Mongabay.co.id

Melihat Pengolahan Sampah Jadi Briket Energi di Kabupaten Klungkung Bali

 

Kabupaten Klungkung, Bali, terbagi menjadi dua, daratan dan kepulauan. Kini Klungkung lebih terkenal dengan Nusa Penida yang memiliki kelimpahan pantai dan tebing eksotik. Dampaknya makin ramai wisatawan, makin meningkat juga volume sampahnya.

Namun, Pemerintah Kabupaten Klungkung memulai pengelolaan sampahnya dari Klungkung daratan. Salah satu kendala mengelola sampah di kepulauan adalah mengeluarkan sampah-sampah anorganiknya karena perlu biaya tinggi untuk melayarkan ke daratan menuju pabrik daur ulang di Pulau Jawa.

Tahun 2020 ini Pemkab berencana meluaskan model pengelolaan Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) yang telah diterapkan di Klungkung daratan ke kepulauan Nusa Penida. Seperti apakah TOSS ini?

Mongabay Indonesia mengunjungi dua lokasi tempat penampungan sampah (TPS) yang disebut TOSS ini di Klungkung daratan pada Selasa (10/3/2020). TOSS di salah satu desa dan TOSS Center yang dikelola Pemkab Klungkung.

baca : Darurat Pengelolaan Sampah di Bali, Rentan sebabkan Konflik Sosial dan Ekonomi. Seperti Apa?

 

Salah satu TPS 3R atau TOSS di Desa Tangkas, Kabupaten Klungkung yang kegiatan rutinnya memilah sampah. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Made Buratni, Setiati, dan Atik, tiga orang ibu ini adalah pekerja pemilah sampah dengan upah harian di TPS 3R Darma Winangun TOSS Desa Tangkas, Klungkung. Ketiganya terlihat tekun dan detail memisahkan sampah organik dan anorganik. Gunungan sampah dengan mayoritas sampah basah seperti sisa sesajen dari daun, janur, dan bunga. Tercampur dengan bungkus makanan, cemilan, kresek, dan lainnya. Sampah yang bisa dijual seperti botol, kaleng, dan kardus tak nampak. Sudah diambil lebih dulu ketika pengangkutan sampah.

“Kami bertiga pilah sampah, laki-lakinya pungut sampah dari rumah ke rumah,” sebut Buratni. Proses pemilahan sampah ini makan banyak waktu. Satu gundukan sampah dikerjakan sekitar 2 hari oleh ketiganya.

Sampah organik diambil dengan tangan lalu dimasukkan karung plastik. Tak heran, sebagian TOSS ini terlihat penuh dengan tumpukan karung berisi sampah organik. Di sisi lain, ada gundukan sampah organik yang akan diolah menjadi kompos.

Kemudian ada wadah-wadah bambu berukuran 2×1 meter yang berisi cacahan sampah organik dan anorganik lain menjadi potongan kecil yang sedang difermentasi dengan dicampur bioaktivator untuk mengurangi bau selama 7-10 hari. Hasil fermentasi sampah kemudian dicetak menjadi briket berukuran 10 mm untuk kebutuhan bahan bakar kompor. Sedangkan untuk kebutuhan co-firing pada PLTU, dibuat briket berdiameternya 12 mm, digunakan dalam mesin gasifier untuk menghasilkan gas.

TPS TOSS Desa Tangkas yang berdiri 2015 ini hanya membuat briket, terdiri dari briket organik dan briket campuran. Ketut Darmawan, koordinator TPS Desa Tangkas ini mengatakan dari 100 kg sampah yang masuk fase fermentasi ini, akan menyusut jadi 30%. Setelah dicacah dan dicetak jadi briket penyusutannya 2%. Briket yang sudah jadi ini mirip pelet pakan ikan atau ternak, bentuknya seperti tabung dengan ukuran panjang 10-15 mm.

Timnya tak membuat briket secara rutin karena briket belum terserap untuk rencana bahan bakar kompor dan gasifier oleh PLN. Untuk penggunaan bahan bakar kompor, harus menggunakan kompor khusus. Briket ini disebut memiliki nilai kalori sekitar 3400 kcal/kg setara dengan batu bara muda.

baca juga : Ini Merek Sampah Terbanyak Beberapa Sekolah di Bali

 

Bak-bak berisi sampah organik yang akan difermentasi sebelum dicacah dan dibentuk jadi briket bahan bakar di TOSS Center Klungkung, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pusat Pembelajaran Sampah

Selain TOSS di desa-desa, Pemkab Klungkung kini memiliki TOSS Center, semacam etalase atau pusat pendidikan dan percontohan yang baru beroperasi sejak Januari 2020 di Karang Dadi, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan. TOSS Center ini direncanakan menjadi pusat belajar semua teknik pengolahan sampah.

Mulai dari pemilahan sampah organik dan plastik, pencacahan sampah plastik, pengolahan sampah plastik menjadi paving block dan aspal serta mengolah sampah plastik menjadi minyak. Selain diolah, sampah plastik juga ada yang akan dijual. Sementara itu sampah organik akan diolah dengan proses fermentasi menjadi pupuk osaki dan diolah menjadi briket sebagai bakan bakar pembangkit listrik.

