Mongabay.co.id

Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat edaran soal pengelolaan limbah infeksius (B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan Virus Corona, seperti masker dan lain-lain. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

 

SE Menteri Lingkungan Hidup soal Pengelolaan Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga dari Penangananan Limbah Virus Corona

 

Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 24 Maret 2020, menerbitkan surat edaran soal pengelolaan limbah infeksius (B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan Virus Corona. Surat edaran ini hendaknya jadi pedoman penanganan bagi pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan paparan dan menghindari penumpukan limbah ini.

Surat edaran (SE) bernomor Nomor 2/2020 ini jadi pedoman penanganan limbah infeksus dan pengelolaan sampah rumah tangga, berasal dari rumah tangga yang terdapat orang dalam pemantauan, sampah rumah tangga, dan sampah sejenis rumah tangga.

Regulasi ini menyatakan, sarana kesehatan seperti alat pelindung diri (APD), alat dan sampel laboratorium yang telah digunakan merupakan B3 yang berupa limbah infeksius.

Soal limbah infeksius Corona pada fasilitas layanan kesehatan, pedoman ini memberikan arahan, bahwa lama penyimpanan limbah infeksius dalam kemasan tertutup maksimal dua hari sejak dihasilkan.

Pengangkutan dan atau pemusnahan dalam pengelolaan limbah B3 dengan peggunaan fasilitas incinerator dengan suhu pembakaran minimal 800 derajat Celcius atau autoclave yang dilengkapi pencacah (shredder).

Selain itu, residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dengan simbol ‘beracun’ dan label limbah B3 lalu disimpan di tempat penyimpanan sementara untuk diserahkan kepada pengelola limbah B3.

Limbah infeksius rumah tangga Orang Dalam Pengawasan (ODP), surat edaran ini memberikan pedoman untuk mengumpulkan limbah APD berupa masker, sarung tangan dan baju pelindung diri serta mengemas tersendiri dengan wadah tertutup. Kemudian, limbah diangkut dan dimusnahkan pada pengelolaan limbah B3.

Siti juga mengimbau pemerintah daerah menyampaikan informasi kepada msayrakat tentang pengelolaan limbah infeksius yang bersumber dari masyarakat. Limbah APD harus dikemas tersendiri dengan wadah tertutup bertuliskan ‘limbah infeksius’. Selanjutnya, petugas dari Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Kebersihan dan Dinas Kesehatan setempat mengambil dari setiap sumber untuk diangkut ke lokasi pengumpulan yang ditentukan dan diserahkan ke pengolahan limbah B3.

Dalam upaya mengurangi timbulan sampah masker, masyarakat yang sehat diimbau pakai masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari. Bagi yang sehat dan pakai masker sekali pakai (disposable mask) harus merobek, memotong, atau menggunting masker dan dikemas rapi sebelum dibuang ke tempat sampah menghindari penyalahgunaan.

Pemerintah daerah pun dianjurkan menyiapkan tempat sampah (dropbox) khusus masker di ruang publik. Bagi seluruh petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib menggunakan APD, khusus masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucihamakan.

Surat edaran akan berlaku sampai dengan pencabutan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit akibat Virus Corona di Indonesia.

Pemerintah Indonesia, melalui BNPB mengeluarkan Surat Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A/2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus Corona di Indonesia selama 91 hari terhitung sejak 29 Februari–29 Mei 2020.

 

 

Berdasarkan catatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Jakarta, kasus positif terinfeksi Corona tertinggi, sampai 11 April, 1.948 orang positif, sembuh 82 dan meninggal dunia, 159 orang. Secara nasional kasus positif 3.842 orang, 327 meninggal dunia dan kasus sembuh 286 orang.

Andono Warih, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jakarta mengatakan, pengelolaan limbak infeksius dari fasilitas pelayanan kesehatan telah berpedoman pada Permen LHK Nomor 56/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

“Tata kelola ini sudah berjalan, rumah sakit dan klinik kesehatan telah bekerjasama dengan jasa pengolahan limbah medis yang berizin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan,” katanya.

Untuk pengelolaan limbah infeksus dari rumah tangga, dia telah menerapkan protokol pengelolaan masker bekas dari rumah tangga untuk mencegah penyebaran Corona. Alat pelindung diri, seperti masker dan sarung tangan sekali pakai menyebabkan sampah masuk dalam kategori infeksius dan potensial mengalami peningkatan hingga memerlukan penanganan khusus.

“Sebelumnya, limbah jenis ini terkonsentrasi di fasilitas pelayanan kesehatan, sekarang banyak dari rumah tangga.”

Andono berpesan, masyarakat dapat memilah dan proses disinfeksi sederhana terhadap bekas masker dengan merendam atau penyemprotan disinfektan yang mudah ditemui di rumah, seperti cairan pemutih pakaian. Kemudian, masker sekali pakai yang selesai dipakai digunting atau dipotong untuk menghindari penyalahgunaan dan dikemas khusus.

Tujuannya, limbah tidak disalahgunakan atau dipakai ulang atau dijual kembali kepada masyarakat hingga membahayakan kesehatan pemakai.

Syarifuin, Wakil Kepala Dinas Lingkungan Jakarta, mengatakan, Dinas Lingkungan Hidup Jakarta memiliki prosedur keselamatan diri bagi petugas. Protokol ini tertuang dalam Instruksi Kepala Dinas Lingkungan Hidup Ibukota Jakarta Nomor 30/2020 soal antisipasi penyebaran Virus Corona terhadap pegawai Dinas Lingkungan Hidup Jakarta.

Prosedur keselamatan diri yang diatur, antara lain kewajiban seluruh pegawai yang bekerja di lapangan pakai APD lengkap sesuai risiko kerja hingga meningkatkan kewaspadaan dan disiplin diri mencegah penyebaran Corona. Juga dengan pembatasan fisik (physical distancing) antar pegawai minimal satu meter saat bertugas, selalu berupaya menjaga kebersihan area tempat bekerja dan mencuci tangan sebelum dan sesudah tugas.

Dwi Sawung, Pengkampanye Perkotaan dan Energi Walhi Nasional mengatakan, limbah infeksius yang dibakar akan menimbulkan sumber polusi udara dan menyebarkan dioksin.

“Sebenarnya, kan rumah sakit ada autoclave untuk sterilisasi peralatan. Itu bisa juga digunakan, tampaknya KLHK lebih senang dibakar.”

Langkah ini, katanya, bisa mengurangi kebutuhan APD yang kini hanya sekali pakai. Malahan, lebih banyak rumah sakit punya autoclave dibandingkan insinerator.

Berdasarkan data KLHK 2018, dari 2.800 rumah sakit di Indonesia, baru 93 rumah sakit memiliki izin operasional insinerator dengan total kapasitas terpasang 50 ton per hari.

 

 

Keterangan foto utama;  Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan surat edaran soal pengelolaan limbah infeksius (B3) dan sampah rumah tangga dari penanganan Virus Corona, seperti masker dan lain-lain. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version