Mongabay.co.id

Pengembangan Logistik Induk dan Benih Nasional untuk Perikanan Budi daya

 

Pemerintah Indonesia terus bekerja keras untuk menggenjot sub sektor perikanan budi daya sebagai salah satu sub sektor unggulan pada sektor kelautan dan perikanan. Upaya yang dilakukan itu, di antaranya dengan membangun pusat pengembangan induk ikan unggul nasional atau national broodstock center di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan.

Keberadaan national broodstock center itu, diharapkan bisa menjadi penyangga stok untuk memenuhi kebutuhan induk ikan unggul dan benih bermutu di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Selain itu, kehadiran pusat pengembangan tersebut diharapkan juga bisa memenuhi kebutuhan untuk skala nasional.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP) Slamet Soebjakto menjelaskan, kehadiran broodstock center menjadi bagian penting dan strategis dalam pengembangan logistik induk dan benih nasional. Diyakini, akan muncul multiplier effect setelah broodstock center beroperasi.

“Kami akan fokus kembangkan komoditas unggulan ikan air tawar dan kami dorong untuk menyuplai kebutuhan, khususnya di wilayah Sumatera dan Kalimantan,” ujar dia di Jakarta belum lama ini.

baca : Teknologi Ini Percepat Produksi Benih Ikan Berkelanjutan

 

Dirjen JPB KKP Slamet Soebjakto (kanan) Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPB KKP), Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan dan Bupati Musi Rawas (belakang) saat meninjau pusat pengembangan induk ikan unggul nasional di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Foto : KKP/Mongabay Indonesia

 

Slamet menyakini, kehadiran broodstock center di Musi Rawas juga akan memicu berkembangnya unit-unit pembenihan rakyat, dan aktivitas budi daya di berbagai daerah. Terlebih, karena Musi Rawas sejak lama dikenal sebagai salah satu sentra budi daya ikan air tawar, sehingga itu semakin memudahkan upaya pengembangan yang dilakukan Pemerintah.

Faktor sentra budi daya ikan air tawar juga yang menjadikan itu sebagai pertimbangan utama bagi Pemerintah dalam memilih dan memutuskan Musi Rawas sebagai broodstock center. Di samping, dukungan dan komitmen yang tinggi dari Pemerintah Kabupaten Musi Rawas untuk memajukan perikanan budi daya di sana.

Slamet mengungkapkan, keberadaan broodstock center di Musi Rawas pada praktiknya tak hanya akan fokus pada pengembangan induk bagi komoditas unggulan komersial. Namun juga, akan fokus pada produksi induk dan benih bagi jenis ikan endemik, serta spesifik lokal seperti ikan Papuyu atau Betok (Anabas testudineus), Belida atau Belido (Chitala lopis), dan yang lainnya.

Di Musi Rawas sendiri, Slamet menyebut kalau banyak warga yang menekuni usaha budi daya ikan sejak lama dan jumlahnya mencapai 4.062 rumah tangga perikanan (RTP). Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah mereka yang menggeluti usaha budi daya dengan skala kecil.

Diketahui, pada 2019 produksi perikanan budi daya Kabupaten Musi Rawas mencapai angka 76.321,95 ton dengan luas pemanfaatan lahan kolam mencapai 792,66 hektar. Adapun komoditas unggulan yang dikembangkan adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus), Lele (Clarias), Patin (Pangasius), dan Gurami (Osphronemus goramy).

baca juga : Kendala Pasokan Benih Ikan Laut untuk Indonesia Timur Kini Teratasi

 

Panen ikan nila salin di Kabupaten Pati, Jateng. Pati menjadi daerah percontohan budidaya perikanan ikan nila berkelanjutan oleh KKP. Foto : DPB KKP/Mongabay Indonesia

 

Pasokan Benih

Sementara, untuk produksi benih, pada 2019 di Musi Rawas tercatat sudah mencapai angka 1.420.800.000 ekor dengan luas kolam/unit perbenihan seluas 94,36 ha. Produksi benih ini dihasilkan oleh UPTD Dinas Perikanan Kabupaten Musi Rawas dan unit unit pembenihan rakyat.

Menurut Slamet, Musi Rawas sudah berkontribusi banyak untuk pengembangan produksi perikanan budi daya secara nasional, khususnya untuk komoditas unggulan ikan air tawar seperti Nila, Lele dan Patin. Kontribusi tersebut akan semakin besar, karena Musi Rawas sekarang menjadi pusat pengembangan untuk induk ikan unggulan air tawar.

Sebelum di Musi Rawas, KKP lebih dulu membangun fasilitas serupa di Ambon, Maluku pada medio 2019 lalu. Di sana, KKP menyediakan pusat pembenihan untuk ikan air laut modern dengan kapasitas produksi yang besar di bawah pengelolaan Balai Perikanan Budi daya Laut (BPBL) Ambon.

Kehadiran fasilitas tersebut, dimaksudkan agar pasokan benih ikan air laut yang selama ini dikeluhkan sulit didapat oleh para pelaku usaha budi daya ikan air laut di kawasan Indonesia Timur, tidak lagi bermasalah. Selama ini, benih harus didatangkan dari berbagai balai perikanan yang ada di luar Ambon.

