Mongabay.co.id

Hutan Leuser Rusak Akibat Perambahan dan Pembalakan Liar

Di Gayo Luwes, Aceh, ada 5 desa yang wilayahnya berada di TNGL. Foto: Junaidi Hanafiah

 

 

Pemerintah Aceh sangat berkomitmen menjaga dan menyelamatkan Taman Nasional Gung Leuser [TNGL] sebagai Situs Warisan Dunia.

Pernyataan tersebut disampaikan Juru Bicara Pemerintah Aceh, Saifullah Abdul Gani kepada tim The International Union for Conservation of Nature [IUCN] pada April 2018, saat bertemu Wakil Gubernur Aceh, Nova Iriansyah yang saat ini menjabat sebagai Plt. Gubernur Aceh, di Banda Aceh.

Saifullah menjelaskan, tidak ada kerusakan di Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) yang dilakukan secara masif atau terstruktur. Kerusakan seperti perambahan dan illegal logging itu dilakukan masyarakat.

“Untuk menjaganya, harus diperketat pengawasan dan perlindungan. Pemerintah Aceh membutuhkan dukungan banyak pihak, termasuk UNESCO agar perambahan dapat diminimalisir,” ungkapnya.

Rencananya, akan ada pembelian enam pesawat untuk memantau hutan dan laut. “Gubernur Aceh berencana memasukkan program pengadaan pesawat itu untuk tahun anggaran 2019,” jelas Saifullah.

Baca: Komitmen Menjaga Leuser Sebagai Situs Warisan Dunia Harus Dibuktikan

 

Kondisi TNGL yang dilihat dari Gayo Lues, Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Bagaimana kondisi Leuser saat ini?

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK.103/MenLHK-II/2015 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.865/Menhut-II/2014 tanggal 29 September 2014, tentang Kawasan Hutan dan Konservasi Perairan Provinsi Aceh, luas Taman Nasional Gunung Leuser di Provinsi Aceh mencapai 625.115 hektar. Wilayahnya terbentang di Kabupaten Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Selatan, dan Aceh Barat Daya.

Data Geographic Information System [GIS] Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh [HAkA] menunjukkan, hingga 2019, dari total luasan tersebut, TNGL telah kehilangan tutupan hutan sebesar 34.277 hektar.

Di Kabupaten Gayo Lues, jumlah tutupan hutan TNGL yang hilang pada 2019 mencapai 355,11 hektar, sementara di Kabupaten Aceh Tenggara [191,80 hektar], Aceh Selatan [22,50 hektar] dan Aceh Barat Daya [5,22 hektar]. Data tersebut merupakan hasil interpretasi citra satelit yang kemudian dianalisis dengan batas Taman Nasional Gunung Leuser.

Baca: Situs Warisan Dunia Masih Berstatus Bahaya, Bagaimana Nasib Leuser?

 

Ancaman pembukaan lahan di wilayah TNGL untuk dijadikan kebun jagung memang ada. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Kegiatan ilegal masih terjadi

Samsul Bahri, warga Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, pada 8 April 2020 mengatakan, hingga saat ini masih terjadi kegiatan ilegal di Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL], yaitu pembalakan kayu maupun perambahan untuk kebun.

“Kayu kualitas terbaik masih terus keluar dari hutan untuk diperjualbelikan. Sejauh ini, jika ada penangkapan hanya pekerja lapangan yang bertugas menebang atau mengangkut, sementara pemodal belum tersentuh,” urainya.

Samsul Bahri yang sehari-hari menggantungkan hidup dari berkebun mengatakan, saat ini Kabupaten Aceh Tenggara sedang musim kemarau. Hal ini bakal menambah jumlah titik perambahan di TNGL untuk dijadikan kebun ilegal yang juga mungkin terjadi juga di Gayo Lues.

“Hal yang sering terjadi, saat ada masyarakat membuka lahan tidak dilarang atau ditindak. Tapi, saat masyarakat mulai menanam atau hampir panen baru ada penertiban yang tentunya ada perlawanan,” ujarnya.

 

Orangutan sumatera yang hidup di hutan TNGL. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh pernah mendesak penegak hukum, khususnya Polda Aceh untuk turun tangan menindak kegiatan ilegal di TNGL, khususnya illegal logging.

“Aktivitas ini terus terjadi, membuktikan pengamanan dan pengawasan hutan belum maksima. Polda Aceh harus melakukan penindakkan sehingga kayu-kayu dari TNGL tidak lagi ditebang,” ujar Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur.

Muhammad Nur mengatakan, pembalakan liar di TNGL dan hutan penyangga tidak bisa dicegah oleh BBTNGL dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh, sehingga harus ada operasi gabungan semua penegak hukum.

“Pengamanan harus benar-benar dilakukan sehingga kegiatan ilegal tidak lagi terjadi,” ujarnya.

 

Pembalakan liar yang terus berlangsung di hutan Leuser. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Humas Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser [BBTNGL], Sudiro, Kamis [9 April 2020] menjelaskan, kegiatan ilegal masih terjadi di TNGL. Petugas balai taman juga beberapa kali melakukan penertiban dengan melibatkan lembaga penegak hukum.

“Baru-baru ini kami melakukan penertiban illegal logging di Kabupaten Aceh Tenggara, Aceh Selatan, dan Gayo Lues. Beberapa kasus telah kami serahkan ke pihak kepolisian,” ujarnya.

Saat ditanya apakah terjadinya kegiatan ilegal di TNGL karena kesadaran masyarakat yang masih kurang terhadap pentingnya hutan TNGL, Sudiro mengakui hal tersebut.

“Kurangnya pemahaman masyarakat menjadi penyebab terjadinya kegiatan ilegal. Namun, kami tetap berupaya memberikan pengertian,” tegasnya.

Taman Nasional Gunung Leuser [TNGL] merupakan satu dari tiga taman nasional di Sumatera yang terdaftar sebagai Situs Warisan Dunia atau Tropical Rainforest Heritage of Sumatra. Dua taman nasional lainnya adalah Taman Nasional Kerinci Seblat [TNKS] dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS].

 

 

Exit mobile version