Mongabay.co.id

Sengketa Lahan, Walhi Sumsel: Dua Warga Lahat Tewas Diserang Sekuriti Perusahaan Sawit

 

 

Di tengah wabah virus corona melanda dunia, termasuk di Indonesia, dua warga Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulaupinang, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, tewas. Mereka meninggal diduga diserang petugas keamanan/sekuriti perusahaan perkebunan sawit, PT. Arta Prigel.

Peristiwa kelam yang terjadi pada Sabtu [21/3/2020] pagi sekitar pukul 09.00 WIB ini menimpa Suryadi [40] dan Putra Bakti [35]. Sementara Sumarlin [38] dan Lionagustin [35] mengalami luka bacok di tangan.

Muhammad Hairul Sobri, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Sumatera Selatan, kepada Mongabay Indonesia, Senin [23/3/2020] menjelaskan, kejadian bermula saat sejumlah petugas keamanan PT. Arta Prigel datang ke lokasi perkebunan sawit yang dikuasai warga.

Lahan sekitar 180,36 hektar itu digarap 182 kepala keluarga dari Desa Pagar Batu. Lahan dikuasai warga sejak September 2018, seusai perusahaan melakukan replanting perkebunan sawitnya. Di atas lahan tersebut warga menanam sayuran, ubi, jagung, dan karet.

Sejumlah warga kemudian meminta para petugas keamanan tersebut pergi. Mereka pun pergi. Tapi saat mau pergi seorang petugas keamanan tersebut memprovokasi warga, sehingga seorang warga terpancing mengejarnya.

“Menurut kesaksian warga, warga yang mengejar tersebut dikeroyok oleh petugas keamanan yang menggunakan belati atau kuduk sebutan orang Lahat. Dia pun terluka. Melihat hal tersebut, beberapa warga mengejar untuk menyelamatkan atau melerai. Hingga akhirnya ada dua warga tewas, dan dua warga terluka,” kata Hairul Sobri.

“Ini bukan peristiwa bentrokan, tapi pengeroyokan. Jadi tidak benar tindakan aparat keamanan perusahaan tersebut sebagai upaya bela diri karena diserang warga. Patut diduga, ini pengeroyokan oleh aparat keamanan perusahaan dengan menggunakan senjata tajam,” ujarnya.

Baca: Perhutanan Sosial Mampu Kurangi Angka Kemiskinan di Sumatera Selatan?

 

Perkebunan sawit. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Sengketa sejak 1993

Mengapa warga menduduki lahan perkebunan sawit PT. Arta Prigel? Ternyata, persoalan sengketa lahan warga Desa Pagar Batu dengan PT. Arga Prigel terjadi sejak 1993. Saat itu, sejumlah perkebunan karet, sayuran, dan hutan desa diambil paksa perusahaan tersebut. Setelah lahan dikuasai, perusahaan baru memberikan ganti rugi sepihak.

Tahun 1994, perusahaan mulai menanam sawit di lahan yang dikuasai itu. Warga tidak mampu melawannya, sebab saat itu aparat kepolisian dan meliter, turut menjaga lokasi yang dikuasai PT. Arta Prigel.

Setelah rezim Orde Baru tumbang, warga kembali berjuang mendapatkan lahan tersebut. “Tapi pada 2006, PT. Arta Prigel mendapatkan HGU [Hak Guna Usaha] seluas 2.000 hektar,” tulis Forum Pemuda Pemudi Pagar Batu, Gerakan Tani Pagar Batu, Gerakan Tani Sumsel dan KRASS [Komite Reforma Agraria Sumatera Selatan], dalam siaran kronologis peristiwa tersebut, yang dikutip Walhi Sumsel.

Pada 2018, terbentuk Forum Pemuda Pemudi Pagar Batu yang peduli pada persoalan ekonomi warga desanya. Forum ini kemudian membentuk Gerakan Tani Pagar Batu. Pada September 2018, kelompok ini mampu menguasai lahan mereka yang telah diambil PT. Arta Prigel pada 1993 seluas 180,36 hektar yang tengah peremajaan pohon sawit.

