Mongabay.co.id

Paket Kebijakan Harus Perkuat Ketahanan Desa Lawan Corona

Rumah sagu atau ain bolon, rumah sementara untuk memanen sagu di tengah hutan. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

 

Bencana virus corona menghasilkan krisis ekonomi di berbagai belahan dunia. Apalagi, virus ini menyerang pusat-pusat ekonomi dunia, seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang dan Korea Selatan. Dunia tengah memasuki krisis dampak serbuan makhluk maha kecil ini.

Sejumlah negara mencegah penyebaran virus dengan berbagai kebijakan. Inti dari kebijakan ini menyelamatkan warga dari krisis berlapis, yakni, krisis virus dan ekonomi sekaligus.

Kebijakan ekonomi Indonesia juga menggabungkan kedua hal ini. Dengan membentuk gugus tugas penanggulangan Covid-19 dan paket stimulus ekonomi. Juga jaminan sosial sebagai biaya ‘perang’ guna memastikan rakyat terdampak bisa melawan virus melalui berbagai pembatasan sosial seiring sejalan dengan pencegahan penyebaran virus.

Baca juga: Bagaimana Pengelolaan Limbah Penanganan Corona? Ini Aturannya

Presiden menyatakan, menyiapkan paket stimulus Rp405, 7 triliun, dengan terdapat Rp110 triliun untuk Jaring Pengaman Sosial.

Sejatinya, bencana virus ini ada dua masalah besar sekaligus bagi orang miskin: rentan terpapar virus dan makin miskin.

Tulisan ini hendak mengusulkan agar paket kebijakan pemulihan ekonomi dan jaring pengaman sosial harus  memperkuat ketahanan desa-desa dalam menghadapi krisis. Tanpa itu, kebijakan pemulihan dan jaminan sosial dapat disebut salah sasaran.

Bagi petani dan nelayan, situasi krisis sekarang tak sama dengan 1998 meskipun dolar Amerika Serikat mengalami kenaikan. Saat itu, nelayan, petani perkebunan, dan komoditas ekspor berbahagia karena apresiasi dolar. Seember udang galah seharga sepeda motor. Ada pula cerita-cerita menggelikan kala petani lada, cengkih dan kopi yang pergi ke sungai untuk mandi sambil membawa mobil baru.

 

Petani di Sogo, Jambi, terancam perusahaan sawit. Foto: Elviza Diana/ Mongabay Indonesia

Situasi ini tak akan terulang sekarang. Seluruh dunia sedang krisis, komoditas perkebunan seperti sawit, lada, cengkih dan hasil perikanan tak akan mengalami kemewahan harga jual, karena permintaan dunia menurun. Bahkan, harga komoditas ini akan murah kalau dibandingkan demgan inflasi harga makanan, hingga pendapatan menurun drastis.

Petani kebun mandiri, kebun plasma dan buruh kebun pada wilayah-wilayah monokultur yang selama ini mendapatkan pasokan sembako dan bahan lain dari luar wilayah nampaknya bakal mengalami kesulitan besar. Selain pasokan melemah tentu harga bisa melambung.

Paket bantuan ekonomi dan kebutuhan dasar terjangkau selama krisis yang telah disiapkan pemerintah sebaiknya menyasar dengan baik wilayah-wilayah ini.

Pada daerah pesisir, nelayan dan petambak rakyat juga akan menghadapi situasi berat. Untuk itu, perlu ada persiapan. Ikan ditangkap, namun sebagian besar konsumen beralih ke sumber protein lain dengan harga lebih terjangkau. Namanya juga krisis. Rumus lama, rakyat menurunkan konsumsi ikan beralih ke tempe, telur atau lain-lain yang lebih murah. Menjaga kran ekspor ikan tetap stabil akan sulit di tengah dunia sedang krisis.

Untuk itu, perlu memastikan harga sembako murah dan terjangkau serta bantuan mengurangi biaya produksi nelayan dan petambak. Pendeknya, wajib menyiapkan paket ekonomi khusus nelayan.

