Mongabay.co.id

COVID-19 Mewabah, Herbal Naik Daun

Suasana Pasar Beringharjo Yogyakarta di los jamu lebih ramai dari biasa. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

Dua mahasiswi tampak memperagakan penggunaan pembersih tangan berbahan dasar daun sirih di Laboratorium Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM). Tinggal menekan katup penyemprot, kabut dari cairan hand sanitizer itupun membasahi telapak tangan. Cukup praktis.

“Hanya disemprot, dan clean. Tidak ada interaksi, dan botol selalu tertutup,” kata Ronny Martien.

Ronny adalah dosen UGM penemu hand sanitizer berbahan alam itu. Nama produknya, piperantis spray nanopolimer infusa daun sirih. Dia berharap, produk ini bisa jadi komplemen, bukan mensubstitusi di antara produk sejenis. Jadi, masyarakat punya banyak pilihan.

Baca juga: Pandemi COVID-19, Peringatan untuk Manusia Hidup Berdampingan dengan Satwa Liar

Doktor yang menekuni penelitian bidang teknologi nano untuk diterapkan dalam berbagai bidang itu, pada Januari 2019 juga memperkenalkan limbah cangkang kepiting dan udang sebagai bahan antihama pertanian dan pengawet makanan.

Lantas apa yang membedakan hand sanitezer sirih dengan produk lain di pasar? “Dari partikelnya,” katanya, kepada Mongabay Kamis, (12/2/20).

Sirih, katanya, dikombinasikan dengan nano partikel dari chitosan. “Efek melindungi dan mengantarkan lebih bagus. Efek membunuh bakteri juga lebih bagus.”

 

Ronny Martien, dosen Universitas Gadjah Mada, penemu hand sanitizer berbahan alam. Nama produknya, piperantis spray nanopolimer infusa daun sirih. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Tradisional dan modern  

Menurut Ronny, daun sirih jadi bahan untuk produk temuannya karena herbal ini sudah dipakai lama oleh nenek moyang sebagai disinfektan. “Kita banyak untuk keperluan sehari-hari, misal, obat mata, sakit gigi. Ibu-ibu juga memakai untuk pembersih organ kewanitaan. Sirih adalah antibiotik yang sudah terbukti secara budaya, tapi belum kita manfaatkan maksimal.”

Baca juga: Cegah Virus Corona, Jaga Kebersihan, LIPI Berbagi Resep Bikin Sanitizer

Ronny ingin daun sirih naik kelas. Tak sekadar direbus atau dilumatkan juga dicampur bahan lain, memakai teknologi nano, hingga kemanfaatan lebih besar.

“Kalau sudah digunakan lama berarti tingkat keamanan bagus. Penggunaan di masyarakat juga sudah banyak sekali. Kita hanya mengoptimalkan dengan teknologi nanopartikel. Hingga efektivitas untuk membunuh bakteri lebih bagus dibanding tanpa nano partikel.”

Dia berharap, temuan itu jadi pilihan bagi masyarakat akan produk hand sanitizer. Ada konsumen suka model tradisional atau modern. Bahan alam atau sintetis. Juga ada yang nyaman dengan alkohol atau sebaliknya. Cara penggunaan cukup disemprotan dianggap lebih ramah pengguna.

“Ini sesuatu lebih mudah digunakan, efektif, bermanfaat. Terlebih sekarang sedang ada isu virus corona hingga orang mengambil semua hand sanitizer. Apotek banyak yang kehabisan. Momennya pas.”

Secara ilmiah sirih dikenal antibakteri. Ronny bilang, tanaman merambat ini mengandung flavanoid, antibakteri. “Produk kita juga sudah diujicoba pada dua macam bakteri. Bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.”

Bakteri yang masuk klasifikasi gram positif, misal, Staphylococcus aureus, bakteri patogen yang umum pada manusia. Bakteri gram negatif antara lain Escherichia coli.

Baca juga: Wabah Corona: Hindari Kontak Langsung dengan Satwa Liar

Formula produknya memiliki ukuran partikel 246,9 nanometer dengan tingkat efisiensi penyerapan 23,36%. Saat disinggung corona sendiri adalah virus. Ronny bilang, membunuh virus memang tak gampang.

