.

Sampai Jumat (21/2/2020), luas lahan yang alami kerusakan ringan tersisa 78 hektare sementara sisanya 464 hektare mengalami puso. Tersisa 366 hektare saja yang tidak terkena dampak.

 Sedangkan lahan jagung di kecamatan Kangae nasibnya lebih mengenaskan. Sebagai sentra produksi jagung di kabupaten Sikka dengan produksi sekitar 5 ribu ton per tahun, dipastikan produksinya turun drastis.

Sampai Jumat (21/2/2020), hanya 259,5 hektare dari 1.900 hektare luas lahan jagung yang tidak terserang hama dan kekeringan. Sisanya, 1.640,5 hektare mengalami puso.

“Jagung hibrida dan lokal yang saya tanam akhir bulan Desember 2019 dan awal Januari 2020 semunya gagal panen,” kata Florida Nona, petani jagung desa Habi kecamatan Kangae, saat ditemui Jumat (21/2/2020). Florida juga enggan untuk berganti menanam kacang hijau karena cuaca yang tidak menentu.

Lahan jagung di desa Watuliwung yang pernah dikunjungi bupati Sikka awal Januari 2020 kondisinya sangat mengenaskan. Pohon jagung mulai rebah ke tanah akibat layu.

Desa Habi dan Langir kondisinya terparah. Praktis hampir tidak ada yang bisa dipanen.Petani yang biasanya mudah ditemui di kebun jagung tidak terlihat lagi.

“Mungkin petani sudah malas ke kebun jagungnya.Harusnya pertengahan Februari sudah mulai tanam kacang hijau tapi bagaimana mau tanam, hujan saja tak kunjung turun meski awan terlihat mendung,” tutur Yanto petani desa Habi lainnya.

baca juga : Meski Mengandung Racun, Ubi Magar Jadi Pangan Alternatif di Sikka

 

Florida Nona petani jagung di Desa Habi, Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, NTT di lahan jagungnya yang mengalami puso akibat serangan hama ulat Grayak dan kekeringan Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Holtikultura Dinas Pertanian Kabupaten Sikka Kristianus Amstrong kepada Mongabay Indonesia, Senin (23/2/2020) menyebutkan, sampai Jumat (21/02/2020) ada 2.066 Ha dari total luas 14.694 Ha tanaman jagung yang terserang hama yang tersebar di 133 desa/kelurahan dari 160 desa/kelurahan 21 kecamatan.

“Yang mengalami rusak ringan seluas 1.028 Ha dan yang mengalami puso sebanyak 3.245,5 Ha. Sebanyak 8.086 kepala keluarga terkena dampak Luas tanaman jagung yang tidak terkena dampak serangan hama ulat Grayak dan kekeringan mencapai 10.420,5 Ha.,” jelas Amstrong.

Jika dilihat, sebanyak 29% lahan jagung mengakami puso dan mengalami kerusakan ringan. Sehingga dipastikan produksi jagung dimusim tanam 2019/2020 turun mendekati 50 %.

  

Hambat Produksi

Kepala Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Nusa Nipa (Unipa) Maumere Yoseph Yacob Da Rato, menyebutkan secara fisiologis pertumbuhan jagung terganggu karena kekeringan.

Serangan hama dan kekeringan pada fase pertumbuhan  vegetatif dan generatif bakal menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman jagung. “Saya belum bisa menjelaskan secara ilmiah karena kita belum bisa memastikan. Harus melalui penelitian,” jelasnya.

Pengerek batang  yang merupakan hama utama tanaman jagung yang menjadi momok petani, sebut Yoseph, mampu merusak dan menghilangkan potensi hasil.

Penggerek batang, dapat menyerang pada semua fase pertumbuhan tanaman jagung, lantaran yang diserang adalah hampir semua bagian tanaman. “Gejala serangannya bisa dilihat di bagian daun, batang, bunga, dan juga tongkol,” tuturnya.

“Akibat gerekan tersebut batang dan bunga jantan menjadi mudah patah, adanya tumpukan bunga jantan yang rusak dan rusaknya tongkol jagung,” paparnya.

 “Petani kita terbiasa menanam varietas yang berumur panjang. Hanya kita belum melakukan penelitian apa penyebabnya,” sebut Yoyo kepada Mongabay Indonesia, Minggu (23/2/2020).

menarik dibaca : Boro Tinggalkan Kemapanan di Belanda, Garap Sorgum di Pulau Adonara, Apa yang Dicarinya?

 

Hamparan lahan jagung di desa Habi kecamatan Kangae kabupaten Sikka provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang semuanya terserang hama Ulat Grayak.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Penanaman Serempak

Puso tanaman jagung bakal menimbulkan rawan pangan. Untuk mengantisipasinya, Dinas Pertanian kabupaten Sikka, kata Amstrong sudah mengajukan surat ke BPBD Sikka dan Dinas sosial agar bisa membantu para petani yang terserang hama ulat Grayak dan kekeringan. Para petani akan dibagikan beras rawan pangan.

Sedangkan Bupati Sikka Fransiskus Roberto Diogo menyebutkan, selain bantuan beras, para petani yang alami gagal panen akan diberikan pekerjaan padat karya dari dana desa atau pemerintah kabupaten.

Ke depannya, Pemkab Sikka perlu mengantisipasi perubahan cuaca yang tidak menentu dan gagal panen. Salah satu antisipasinya, Carolus Winfridus Keupung, direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) menyarankan dilakukan penggiliran tanaman (crop rotation) dan penanaman serempak.

Penggiliran tanaman, lanjut Wim sapaannya, sebaiknya dengan menanam kacang hijau atau kacang tanah atau tumpangsari dengan tanaman lain. Namun diupayakan agar penanaman serempak atau beda beberapa hari saja.

“Tapi perlu juga memperhatikan curah hujan. Petani di Sikka biasanya tanam kacang hijau paling lama di pertengahan Februari saat jagung mulai berbunga. Bisa juga dibalik penanamannya,” ungkapnya, Rabu (26/2/2020).

Sebenarnya petani sudah paham penggiliran tanam sebab hampir semua petani di Sikka menerapkan pola tumpangsari jagung dan kacang hijau. Akar kacang hijau memiliki kemampuan untuk memfiksasi unsur nitrogen dan menjadi tempat hidup bakteri rizobium.

“Jagung merupakan tanaman yang sangat membutuhkan nitrogen agar bertumbuh subur. Jadi sangat cocok ditanam bersama jagung,” sebutnya.

Tapi semua itu, kembali kepada prediksi curah hujan dan kekeringan. Serangan hama ulat Grayak dan kekeringan tahun 2020 bisa jadi kajian untuk penanaman di tahun depan.

 

Exit mobile version