Bagaimana dengan petani padi? Mulai bulan ini, petani padi akan memasuki masa panen, sebaiknya pemerintah menaikkan harga pembelian gabah kering di tingkat petani dan segera menyerap produksi dengan harga baik. Dengan menaikkan harga pembelian gabah tentu tidak harus sama dengan kenaikan harga beras. Intervensi pemerintah terhadap soal ini penting. Paket ini dapat mengerakkan ekonomi petani dalam menghadapi krisis.

Buruh tani dan petani gurem, harus memperluas program penerima bantuan langsung tunai (BLT) dan Rastra kepada kelompok ini selama krisis. Setidaknya, Menteri Sosial harus memperlihatkan kesigapan dalam membuat basis baru penerima paket bantuan sosial ini bagi warga desa.

Setelah panen, seharusnya pemerintah tahu dengan cepat apakah setok pangan cukup atau tidak. Sebab, produsen beras dunia saat wabah ini mungkin akan menahan beras mereka. Kenaikan dolar akan membuat beban impor makin berat. Namun, setok pangan cukup dan harga terjangkau itu wajib.

Paket ekonomi untuk rakyat desa semacam ini akan menambah kepercayaan rakyat bahwa pemerintah bekerja bukan semata melawan Corona. Kebijakan ini juga membawa pesan kepada publik agar segera bahu membahu melawan bersama penyebaran virus.

Dalam menghadapi bencana virus dan krisis ekonomi yang bersamaan, lazimnya eskalasi ketidakpuasan publik, kurvanya akan naik dan dapat berujung kepada krisis politik. Situasi ini dapat terjadi kalau pemerintah tidak sepenuhnya hadir dalam melawan bencana, tertutup, dan salah menginformasikan tahapan dan pencapaian kerja kepada publik.

Ketika kepercayaan menipis, keadaan semacam ini di akar rumput begitu mudah terbakar.

 

Pembukaan lahan untuk kebun sawit yang berkonflik dengan Komunitas Adat Laman Kinipan di Lamandau. Kinipan, perlu pengakuan dan perlindungan wilayah adat. Foto: Safrudin Mahendra-Save Our Borneo

 

Desa daulat pangan
Bencana Corona seharusnya memberi kesadaran pembangunan selama ini mesti dirombak. Membangun desa bukanlah membuat desa makin terhubung kepada jejaring produksi dan konsumsi global seperti yang selama ini dilakukan. Selain menghisap desa, dan memindahkan lebih banyak kekayaan dan modal kepada segelintir orang, juga membawa masalah tambahan, seperti wabah penyakit masuk ke pedesaan. Situasi ini, membuat desa mengalami dua lapis situasi buruk yakni keberlanjutan kehidupan warga dan kehancuran ekonomi terancam.

Belajar dari virus ini, desa-desa haruslah dibentuk kembali sebagai kesatuan wilayah yang benar-benar berdaulat pangan. Krisis virus ini mewajibkan agar merancang kembali tata guna lahan di pedesaan, merombak landscape pedesaan monokultur yang tak ramah lingkungan dan rentan rawan pangan menuju desa-desa berdaulat pangan berbasis rumah tangga petani. Tak pelak wajib terealisasi, memastikan petani memiliki tanah cukup untuk pertanian.

Wabah virus ini juga mengingatkan, bahwa tata ruang dan tata guna desa bukan saja harus memahami potensi bencana alam, juga mengedepankan tata guna lahan yang memastikan bencana non alam seperti virus ini akan lebih mudah mudah dicegah dan ditanggulangi.

*Penulis adalah Ketua Dewan Nasional Konsorsium Pembaruan Agraria

 

Keterangan foto utama: Kedaulatan pangan warga. Pangan pokok tak hanya beras. Rumah sagu atau ain bolon, rumah sementara untuk memanen sagu di tengah hutan di Sorong. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version