“Pakai antiseptic pun tidak 100% mati. Kalau kita mau bikin vaksin virus itu harus dimatikan dengan sesuatu yang sangat toksik. Kalau diaplikasikan ke manusia tentu akan gagal.”

Terkait virus corona merebak, dia berharap, temuan ini bisa membantu masyarakat lebih peduli kebersihan.“Ini membantu orang aware dengan kesehatan atau kebersihan. Kebersihan di kita ini masih menjadi nomor dua, dianggap tidak terlalu penting. Virus sendiri biasa dilawan dengan vaksinasi.”

 

Purwoto melayana pembeli, yang banyak pesan empon-empon corona. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Teknologi nano

Dalam pengertian sederhana, teknologi nano adalah ilmu dan rekayasa menciptakan material skala nanometer. Kalau dikonversi ke dalam meter, satu nanometer sama dengan sepermilyar meter. Material berukuran nanometer berpotensi memiliki sifat kimia dan fisika lebih baik dari material berukuran besar.

Penerapannya dalam bidang pertanian, seperti untuk pertanian presisi (precision farming). Pupuk, obat pertanian diberikan tepat sesuai kebutuhan hingga menghasilkan efisiensi produksi tinggi. Dengan begitu, kuantitas dan kualitas produk pertanian bisa maksimal.

Dalam bidang farmasi, teknologi nano bisa meningkatkan bioavailabilitas hingga mudah terserap tubuh. Takaran obat lebih efisien hingga dosis bisa ditekan untuk mengurangi efek samping.

Dalam penelitian sebelumnya, Ronny memanfaatkan limbah cangkang kepiting untuk pembasmi hama pertanian. Kali ini untuk campuran larutan antibakteri.

“Ada proses daun sirih dilarutkan. Kemudian kita kombinasikan dengan polimer chitosan. Itu produk dari cangkang kulit kepiting. Itu waste produk, yang kemudian kita combine bersama-sama menjadi senyawa nanopartikel.”

Dia menjamin, produk ini aman. Berbahan dasar herbal dan gunakan pelarut air hingga bebas alkohol serta alami. Dari pengalaman, ada orang merasa kalau memakai alkohol kulit tangan lebih kering. Selain itu, alkohol dianggap meningkatkan resistensi bakteri.

“Senyawa ini mempunyai efek mematikan mikroba. Kalau dia kita pakai, kena kulit lalu kita diamkan dia akan memproteksi lapisan kulit kita. Karena ukuran nano, sangat kecil sekali, dia bisa masuk ke dalam dinding bakteri. Dia juga bisa lebih memproteksi karena lebih awet atau tahan lama.”

Penelitiannya menjadi langkah awal memasyarakatkan herbal, obat berbahan alami. Dari hasil laboratorium, Ronny yakin temuan ini cukup efektif membunuh bakteri dibandingkan infuser daun sirih tanpa dibikin nanopartikel.

“Kenaikan efektivitas dari bukan nano ke nano hampir 100%. Karena kalau tidak dibikin nano penetrasi ke dalam bakteri kurang efektif.”

Produk hand sanitizer itu berangkat dari penelitian dia bersama mahasiswa bimbingannya sejak setahun lalu. Mereka mencari cairan untuk antibakteri. Beberapa bahan lain yang diteliti adalah sereh wangi, kunyit, jahe.

“Ketika hand sanitizer langka, sebenarnya ada banyak yang bisa digunakan. Daun sereh, kunyit, jahe. Jadi kita tidak perlu panik. Rush di masyarakat tidak perlu, karena bisa menganti dengan empon-empon.”

Kebiasaan di masyarakat Jawa, mereka yang ingin memanfaatkan khasiat daun sirih sebagai disinfektan dengan cukup mudah. Petik daun sirih beberapa lembar, biasa dalam angka ganjil, misal, 3, 5, 7, atau 9 daun dan rebus dengan air dua gelas sampai mendidih.

