Mongabay.co.id

Gunung Anak Krakatau Erupsi, Asap Tebal Terlihat Jelas Sebelumnya

 

 

Suara gemuruh tak henti terdengar sejak Jumat [10/4/2020] pukul 23.10 WIB hingga Sabtu pagi [11/4/2020] pukul 07.00 WIB di Pulau Sebesi, Lampung.

Tim patroli dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi [KPHK] Kepulauan Krakatau meningkatkan kewaspadaan. “Kami sudah mengira, sumber suara ini dari erupsi Gunung Anak Krakatau,” kata Kepala KPHK Kepulauan Krakatau, Syarif mengulangi perkatan anak buahnya yang sedang berpatroli di Pulau Sebesi, Sabtu [11/4/2020].

Pulau Sebesi merupakan sebuah pulau berbentuk gunung berapi dengan ketinggian 844 meter di atas permukaan laut. Letak geografisnya berada di Selat Sunda, atau wilayah selatan perairan Lampung.

Dari Gunung Anak Krakatau ke Pulau Sebesi ini jaraknya sekitar 12 kilometer. “Tak ada suara dentuman. Pokoknya bergemuruh saja,” terangnya kepada Mongabay Indonesia.

Baca: Karena Krakatau Ingin Membentuk Tubuhnya Sendiri

 

Gunung Anak Krakatau yang meneluarkan asap tebal awal April 2020. Foto: KPHK Kepulauan Krakatau

 

Syarif menjelaskan, sebelumnya tim patroli KPHK Kepulauan Krakatau pada 1 April 2020, sudah menyaksikan tanda-tanda alam yang tak seperti biasanya. Salah satunya, kawah Gunung Anak Krakatau mengeluarkan asap lebih tebal. Bahkan asap itu membumbung lebih pekat dari hari-hari sebelumnya.

Saat tim pengamanan tengah berpatroli laut mengelilingi Cagar Alam Laut Kepulauan Krakatau, mereka menyaksikan gelembung udara cukup besar hingga menyembur dari permukaan air di bagian sisi timur, tak jauh dari bibir pantai Gunung Anak Krakatau.

“Tidak diketahui penyebabnya, namun hal ini diperkirakan adanya aktivitas vulkanik di dasar laut berupa gas yang keluar dari tubuh gunung tersebut,” kata Syarif.

Sehari setelah itu, tim pengaman mendapatkan alat pemantau gunung api di Krakatau milik PVMBG [Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi], yang terpasang di puncak, hancur.

“Hal ini kemungkinan akibat dampak tingginya aktivitas vulkanik gunung tersebut,” tambahnya.

Namun, saat ini PVMBG telah melakukan pemasangan alat serupa di lokasi relatif aman di dua titik, yakni di utara dan timur Pulau Krakatau.

Baca: Fase Konstruksi, Gunung Anak Krakatau Berproses Membangun Tubuhnya

 

Asap dari Gunung Anak Krakatau yang sudah terlihat tebal pada awal April 2020. Foto: KPHK Kepulauan Krakatau

 

Erupsi setinggi 500 meter

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi dalam keterangan resminya melaporkan, telah terjadi erupsi di gunung api tersebut pada 10 April 2020, pukul 21.58 WIB dan 22.35 WIB.

Tinggi kolom abu terpantau sekitar 500 meter di atas puncak [sekitar 657 meter di atas permukaan laut]. Kolom abu terlihat berwarna kelabu, dengan intensitas sedang hingga tebal condong ke arah utara.

Erupsi ini juga terekam di seismogram dengan amplitudo maksimum 40 milimeter dan durasi sekitar 38 menit 4 detik.

Atas peristiwa ini, BPBD Kabupaten Lampung Selatan melaporkan ke BNPB bahwa kondisi mutakhir di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan, Sabtu 11 April 2020, tidak ada terpantau menyebarnya bau belerang dan debu vulkanik.

Sedangkan kondisi pagi tadi mulai turun hujan, dan masyarakat di Kecamatan Rajabasa [mulai Desa Way Mulih, Desa Way Mulih Timur, dan Desa Kunjir] telah kembali ke rumah masing-masing.

Status Gunung Anak Krakatau saat ini berada level II [waspada] dengan rekomendasi, masyarakat dan wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius dua kilometer.

Baca juga: Tsunami Selat Sunda: Mitigasi dan Kesiapan Hadapi Bencana Harus Ada

 

Status Gunung Anak Krakatau saat ini berada level II [waspada]. Foto: KPHK Kepulauan Krakatau

 

Tidak berpotensi tsunami

Terkait peristiwa erupsi Gunung Anak Krakatau, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG] telah melakukan pemantauan muka laut menggunakan tiga gauge di Pantai Kota Agung, Pelabuhan Panjang, dan Marina Jambu. Hasilnya, tidak ada petunjuk yang mengarah ke anomali perubahan muka laut sejak Jumat [10 April 2020] pukul 21.00 WIB hingga Sabtu [11 April 2020] pukul 06.00 WIB.

Begitu juga hasil pemantauan muka laut menggunakan radar wera di Kuhai [Lampung], dan Tanjung Lesung [Banten], yang menunjukkan tidak adanya anomali muka laut.

“Dengan demikian dapat disimpulkan, erupsi Gunung Anak Krakatau tadi malam tidak memicu terjadinya tsunami,” tulis Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, BMKG, Rahmat Triyono di akun Twitter Humas BMKG, Sabtu [11/4/2020].

 

 

Saat terjadinya erupsi, BMKG juga sudah melakukan pemantauan kegempaan. Sensor tidak mencatat adanya aktivitas gempa sehingga erupsi ini masuk kategori lemah jika dibandingkan erupsi yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu.

Walau demikian, hasil pemantauan hasil seismik menunjukkan adanya event gempa di Selat Sunda. “Hasil analisa kami, terkait event gempa menunjukkan telah terjadi gempa di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB, dengan magnitudo 2.4,” terang Rahmat.

Gempa itu terjadi pada jarak 70 kilometer arah selatan barat daya Gunung Anak Krakatau, pada kedalaman 13 kilometer. “Gempa ini tidak terasa dan tidak berpotensi tsunami,” jelasnya.

 

 

Sumber suara dentuman

Erupsi Gunung Anak Krakatau semakin “heboh” bersamaan dengan terjadinya dentuman yang terdengar hingga ke Kota Jakarta, Depok, dan sekitar. BMKG memastikan, hal tersebut bukan dari gempa tektonik, sebab sejak semalam hingga pukul 06.00 WIB, tidak ada aktivitas gempa di wilayah Jakarta, Banten dan Jawa Barat.

Peneliti Ahli Utama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional [Lapan], Prof. Dony Kushardono, melalui akun Instagram, Sabtu [11/4/2020], menegaskan suara dentuman yang terdengar sekitar pukul 02.00 WIB dini hari itu, kemungkinan bukan dari suara Gunung Anak Krakatau.

Letusan Gunung Anak Krakatau dipantau melalui citra satelit cuaca [visible & infrared] pada 10-11 April 2020, mulai pukul 23.10 wib tampak debu vulkanik dari letusan menyebar ke arah barat hingga pukul 5.00 WIB. Sekitar pukul 24.00 terlihat muncul semburan debu vulkanik membesar dari letusan besar juga.

“Jadi, suara dentuman yang terdengar di Jakarta-Depok yang diperkirakan sekitar pukul 02.00 WIB dini hari tadi, kemungkinan bukan dari suara letusan Gunung Anak Krakatau,” tegasnya.

 

 

Exit mobile version