Mongabay.co.id

Hari Kartini dan Urgensi Pendidikan Lingkungan untuk Kaum Perempuan

Suburnya tanaman petani di Kendeng, membantah pernyataan pemerintah dan perusahaan bahwa Kendeng kering dan tidak subur. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

April, lebih tepatnya 21 April, selalu identik dengan perayaan Hari Kartini. Dalam sejarah nasional kita, Kartini dianggap sebagai salah seorang sosok yang ikut berkontribusi dalam memperjuangkan pendidikan, khususnya pendidikan bagi kaum perempuan. Kartini yakin bahwa peran perempuan sebagai salah satu agen perubahan perlu ditunjang dengan pendidikan yang memadai.

Memang, tak bisa kita mungkiri, maju mundurnya sebuah masyarakat ikut ditentukan oleh kaum perempuan. Sebuah hadist menyebutkan bahwa perempuan itu tiangnya negara.

Sementara itu, sebuah pepatah Afrika menegaskan bahwa jika kita mendidik seorang laki-laki, kita cuma mendidik individu. Tapi, jika kita mendidik seorang perempuan, maka kita sesungguhnya mendidik segenap masyarakat, mendidik segenap bangsa.

 

Golden Age dan Pola Pengasuhan Anak

Kodrat perempuan untuk melahirkan, kemudian mengasuh dan mendidik anak sama sekali tidak bisa dipandang remeh. Kita mengenal ungkapan bahwa ibu adalah madrasah pertama bagi anak.

Selain itu, kita mengenal pula apa yang diistilahkan sebagai golden age atau usia emas, yaitu masa-masa sangat penting bagi perkembangan dan pertumbuhan seorang anak karena fisik dan otak anak sedang berada di masa pertumbuhan terbaiknya.

Di masa golden age inilah anak belajar dan menyerap banyak hal secara cepat. Apa yang dialami dan dipelajari di masa emas ini diyakini akan banyak berpengaruh bagi kehidupan masa depan mereka kelak. Oleh karena itu, aspek pengasuhan, perawatan dan pendidikan bagi anak di rentang usia emas mereka harus dilakukan semaksimal dan sebaik mungkin.

Pengasuhan, perawatan dan pendidikan yang asal-asalan dan seadanya bukan hanya bakal membuat anak kehilangan peluang untuk mengembangkan potensi besar yang dimilikinya, tetapi juga bakal mendorong lahirnya perilaku-perilaku tak elok dari sang anak.

baca : Para Kartini dari Jawa Tengah Ini akan Terus Suarakan Kelestarian Bumi

 

Sukinah, warga Tegaldowo Rembang Jateng berziarah di makam RA Kartini tepat pada Hari Kartini , untuk berdoa dan memohon kesuksesan perjuangan perempuan Kendeng mempertahankan kelestarian lingkungan. Foto : JMPPK/Mongabay Indonesia

 

Di rentang masa usia emas inilah sosok ibu sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh anak untuk mengenalkan dan mengajarkan berbagai pengetahuan, nilai-nilai moralitas dan aneka kebaikan yang kelak bakal menjadi fondasi diri ketika sang anak tumbuh dan berkembang menjadi individu dewasa.

Termasuk dalam hal ini adalah mengenalkan dan mengajarkan kepada anak tentang pengetahuan seputar lingkungan, sehingga kelak saat anak tumbuh dewasa mewujud menjadi individu yang memiliki kesadaran lingkungan dan juga mencintai lingkungan.

 

Peran Perempuan dalam Kesadaran Lingkungan

Berbagai kerusakan lingkungan di sekitar kita terjadi salah satunya akibat kurangnya kesadaran lingkungan masyarakat. Kurangnya kesadaran lingkungan masyarakat disebabkan salah satunya karena minimnya pendidikan lingkungan, termasuk pendidikan lingkungan di lingkungan keluarga. Oleh sebab itu, peningkatan kesadaran lingkungan menjadi krusial untuk dilaksanakan.

Dengan demikian, agar kaum perempuan memiliki pengetahuan yang memadai tentang isu-isu lingkungan, maka salah satu langkah penting yang perlu dilakukan adalah dengan jalan mengedukasi kaum perempuan.

Kenapa? Karena itu berarti akan semakin banyak individu yang juga mendapat pendidikan lingkungan.