“Jadi, daun sirih itu secara story bagus sekali. Sentuhan teknologi belum ada. Ini perpaduan antara story nenek moyang dengan teknologi sekarang.”

 

Jahe merah, yang jadi buruan setelah corona mewaah. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Jamu Corona laris

Sanitiser dari bahan alami jadi salah satu pilihan disinfektan di masa wabah corona ini. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh, warga pun banyak mengkonsumsi jamu-jamuan herbal. Tak pelak, antara lain, kunyit, temulawak, dan jahe merah, laris di pasaran bahkan mulai sulit ditemukan di berbagai daerah, termasuk Yogyakarta dan Jakarta. Di Jakarta, satu kg jahe merah dari Rp40.000, naik jadi Rp80.000-100.000. Ada yang bikin ramuan sendiri, ada yang beli bahan racikan.

Di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, Purwoto tampak sibuk melayani pembeli yang memburu jamu racikannya. Warga Imogiri itu cermat membaca peluang. Saat masyarakat perlu perlindungan diri dari serangan penyakit virus Corona, dia pun menjual jamu yang dipercaya bisa meningkatkan daya tahan tubuh. Hasilnya, pedagang jamu di pasar tradisional Yogyakarta itu kebanjiran pesanan.

Dia menyisipkan tulisan “Empon-empon Corona” dalam bungkusan yang dipajang di depan kiosnya. Dibungkus dalam kemasan plastik ukuran sedang “Empon-empon Corona” itu bersanding dengan “Jamu Kanker,” “Jamu Diabetes,” dan “Jamu Bersalin”.

“Mengikuti anjuran Presiden Jokowi (Joko Widodo-red), minumlah jamu supaya daya tahan tubuh meningkat,” katanya, Jumat, (13/3/20).

Sambil menjaga kios, senyum Purwoto mengembang saat ditanya berapa omzet Jamu Corona ini. Sejak isu virus Corona merebak, dia mulai menjual empon-empon untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

Alhamdulillah, banyak yang pesan. Peningkatan bisa dua sampai tiga kali lipatnya. Kalau biasa 20, sekarang bisa 50 sampai 100 bungkus. Pemesanan itu ada yang telpon, ada yang minta dikirim. Ada yang datang ke sini, melihat-lihat dulu, lalu pesan.”

Dia mengemas jamu Corona dalam seberat dua ons. Cara pakai, jamu itu cukup masukkan air 1,5 liter, direbus sampai mendidih.

“Setelah masak, bisa diminum dalam keadaan hangat atau dingin. Diminum pagi dan sore. Setengah gelas atau satu gelas. Ini tidak pahit, segar. Kalau suka manis bisa ditambah madu, gula aren, gula batu, atau gula pasir.”

Ramuan itu bisa diseduh beberapa kali, katanya. Kalau masih pekat, tinggal ditambah air lalu dipanasi lagi. “Bisa sampai tawar, sampai tidak ada rasa jamunya. Baru dibuang, lalu beli lagi,” katanya.

Dia meracik sendiri bahan-bahan itu. Kini, dia lumayan kesulitan mendapatkan bahan jamu ini. “Kalau bahan, kemarin kita ada semua. Setelah banyak yang pesan bahan langka. Harga meningkat. Jahe, temu lawak, kunir, jahe, semua. Jahe dari Rp35.000, sekarang Rp50.000 per kilogram.”

Bahan-bahan jamu itu didatangkan dari seputaran Kota Jogja, Bantul, Kulonprogo, Wonosari, dan sebagian kota di Jawa Tengah seperti Purworejo, Wonosobo.

Selain jamu Corona, Purwoto juga menyediakan racikan untuk sakit kanker, ginjal, diabetes. Semua dia racik sendiri. “Bumbu untuk masak juga ada. Untuk serbukan, ada juga jamu godok. Rata-rata saya jual Rp10.000. Ini juga Rp10.000,” katanya, sambil menunjuk kemasan jamu corona.

 

Keterangan foto utama:  Suasana Pasar Beringharjo Yogyakarta di los jamu lebih ramai dari biasa. Foto: Nuswantoro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version