Mongabay.co.id

Ditetapkan, Kawasan Konservasi Pesut Mahakam Seluas 43 Hektar di Kutai Kartanegara

Pesut mahakam yang populasinya diperkirakan tidak banyak lagi. Sumber foto: akun Facebook RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia)

 

 

Kabar baik datang dari Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kerja sama Yayasan Konservasi Rare Aquatic Sepsies of Indonesia [YK RASI] dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara dan masyarakat membuahkan hasil. Bupati Kutai Kartanegara [Kukar], Edi Damansyah, menandatangani SK Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam seluas 43.117,22 hektar.

Luasan itu mencakup zona inti [1.081,28 hektar] dengan pelarangan ketat penangkapan ikan. Lalu, zona perikanan berkelanjutan [14.947,65 hektar], kawasan hutan sempadan sungai [2.169,44 hektar], areal hutan sempadan danau [563,79 hektar], serta zona rehabilitasi dan perlindungan hutan gambut dan rawa-rawa [24.355,06 hektar].

Wilayahnya, meliputi Kota Bangun, Muara Muntai, Muara Kaman dan Muara Uwis. Meski ada beberapa kawasan terpisah, namun tetap terhubung di perairan Sungai Mahakam.

Kabupaten Kukar merencanakan, kawasan konservasi tersebut bisa dikelola sumber daya ikannya serta meningkatkan kualitas air dan menjaga populasi pesut mahakam.

“Ini upaya Pemerintah Kabupaten Kukar menjaga dan melestarikan satwa endemik yang kita miliki. Pesut mahakam yang kita ketahui, populasinya terus berkurang,” jelas Edi, dikutip dari Korankaltim.com, Rabu [11/3/2020].

Baca: RASI: Zonasi untuk Pelestarian Pesut Mahakam Bakal Terwujud

 

Pesut mahakam. Foto: Dok. Yayasan Konservasi Rare Aquatic Species of Indonesia [RASI]

 

Peneliti RASI, Danielle Kreb, mengatakan, dengan disetujuinya pencadangan kawasan konservasi ini diharapkan angka kematian pesut [Orcaella brevirostris] di Sungai Mahakam berkurang.

“Selama ini, angka kematian pesut di Sungai Mahakam mencapai 66 persen. Bersama Bupati dan masyarakat Kukar, kami melakukan berbagai upaya dan baru sekarang bisa dimasukkan dalam Peraturan Bupati,” jelasnya kepada Mongabay, baru-baru ini.

Dengan status ini, lanjut dia, habitat pesut mahakam aman dari gangguan industri sawit dan batubara. Tidak hanya itu, masyarakat juga akan terbantu dengan jumlah ikan yang meningkat.

“Kawasan tersebut akan berkontribusi pada pengelolaan sumber daya ikan yang lebih baik. Tentunya, dengan mempertahankan fungsi alami rawa dan hutan sempadan sungai dari bahaya konversi besar-besaran perkebunan kelapa sawit di Kukar,” katanya.

Danielle menjelaskan, SK Pencadangan Konservasi dari Bupati Kukar adalah langkah awal mendapatkan status suaka dari Kementerian Kelautan dan perikanan [KKP]. RASI melihat peluang, habitat pesut mahakam di Kukar bisa menjadi area konservasi laut KKP.

“Sesuai Permen KKP, ada empat tipe kawasan konservasi. Pencadangan kawasan konservasi habitat pesut yang ditetapkan Bupati Kukar akan masuk ke salah satu tipe kawasan konservasi KKP,” jelasnya.

 

Empat tipe kawasan konservasi:

  1. Taman Nasional Perairan, adalah kawasan konservasi perairan yang mempunyai ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan, dan rekreasi.
  2. Suaka Alam Perairan, adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya.
  3. Taman Wisata Perairan, adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.
  4. Suaka Perikanan, adalah kawasan perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.

 

“Sebelumnya, kami pernah berupaya mendorong Zonasi Habitat Pesut Mahakam, tapi payung hukumnya tidka kuat. Penetapan pencadangan kawasan konservasi ini adalah jawaban yang tepat. Nanti, statusnya meningkat melalui keputusan Menteri KKP,” terangnya.

