Mongabay.co.id

Dampak COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis

 

Pandemi COVID-19 mengubah banyak hal. Tidak terkecuali juga nasib para nelayan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN), Kecamatan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

Dampak pandemi COVID-19 yang paling dirasakan nelayan yaitu harga ikan yang turun drastis mencapai 50 persen. Hal ini tidak sebanding dengan tenaga yang dikeluarkan saat melaut.

Belum lagi biaya operasional yang tinggi. “Jadi, kerja di laut seperti sia-sia,” kata Muhammad Fauzi, seorang nelayan disela-sela menurunkan ikan hasil tangkapannya, pada Minggu (29/03/2020).

Lebih lanjut, saat cuaca mendukung seperti sekarang ini biasanya dia bisa pulang membawa hasil Rp3-5 juta sekali melaut. Semenjak merebaknya wabah virus Corona ini penghasilannya menurun menjadi Rp1-1,5 juta. Fauzi merupakan nelayan mingguan. Sekali melaut dia membutuhkan waktu antara 15-20 hari.

Menurut dia, penghasilan bulan ini bisa dikatakan lebih parah daripada musim angin kencang, kerugiannya lebih banyak. Meskipun begitu, lanjut pria bertubuh dempal ini, dia berencana tetap berangkat melaut lagi. Sebabnya, tidak ada pilihan pekerjaan lain. “Kalau tidak berangkat mau kerja apa? Kalau punya sawah ya mending bertani,” Imbuh pria 34 tahun ini.

baca : Protokol Penanggulangan COVID 19 Diberlakukan pada Perikanan Tangkap

 

Nelayan menyiapkan perbekalan sebelum berangkat melaut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Nelayan mengalami dampak pandemi covid-19, salah satunya harga ikan yang menurun. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Ikan Menumpuk

Sedangkan Amir (50 tahun), nelayan lainnya mengatakan biasanya menjual ikan kakap merah (Lutjanus campechanus) Rp60 ribu/kg. Sekarang ini turun hingga Rp25-30 ribu/kg.

Penurunan harga ikan, katanya, terjadi sudah sebulanan. Meskipun harganya murah dia tetap menjual ikan hasil tangkapannya itu. Sebab jika tidak segera dijual, ikan semakin basi. Selain ukuran, harga ikan ditentukan dari kesegarannya.

Padahal awalnya, begitu ikan hasil tangkapan sampai ke tempat pelelangan langsung dimasukkan ke dalam truk, kemudian serentak berangkat ke pabrik-pabrik. Ikan tidak sampai menumpuk di Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

“Sekarang ini sebagian pembeli sudah tidak ada tempat untuk menimbun ikan,” kata Amir. Bahkan truk-truk pengangkut ikan yang sudah berangkat tidak bisa kembali karena kebijakan karantina wilayah di beberapa daerah di Indonesia.

baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudi daya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

Penjual ikan melakukan transaksi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Dampak yang ditimbulkan dari wabah virus COVID-19 ini yaitu harga ikan turun drastis. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Amir mengaku, dampak lain yang dia rasakan yaitu waktu memancing di laut lebih diperpendek menjadi 3-4 hari. Alhasil, tangkapan ikan semakin sedikit. Padahal sekarang ini cuaca sedang bagus untuk mencari ikan di laut.

Biasanya selama seminggu di laut paling tidak bisa membawa pulang 4-5 kuintal hasil tangkapan ikan. “Kalau stabil minimal bisa dapat Rp15 juta. Sekarang ini habis di perbekalan (untuk melaut),” imbuhnya.

Sekali berangkat, lanjut dia, nelayan biasanya menghabiskan Rp6-7 juta untuk biaya operasional termasuk untuk perbekalan melaut. Untuk itu dia berharap pemerintah bisa menstabilkan harga ikan di tingkat nelayan atau menurunkan harga barang pokok kebutuhan nelayan, seperti harga solar.

Sementara itu, Siti Aminah (45), buruh sortir ikan atau ngorek istilah setempat, berharap tidak ada yang terinfeksi wabah virus Corona di PPN Brondong. Sehingga tidak ada wacana untuk penutupan. Sebab, menurutnya di PPN ini sudah menjadi jantung perekonomian masyarakat sekitar.

Sama seperti yang dirasakan banyak orang, Aminah sebenarnya juga merasa khawatir. Namun, karena harus menghidupi keluarga terpaksa dia harus tetap bekerja. “Sebelum ada wabah ini, banyak turis yang datang kesini. Selagi tidak ada orang luar yang masuk lagi, insya Allah aman,” katanya.

Dia mengaku, anjloknya harga ikan ini juga berpengaruh ke pendapatannya. Biasanya dalam waktu 3-5 jam bekerja, dia bisa mendapatkan upah antara Rp30-50 ribu. Sekarang ini turun menjadi Rp15-25 ribu.

perlu dibaca : Virus Corona pada Ikan Masih Belum Ada

 

Buruh usai melakukan sortir ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Volume Ekspor Berkurang

Ibrahim, Kepala PPN Brondong mengakui penyebab penurunan harga ikan ini salah satunya dikarena adanya karantina wilayah di beberapa negara sehingga banyak restoran-restoran yang tutup. Akibatnya, volume ekspor oleh Unit Pengelola Ikan (UPI) juga menurun. Efeknya ikan-ikan yang sudah dikirim banyak yang tertahan.

Selain itu, di Indonesia sendiri saat ini sudah banyak daerah zona merah terkait dengan penyebaran virus Corona. Awalnya yang bebas pengiriman antar provinsi maupun pasar lokal, sekarang ini menjadi terhambat.

