Mongabay.co.id

Seorang Anggota TNI Tewas Diserang Gajah Liar di Sumatera Selatan, Peneliti: Pahami Karakter Gajah

Gajah sumatera yang tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat. Gajah dianggap satwa perusak tanaman, padahal manusia yang merusak jalur jelajah gajah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Seorang anggota TNI tewas setelah berkonflik dengan satu individu gajah liar yang terpisah dari kawanannya di Dusun Belanti, Desa Banyubiru, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir [OKI], Sumatera Selatan [Sumsel]. Mengapa berkonflik?

“Berdasarkan keterangan yang saya dapatkan dari kepala desa yang berada di lokasi kejadian, korban diserang setelah ingin mengambil foto gajah yang keluar dari kawanannya,” kata Jumiran, Kepala Resort Konservasi Wilayah XV Pusat Latihan Gajah [PLG] Padang Sugihan, kepada Mongabay Indonesia, Rabu [04/3/2020].

Korban yang tewas terinjak gajah tersebut adalah Sertu Iskandar, yang bertugas sebagai Bintara Pembina Desa [Babinsa].

“Kemungkinan gajah jantan yang masuk permukiman tersebut tengah birahi. Sebab sekarang memang musim kawin. Gajah yang birahi memang ganas. Satu-satunya cara ya menghindar,” katanya.

Baca: Gajah di Pesisir Timur Sumsel Tetap Berkembang Meski Habitatnya Terancam

 

Gajah sumatera yang tidak lagi mendapat tempat di hati masyarakat. Gajah dianggap satwa perusak tanaman, padahal manusia yang merusak jalur jelajah gajah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Rabu [04/3/2020] pagi sekitar pukul 08.00 WIB, warga Dusun Belanti, melaporkan adanya satu individu gajah liar masuk permukiman, tak jauh perkebunan akasia [HTI] milik sebuah perusahaan.

Berdasarkan laporan tersebut, dua anggota Babinsa yang bertugas di Kecamatan Air Sugihan, Sertu Iskandar dan Serma Sugiarto datang ke lokasi untuk membantu warga. Sebab, sudah terjadi konflik kawanan gajah tersebut dengan warga yang coba mengusirnya, yang menyebabkan dua warga mengalami luka di kepala.

“Ketika anggota kita [Iskandar dan Sugiarto] membantu warga, tiba-tiba seekor gajah datang dan mengejar. Sertu Iskandar terjatuh, terinjak dan tewas,” kata Letkol Czi Zamroni, Komandam Kodim 0402 OKI, seperti dikutip Kompas.com.

Tak lama kemudian, tim dari BKSDA yang dipimpin Jumiran tiba di lokasi. “Alhamdulillah, gajah yang menyerang itu kini kembali ke kawananan yang berada di kebun akasia,” kata Jumiran. “Tapi kami tetap di lokasi, hingga dipastikan kawanan gajah tersebut pergi jauh,” jelasnya.

Baca: Kawanan Gajah Datangi Lokasi Penjarahan Benda Sriwijaya. Mengapa?

 

Azis, anak gajah yang lahir di PLG Padang Sugihan, Banyuasin, Sumsel, dalam lima tahun terakhir. Foto: Yusuf Bahtimi

 

Kantong gajah sumatera

Air Sugihan di Kabupaten OKI, merupakan rumah gajah liar terbesar di Sumatera Selatan. Saat ini diperkirakan, sekitar 152 individu gajah hidup di beberapa kantong. Misalnya di Cengal [27 individu], Penyambungan [40 individu], Sebokor [11 individu], Jalur 23 [39 Individu], dan Lebong Hitam [31 individu].

“Desa Banyubiru merupakan koridor atau jalur lintasan gajah,” kata Jumiran.

Sejarah gajah di Air Sugihan cukup tragis. Kawanan gajah yang kemungkinan besar merupakan keturunan gajah yang menjadi tenaga pengakut di era Kedatuan Sriwijaya di pesisir timur ini, pada awal 1980-an pernah “digiring” ke Lampung. Hal ini dilakukan guna menghindari konflik dengan para transmigran yang baru bermukim di Air Sugihan dari Pulau Jawa.

Namun, dalam perjalanan waktu gajah-gajah tersebut tetap kembali ke berbagai kantongnya di Air Sugihan. Gajah di wilayah pesisir timur, khususnya di Kabupaten OKI, tidak pernah berkonflik dengan masyarakat lokal. Sebab, masyarakat lokal sangat menghormatinya. Sampai saat ini, tidak pernah ditemukan kasus pembunuhan terhadap gajah untuk mendapatkan gadingnya, seperti yang sering terjadi di Aceh, Sumatera Utara, maupun Lampung.

“Gajah Air Sugihan sudah tersebar, mulai Lampung, Jambi, Sumatera Utara, hingga ke Pulau Jawa. Gajah di kebun binatang di Jawa umumnya berasal dari sini,” kata Jumiran.

Meskipun terjadi perubahan bentang alam di wilayah Air Sugihan, dari hutan rimba menjadi perkebunan, HTI, dan pertanian, ternyata kawanan gajah liar mampu beradaptasi, sehingga populasinya terus bertambah.

Terkait kondisi ini, sebuah perusahaan HTI yang beroperasi di Air Sugihan, saat ini tengah berencana membangun koridor gajah yang selama ini hidup di wilayah konsensinya.

Baca juga: Melacak Gajah di Sumatera Selatan, Seperti Apa Kondisinya?

 

Palice, anak gajah sumatera yang hidup di SM Padang Sugihan Sebokor. Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Memahami gajah

Agar manusia tidak berkonflik dengan gajah, manusia harus memahami gajah. “Baik kantong dan koridornya, karakter atau perilakunya, atau berbagai pantangan [kearifan lokal] yang menyebabkan mereka terganggu,” kata Yusuf Bahtimi, peneliti dari CIFOR, yang beberapa waktu lalu membuat film dokumenter mengenai gajah sumatera di Air Sugihan.

“Misalnya, jika diketahui atau didapatkan informasi satu wilayah pernah didiami atau dilintasi kawanan gajah, ya jangan dibuat kebun atau permukiman. Sebab, dapat dipastikan kawanan gajah itu akan kembali ke wilayah tersebut. Akibatnya, kebun atau rumah yang sudah terbangun akan dirusaknya,” kata Yusuf.

Di sisi lain, juga harus tahu karakter gajah, sehingga ketika berhadapan dengan mereka dapat terhindar konflik. “Misalnya paham gajah birahi, atau gajah yang tengah memiliki anak kecil. Dalam kondisi ini, gajah sangat sensitif dengan makhluk apa pun, termasuk manusia,” katanya.

“Termasuk paham bagaimana menghalau gajah,” tambahnya.

“Harus dipahami, gajah lebih dahulu menetap di suatu wilayah atau hutan dibandingkan manusia. Sehingga, manusia harus memahami mereka agar dapat hidup harmonis,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version