Kaum perempuan, sebagai kodratnya sebagai ibu dan pendidik, akan menularkan pengetahuannya tentang lingkungan kepada anak-anak mereka. Dengan demikian, diharapkan bakal lebih meningkatkan kesadaran lingkungan masyarakat bagi generasi berikut.

Pendidikan lingkungan sendiri bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait di dalamnya, serta menciptakan sebuah masyarakat yang memiliki pengetahuan, motivasi, komitmen dan keterampilan untuk bekerja.

Baik itu secara perorangan maupun kolektif dalam mencari atau memberikan solusi terhadap permasalahan lingkungn yang ada sekarang dan untuk menghindari timbulnya masalah-masalah lingkungan baru di masa depan.

baca juga : Bagi Navicula, Kartini Masa Kini adalah Petani Penjaga Karst Kendeng

 

Kartini Kendeng melawan dengan menanam, jaga ibu bumi lewat bertani. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Hasil Konvensi UNESCO di Tbilisi, Georgia, tahun 1977, tentang pendidikan lingkungan, yang kemudian sering dirujuk sebagai patokan bagi penyelenggaraan pendidikan lingkungan, menyepakati beberapa hal berikut.

Pertama, pendidikan lingkungan merupakan proses pendidikan seumur hidup yang berlangsung di semua jenjang pendidikan dan tingkatan.

Kedua, pendidikan lingkungan terkait dengan interaksi yang berlangsung dalam lingkungan alam dan sosial.

Ketiga, pendidikan lingkungan mesti diarahkan kepada pemahaman ihwal bagaimana interaksi manusia serta proses politik bersama-sama dengan permasalahan-permasalahan sosial- ekonomi yang mempengaruhi menurunnya atau meningkatnya kualitas lingkungan.

Keempat, pendidikan lingkungan diarahkan untuk mengembangkan sikap serta sistem nilai yang mendorong kepada peningkatan kualitas sosial-ekonomi lewat interaksi sosial yang positif dan pemeliharaan serta peningkatan kondisi lingkungan alam.

Kelima, pendidikan lingkungan diarahkan untuk mengembangkan pemahaman perseorangan, keterampilan dan pemberdayaan yang diperlukan untuk membentuk perilaku positif terhadap lingkungan sosial dan lingkungan hidup dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, serta untuk membentuk partisipasi aktif kelompok dalam mencari solusi tepat bagi masalah-masalah lingkungan.

Keenam, pengajaran pendidikan lingkungan mensyaratkan pendekatan holistik dan antardisiplin dengan mengedepankan proses pembelajaran langsung dalam lingkungan alam dan lingkungan sosial yang nyata.

menarik dibaca : Kaka Slank Galang Dana untuk Pendidikan Lingkungan di Sulawesi Utara

 

Anak-anak dikenalkan dengan hutan mangrove dan tanaman bakau di Teluk Benoa yang kini semakin terancam akibat laju pembangunan. Fungsi hutan mangrove sebagai sarana pendidikan lingkungan pun akan terancam hilang. Foto: Ni Komang Erviani/Mongabay Indonesia

 

Selain jalur formal yakni melalui institusi pendidikan, dari jenjang pendidikan dasar hingga jenjang pendidikan tinggi, pendidikan lingkungan dapat pula dilakukan melalui jalur informal. Misalnya lewat seminar, kursus singkat, pelatihan serta workshop.

 Pelaksanaan pendidikan lingkungan yang khusus menyasar kaum perempuan dapat diselenggarakan mulai dari level rukun warga (RW) hingga level nasional. Dan dilakukan secara berkesinambungan.

Jika kesadaran lingkungan masyarakat semakin meningkat, maka diharapkan berimbas pada kian terciptanya perilaku ramah lingkungan sehingga akan tercipta peningkatan kualitas lingkungan.

Jika kualitas lingkungan meningkat, maka akan membuat kualitas kehidupan masyarakat meningkat pula. Pada gilirannya, masyarakat akan kian sejahtera dan kian bahagia.

 

* Rejeki Wulandari, ibu rumah tangga, penulis lepas, peminat masalah lingkungan. Artikel ini merupakan opini pribadi penulis

 

**

Keterangan foto utama : Suburnya tanaman petani di Kendeng, membantah pernyataan pemerintah dan perusahaan bahwa Kendeng kering dan tidak subur. Foto: Tommy Apriando/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version