Meskipun begitu, ikan yang di jual para nelayan di TPI setiap hari sebenaranya pun habis. Karena harga murah dari biasanya sehingga ikan banyak dibeli oleh supplier yang memiliki penampungan ikan.

Penurunan volume ekspor ini, lanjut mantan kepala PPN Kwandang, Gorontalo, dari yang biasanya 100 persen, penurunannya bisa sampai 30-35 persen. “Untuk yang Februari kemarin ini ada 41 lembar surat hasil tangkapan ikan yang di ekspor. Bulan ini turun menjadi 27 dokumen,” jelasnya.

Untuk yang ekspor umumnya ke negara-negara Uni Eropa seperti Perancis, Italia, Belanda, Sinegal, Inggris, Yunani, Belgia, Amerika. Selain itu ada di negara-negara Asia seperti Thailand, Taiwan, dan Cina.

baca juga : Nelayan Udang Jambi Merana Gara-gara Corona, Tangkap Ikan Sulit karena Kapal Pukat Harimau

 

Buruh sortir ikan atau ngorek istilah setempat, menggunakan masker kain seiring mewabahnya virus COVID-19. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Pengiriman Tidak Dibatasi

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta kepada kepala daerah agar akses pengiriman sarana produksi dan logistik di bidang kelautan dan perikanan tidak dibatasi, termasuk wilayah-wilayah yang menjadi zona merah pandemi Covid-19 di Indonesia.

Hal itu dilakukan menyusul banyaknya keluhan dari para pelaku usaha perikanan yang terkendala dalam akses keluar dan masuk wilayah yang mengeluarkan kebijakan pembatasan dan penutupan akses ke wilayahnya masing-masing belakangan ini.

Padahal, Presiden Joko Widodo dalam arahannya meminta daerah untuk mempermudah akses pengiriman logistik untuk mensuplai kebutuhan pangan masyarakat sehingga produktivitas, daya beli dan suplai pangan tetap terjaga.

Direktur Jenderal Perikanan Bududaya KKP, Slamet Soebjakto, berharap agar akses pengiriman input produksi meliputi pakan ikan, induk/calon induk, benih, bibit rumput laut dan sarana produksi lainnya serta hasil produksi budidaya dan nelayan, dipermudah dan tidak dibatasi.

“Sektor Perikanan, khususnya sub sektor perikanan budidaya ini kan sangat erat kaitannya dengan masalah suplai pangan bagi masyarakat. Di tengah wabah COVID-19 ini tantangan kita adalah penyediaan pangan termasuk di dalamnya produk ikan,” kata Slamet dalam siaran pers KKP, Rabu (1/4/2020).

Dia mengingatkan, bahwa produk perikanan bisa tersedia jika produksi tetap berjalan. Karenanya, KKP telah menyiapkan strategi salah satunya mendorong distribusi bantuan sarana produksi dan menjamin sistem logistik ikan tidak terganggu.

baca : Bertahan di Tengah Wabah COVID 19 dengan Pakan Ikan Mandiri

 

Pengunjung beraktifitas di depan sepanduk bertuliskan “Bersama Kita Lawan Corona” sebagai bentuk sosialisasi kepada para nelayan seiring mewabahnya virus COVID-19 di PPN Brondong, Lamongan, Jatim. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

KKP, kata Slamet, telah mengirim surat permohonan kepada gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 agar memberikan jaminan akses keluar dan masuk distribusi input produksi perikanan dan logistik ikan ke berbagai wilayah. Ini penting untuk memberikan kepastian usaha, khususnya bagi UMKM perikanan.

“Pak Menteri sudah kirim surat resmi ke Bapak Presiden, cq: Kepala Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pak Donny (Munardo). Intinya meminta agar akses distribusi input produksi dan logistik ikan tidak mengalami gangguan,” jelasnya.

Surat permohonan ditembuskan ke Menko bidang Kemaritiman dan investasi, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Panglima TNI, Kapolri, ke para Gubernur, dan Bupati/Walikota seluruh Indonesia. Menurut Slamet, pihaknya meminta arahan dari pihak terkait mengenai protokol atau SOP teknis di lapangan yang harus dilakukan pembudidaya atau pelaku usaha perikanan.

“Apakah perlu membawa surat pengantar atau seperti apa, nanti kita tunggu. Mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah clear. Pesan saya, para pelaku tidak perlu khawatir, KKP selalu memantau setiap kejadian di lapangan dan siap hadir kapanpun,” jelas Slamet.

 

Para nelayan di PPN Brondong, Lamongan, Jatim menyandarkan perahu untuk diperbaiki sebelum digunakan melaut. Nelayan mengaku penghasilan bulan ini bisa dikatakan lebih parah daripada musim angin kencang, kerugiannya lebih banyak. Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Sebelumnya hasil pantauan di lapangan, beberapa pengusaha perikanan di Kabupaten Pati, Jateng, terpaksa sementara mengurungkan pengiriman ikan ke Jakarta karena merasa khawatir ada penutupan akses.

Di Jawa Barat, pengiriman bantuan pakan ikan mandiri dari Pangandaran sebanyak 20 ton sempat tertahan 1 hari akibat sulitnya akses ke wilayah zona merah.

Baru-baru ini juga Gabungan Pengusaha Makanan Ternak, meminta pemerintah tidak membatasi akses pengiriman pakan ke berbagai wilayah, jika kebijakan karantina wilayah diberlakukan.

 

Exit mobile version