Baca: Sepanjang 2019, Sudah 4 Pesut Mati di Sungai Mahakam

 

Pesut mahakam yang jumlahnya diperkirakan sekitar 81 individu. Foto: Dok. RASI

 

Masalah lingkungan

Sejak 2013, YK RASI sudah mendatangi 27 desa yang menjadi lintasan jelajah pesut mahakam. Beragam penelitian dilakukan yang menunjukkan bahwa penyempitan habitat dan penyebab kematian pesut adalah masuknya industri pertambangan dan sawit. Hasil laboratorium menunjukkan, air di hulu sungai mahakam tercemar logam berat yang dapat meracuni pesut.

“Masalah pembuangan limbah itu, sudah dari dulu. Limbah tidak hanya jenis B3 atau sampah, batubara yang jatuh pun berpengaruh pada habitat pesut,” jelasnya.

Danielle menyebut, angka kematian pesut paling banyak karena sampah dan limbah yang mereka telan. Terkadang, ada pesut yang limbung karena kerusakan sonar tubuhnya. Penyebabnya, karena bunyi-bunyian yang sangat keras dari air.

“Alur hilir mudik kapal-kapal besar dan ponton di Sungai Mahakam sangat berpengaruh pada kehidupan pesut. Selama ini pesut mengalah, hingga mereka memilih pindah ke anak-anak sungai yang lebih aman,” ujarnya.

Baru-baru ini, lanjut dia, RASI menerima laporan kematian pesut. Namanya Rani, jantan sepanjang 2,2 meter, berumur 30 tahun. Rani ditemukan mati mengapung di Desa Sangkuliman. Pertama kali dilihat oleh petugas Ferry penyeberangan dengan kondisi tubuh hampir membusuk.

“Kabar ini tak berselang lama dari SK Pencadangan dikeluarkan. Dokter BKSDA mengatakan, hasil nekropsi menunjukkan ada tumor dekat jantungnya, tapi kami belum bisa menyebut apakah itu penyebab kematiannya,” jelasnya.

Baca: Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

 

Peta Zona Kawasan Konservasi Perairan Habitat Pesut Mahakam. Peta: RASI

 

Kena jaring

Selain masalah lingkungan, terkadang pesut juga mati karena terjerat jaring nelayan. “Kenapa pesut bisa masuk, karena mencari makan. Dia mengikuti ikan-ikan kecil yang menjadi targetnya. Kami berupa keras mencari solusi untuk masalah ini,” kata Danielle.

Saat ini, YK RASI memiliki program penyediaan alat finger berupa akustik pasif yang dipasang di jaring-jaring nelayan. “Alat itu memancarkan frekuensi yang menganggu sonar, bisa mengusir pesut sejauh 10 meter. Jadi ikan-ikannya tidak mau mencari makan di situ,” ujarnya.

Disinggung mengenai pemahaman nelayan, Danielle menyebut, nelayan di hulu Kukar sudah sangat mengerti tentang pengelolaan nelayan ramah lingkungan. “Selama ini, nelayan tidak pernah mengganggu pesut, karena mereka menganggapnya sebagai mamalia sakral,” tegasnya.

Pesut mahakam adalah lumba-lumba air tawar yang merupakan simbol Provinsi Kalimantan Timur. Habitatnya di Sungai Mahakam. Ukuran tubuh pesut dewasa, panjangnya hingga 2,3 meter dengan berat mencapai 130 kg. Tubuhnya abu-abu atau kelabu dengan bagian bawah lebih pucat. Penelitian yang dilakukan RASI pada 2018 hingga Mei 2019, menunjukkan jumlahnya diperkirakan sebanyak 81 individu.

Badan Konservasi International IUCN menetapkan statusnya Genting [Endangered/EN]. Penurunan habitat, polusi suara dari frekuensi tinggi kapal yang melintas, industri, sampah hingga jaring adalah ancaman kehidupan yang dihadapi pesut saat ini.

 

 

Exit mobile version