Menurut Slamet, kehadiran pusat pembenihan di Ambon diharapkan akan bisa memenuhi kebutuhan pasokan benih ikan laut seperti Bubara (Caranx sp), Kakap Putih (Lates calcarifer), Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus), dan Kerapu Bebek (Cromileptes altivelis). Ikan-ikan tersebut adalah ikan yang biasa dibudi dayakan oleh para pelaku usaha.

“Ini tentu akan memudahkan proses usaha perikanan budi daya di Indonesia Timur,” ujar dia saat itu.

Pengoperasian pusat pembenihan di Ambon juga menjadi kabar, baik karena fasilitas tersebut sudah menerapkan teknologi recirculating aquaculture system (RAS) yang juga diterapkan di negara maju. Teknologi tersebut, terutama digunakan untuk fase pendederan dan penggelondongan benih.

“Keunggulan teknologi ini yaitu kepadatan ikan bisa ditingkatkan, di mana dengan wadah yang sama, kapasitasnya bisa naik hingga lima kali lipat. Kualitas air juga mudah dikontrol dan jauh lebih stabil,” jelasnya.

Selain itu, teknologi RAS juga menjadi unggul, karena penggunaan air ganti jauh lebih sedikit yakni hanya dibutuhkan 10 persen dari volume total air per hari. Keunggulan tersebut membuat teknologi RAS jauh lebih efisien bila dibandingkan dengan teknologi biasa (flowthrough) yang membutuhkan pergantian air hingga 300 persen agar ikan bisa hidup dengan baik.

perlu dibaca : Masa Depan Perikanan Budi daya Ada di Kakap Putih

 

Kakap putih dikenal juga sebagai Asian sea bass (kakap laut Asia) atau Australian sea bass (kakap laut Australia). Foto : Wikimedia

 

 

Pakan Ikan

Mengutip pernyataan organisasi pangan dan agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO), Slamet menyebutkan, ada tiga kendala yang dihadapi oleh perikanan budi daya di masa mendatang. Itu adalah keterbatasan lahan yang terus meningkat akibat alih fungsi lahan, peningkatan krisis air, dan tantangan untuk meningkatkan produktivitas perikanan budi daya.

Di sisi lain, agar perikanan budi daya bisa berkembang dengan baik hingga mencapai produksi yang maksimal, diperlukan pasokan pakan ikan berkualitas untuk semua pelaku usaha budi daya ikan, baik sekala besar maupun kecil. Kebutuhan tersebut, mutlak dipenuhi karena akan menentukan kualitas ikan yang dihasilkan.

Bagi KKP, kebutuhan tersebut tidak akan bisa dipenuhi dari pasokan yang diproduksi oleh pabrik pakan ikan skala besar. Melainkan, harus dipasok juga dari produksi pakan ikan secara mandiri yang sedang gencar dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut Slamet, pakan ikan mandiri yang diproduksi sendiri oleh pembudi daya ikan, diyakini sudah bisa setara dengan pakan ikan produksi pabrik besar yang fokus pada kualitas melalui kandungan protein yang tinggi. Tetapi, keunggulan pakan mandiri, bisa diproduksi dengan harga yang murah dan mudah dilakukan.

 

Seorang pekerja sedang memberikan pakan pada ikan nila dalam budidaya keramba jaring apung di Danau Toba, Sumut. Foto : Jay Fajar/Mongabay Indonesia

 

Asisten Perwakilan FAO untuk Indonesia dan Timor Leste Ageng Herianto mengatakan, penyediaan pakan ikan murah untuk pembudi daya ikan skala kecil memang menjadi fokus dari Pemerintah Indonesia saat menjalin kerja sama dengan FAO. Fokus tersebut dilakukan, karena selama ini harga pakan ikan dinilai terlalu tinggi yang ada di pasaran.

“Kalau untuk (pembudi daya ikan) skala besar, harga pakan ikan yang diproduksi pabrikan masih sangat terjangkau. Namun, bagi skala kecil ini jadi masalah,” jelas dia.

Ia menargetkan formula yang dihasilkan dapat menjadi solusi untuk menekan biaya produksi yang 70 persen-nya dipicu dari harga pakan yang tinggi. Ia juga memastikan bahwa produk pakan formula FAO telah memenuhi standar mutu sesuai SNI dengan kisaran protein sebesar 20 – 25 persen.

“Di sisi lain, produk ini aman dari tambahan bahan bahan kimia dan biologis yang berbahaya,” tegas dia.

Pengembangan produksi budi daya perikanan yang tengah dilakukan KKP sekarang, tidak lain karena keinginan Presiden RI Joko Widodo yang ingin mendorong produksi perikanan dari sub sektor budi daya. Mengingat, selama lima tahun terakhir, sub sektor tersebut nyaris tidak mendapat perhatian seperti halnya saudaranya, sub sektor perikanan tangkap.

 

Exit mobile version