Sampah yang ditangani TOSS Center saat ini baru mengolah 2 truk per hari dari sampah di kota. Sebuah bangunan semi terbuka dibuat memanjang, berisi area fermentasi dengan bak-bak dari bambu yang berisi sampah organik.

Sejumlah mesin baru nampak berjejer, di antaranya untuk mencetak briket, mencacah sampah plastik, dan lainnya. TOSS Center ini memproduksi 300 kg briket per hari kemudian dikeringkan 1-2 hari. Mesin gasifier yang direncanakan beroperasi dari bahan bakar briket ini sedang dipasang setelah dipindahkan dari TPA. Sementara residu yang bernilai jual seperti kaleng dan botol dijual.

baca : Refleksi Kasus Pendampingan Warga yang Menolak TPS di Bali

 

Produk briket bahan bakar dari pengolahan sampah organik dan anorganik di TPS TOSS Desa Tangkas, Klungkung, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Klungkung, Anak Agung Kirana mengatakan pihaknya sudah merencanakan sejumlah program untuk pengelolaan sampah di Klungkung. Untuk Nusa Penida, pihaknya akan merevitalisasi dua TPA yang ada saat ini. “Mulai 2020, persyaratan izin seperti UKL-UPL tak akan dikeluarkan bagi pengusaha wisata jika tak mematuhi syarat pengelolaan sampah,” sebutnya.

Ia juga berharap peran serta desa adat seperti membuat peraturan adat seperti perarem. Kirana merujuk Peraturan Gubernur Bali No.47/2019 tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber di mana desa adat bertanggungjawab pada sampah yang dihasilkan masyarakat.

Apakah hasil pembakaran briket ini aman? Kirana menyebut pelet sudah dipakai sejak 2017 pada alat gasifier Klungkung. Hasilnya dikirim oleh PT Indonesia Power ke PLTU Jeranjang Lombok. Ia tak bisa merinci residu dari hasil pembakaran ini.

Dikutip dari laman Indonesia Power  Pemda Klungkung bersama Sekolah Tinggi Teknik (STT) PLN dan Indonesia Power (IP) meluncurkan program Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Listrik Kerakyatan pada 12 Desember 2017. Program ini adalah pengolahan limbah organik menjadi sumber energi listrik biomassa.

Selain TOSS, ada juga imbauan membuat lubang daur ulang sampah (bang daus) untuk sampah organik. Data DLHK Klungkung pada 2019 menyebutkan, jumlah sampah terbanyak di Kecamatan Klungkung sebanyak 34.141 kg/hari (255 m3) dari jumlah penduduk lebih dari 68 ribu orang.

Dari empat kecamatan yakni Dawan, Nusa Penida, Klungkung, dan Banjarangkan, volume sampah per hari lebih dari 115 ribu kg dari jumlah penduduk lebih dari 230 ribu orang. Jika dibandingkan, rata-rata produksi sampah 0,5 kg per orang/hari.

Komposisi sampah terbanyak adalah organik sebanyak 68%, disusul debu, batu, dan sejenisnya 8%, gelas dan botol plastik 7%, disusul plastik lembaran 5%, dan kresek 4%.

perlu dibaca : Ini Merek Sampah Terbanyak Beberapa Sekolah di Bali

 

Hasil cacahan sampah plastik namun belum diproses lebih lanjut di TOSS Center Kabupaten Klungkung, Bali. Foto: Luh De Suriyani/Mongabay

 

TPA Overload

Sejumlah TPA di Bali sudah kelebihan (overload) sampah karena volumenya tak terbendung. Semua sampah bercampur termasuk organik, dan pengelolaannya jadi makin sulit ketika sudah tercampur jadi gunung sampah. TPA Suwung adalah yang terbesar, berlokasi di samping perairan Teluk Benoa dan beberapa kali ditutup warga sekitar karena baunya makin menyengat dan truk pengangkut sampah antre sampai jalan raya.

Demikian juga TPA Temesi di Kabupaten Gianyar yang beberapa kali terbakar karena gunungan sampah terus muncul dan gas buangnya memicu api dalam tumpukan sampah. Di area ini ada UPT khusus yang mengelolanya dengan cara mengupah pemulung untuk memilah organik diolah jadi kompos, sementara anorganik dikelola bank sampah. Ketika volume sampah masih bisa dipilah, Temesi terlihat rapi dan menyisakan sedikit gundukan sampah. Kini jauh berubah.

Masalahnya penduduk makin banyak termasuk aktivitas dengan timbulan sampah anorganik. Warga tak diwajibkan memilah sampahnya dari rumah. TPA kekurangan lahan dan terus memperluas sanitary landfill-nya ke area persawahan. Saat musim angin kencang, Temesi pun dengan mudah terbakar dan memicu protes warga sekitarnya.

Pengelolaan sampah yang tangguh dan berkelanjutan belum nampak di Bali. Kegagalan TPA Suwung dengan program pembakaran sampah jadi listrik belum membuat pemerintah jera karena ada rencana untuk kembali mencoba cara itu.

baca juga : Setelah Gagal, Pembakaran Sampah Jadi Listrik Kembali Dilakukan di Bali

 

Exit mobile version