Awal 2019, mereka aksi ke Kantor Gubernur Sumatera Selatan dan Kantor Bupati Lahat untuk menuntut pengesahan lahan yang mereka kuasai tersebut. Pada 1 Maret 2020, Bupati Lahat memanggil perusahaan dengan melibatkan pihak terkait. Hasilnya, perusahaan tidak mau memberikan lahan 180,36 hektar yang masuk HGU mereka di Kecamatan Pulaupinang seluas 2.000 hektar.

Dengan sikap tersebut, warga kembali menduduki lahan.

Baca juga: Berbenah, Musi Banyuasin Ingin Jadi Laboratorium Ekologi, Ekonomi dan Budaya

 

Lahan PT. Arta Prigel yang kembali diminta warga Desa Pagar Batu, Kabupaten Lahat, Sumsel. Foto: Dok. Gerakan Tani Sumsel

 

Delapan tuntutan

Walhi Sumatera Selatan, KPA Sumatera Selatan, dan LBH Palembang, terkait kasus sengketa lahan warga Desa Pagar Batu dengan PT. Arta Prigel melalui surat terbuka, menyampaikan delapan tuntutan.

Pertama, meminta negara untuk menjamin perlindungan, keselamatan, dan kepastian hak-hak masyarakat korban konflik sumber daya alam.

Kedua, Presiden Jokowi untuk segera melakukan evaluasi terhadap izin-izin perusahaan perkebunan kelapa sawit yang bersentuhan langsung dengan petani rentan, maupun yang berpotensi berkonflik dengan masyarakat.

Ketiga, Kapolri segara usut tuntas pelaku kekerasan dan pembunuhan dua petani Desa Pagar batu yang dilakukan pihak keamanan perusahaan. Perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas kejadian ini.

Keempat, mendesak Polda Sumatera Selatan mencopot Kapolres Lahat karena lalai menjaga stabilitas dan menjamin kepastian hak-hak warga negara dalam konflik sumber daya alam.

Kelima, Komnas HAM dan KOMPOLNAS untuk segera melakukan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi hasil investigasinya.

Keenam, DPR-RI, DPRD Sumatera Selatan untuk segara mendesak pemerintahan daerah, terkhusus Pemda Lahat, untuk segara melaksanakan Reforma Agraria yang dibutuhkan rakyat.

Ketujuh, mendesak Bupati Kabupaten Lahat untuk segera menyelesaikan konflik lahan yang telah memakan korban dan Bupati Lahat membuat rekomendasi untuk mencabut izin HGU PT. Arta Prigel.

Kedelapan, perusahaan perkebunan kelapa sawit PT. Arta Prigel agar menghentikan aktivitas di lahan sengketa dengan warga Desa Pagar Batu, Kecamatan Pulau Pinang, Kabupaten Lahat, sampai adanya ketetapan hukum.

 

Jenazah Suryadi di rumah keluarganya, sebelum dimakamkan. Foto: Dok. Walhi Sumsel

 

Ditangkap

Kepolisian Resort Lahat menetap seorang tersangka atas tewas dan terlukanya warga Desa Pagar Batu. Tersangka bernama Ujang Boy [38], petugas keamanan PT. Arga Prigel yang menetap di Base Camp Arta Prigel.

Dikutip dari jppn.com AKBP Irwansyah, Kapolres Lahat, menjelaskan Ujang Boy dijadikan tersangka atas kasus penganiayaan hingga meninggal dunia korban Putra Bakti, dengan cara menusuk korban hingga tewas. Dia juga menusuk Sumarlin [38], kakak Putra Bakti, yang masih menjalani perawatan medis.

Tersangka lainnya, saat ini dalam penyelidikan. “Kasusnya masih kami kembangkan, saksi-saksi masih kami periksa. Tidak menutup kemungkinan bertambah,” jelasnya.

 

 

Exit mobile version