Mongabay.co.id

Produksi Rumput Laut di Pusaran Pandemi COVID-19

 

Wabah COVID-19 yang sedang menjadi pandemi dunia, tidak menyurutkan tekad Indonesia untuk bisa terus melaksanakan produksi sub sektor perikanan budi daya, khususnya komoditas rumput laut. Pemerintah Indonesia masih tetap menargetkan produksi rumput laut bisa mencapai angka 10,99 juta ton pada tahun ini.

Untuk bisa meningkatkan produktivitas, Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Pemerintah Australia melalui program kerja sama pembangunan di bidang pengembangan sistem pasar dengan dukungan teknis dari Yayasan Kalimajari, sebuah organisasi lokal yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat.

Direktur Jenderal Perikanan Budi daya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, kerja sama yang dijalin tersebut juga melibatkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Dari kerja sama tersebut, diharapkan bisa menciptakan sistem pasar yang bermanfaat bagi seluruh aktor industri rumput laut.

“Kita sudah menyiapkan strategis percepatan peningkatan produksi rumput laut yang menginduk kepada peta jalan industrialisasi rumput laut nasional hingga lima tahun mendatang,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

baca : Kenapa Rumput Laut Indonesia Kalah Bersaing dari Korea Selatan?

 

Nelayan pembudi daya sedang memanen rumput laut di perairan di Sumba Timur, NTT. Foto : Humas KKP

 

Dalam peta jalan tersebut, salah satu misi KKP adalah menyediakan bibit rumput laut dari hasil kultur jaringan dan kebun bibit non kultur jaringan. Agar upaya tersebut bisa berjalan, KKP menyiapkan paket bantuan untuk disalurkan ke Lampung, Situbondo (Jawa Timur), Ambon (Maluku), Takalar (Sulawesi Selatan), dan Lombok (Nusa Tenggara Barat).

Tak cuma meningkatkan produktivitas, Slamet mengatakan bahwa Pemerintah juga berupaya untuk terus meningkatkan nilai ekonomi yang dihasilkan dari budi daya rumput laut. Untuk itu, KKP akan memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk menanamkan modalnya dari dari hilir ke hulu, sehingga tercipta hilirisasi yang baik.

“Itu untuk menggenjot nilai ekonomi menjadi lebih besar lagi,” tutur dia.

Selain itu, pengembangan klaster-klaster rumput laut di sentra produksi juga dilakukan untuk menghadirkan konektivitas yang efisien dari hulu yang menjadi sumber bahan baku sampai ke hilir yang menjadi pusat industri untuk menghasilkan barang olahan. Dengan demikian, akan ada peningkatkan nilai tambah dengan cepat.

Upaya lain untuk meningkatkan nilai tambah devisa ekspor, juga dilakukan Pemerintah dengan menggenjot ekspor dalam bentuk setengah jadi seperti Semi Refine Carrageenan (SRC) dan Refine Carrageenan (RC). Cara tersebut memungkinkan untuk dilakukan, jika melaksanakan pembinaan teknis pascapanen dan pengolahan untuk pembudi daya, pengolah, dan pemasar rumput laut.

“Dengan melakukan langkah-langkah strategis tersebut, diharapkan industri rumput laut Indonesia mampu menjadi sektor unggulan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, menyediakan lapangan kerja dalam jumlah signifikan, dengan tujuan utama untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” tegas dia.

baca juga :  Fakfak Jadi Sentra Rumput Laut Nasional. Seperti Apa?

 

Nelayan pembudi daya sedang memanen rumput laut di perairan di Sumba Timur, NTT. Foto : Humas KKP

 

Berkelanjutan

Di sisi lain, walau rumput laut menjadi komoditas andalan untuk produksi perikanan budi daya secara nasional, Slamet memastikan bahwa proses produksi akan tetap mengadopsi prinsip bertanggung jawab dan berkelanjutan. Dengan demikian, budi daya rumput laut bisa beriringan dengan upaya konservasi di laut yang sedang berjalan sekarang.

Ada beberapa langkah dan tips yang bisa diterapkan oleh pembudi daya ikan agar prinsip berkelanjutan bisa berjalan. Di antaranya, menggunakan bibit dari thallus (daun) yang terbaik; disiplin melakukan panen pada usia 40-45 hari; dan tidak menggunakan pupuk/probiotik/bahan pemacu pertumbuhan.

Kemudian, mencari kawasan budi daya yang baru untuk rotasi penanaman; menjaga lingkungan pantai dari sampah seperti plastik, pencemaran, dan lain-lain; tidak menjemur rumput laut di pasir dan dijaga dari bahan-bahan yang menempel lainnya dan yang terakhir.

“Juga, menutup rumput laut yang sedang dijemur dengan plastik atau terpal ketika hujan turun,” bebernya.

Penasihat Menteri Luar Negeri dan Perdagangan Australia Robert Brink pada kesempatan yang sama menyatakan bahwa saat ini banyak pemangku kepentingan yang sudah bersatu untuk menciptakan sistem pasar yang lebih baik di Indonesia. Menurut dia, kerja sama tersebut menjadi contoh yang baik karena bertujuan untuk meningkatkan produksi dan penyediaan benih rumput laut.

Bagi Robert, kerja sama bidang kelautan yang dijalin antara Indonesia dengan Australia menjadi kerja sama yang strategis karena dilakukan untuk mencapai manfaat ekonomi bagi masyarakat. Untuk itu, dia berharap program tersebut bisa mewujudkan target Indonesia agar nilai ekonomi yang dirasakan oleh masyarakat, terutama petani rumput laut bisa menjadi lebih besar lagi.

CEO Promoting Rural Incomes through Support for Markets in Agriculture (PRISMA) Goetz Ebbecke menjelaskan bahwa kolaborasi yang dilakukan antara Pemerintah Indonesia dengan sektor swasta menjadi langkah yang penting untuk meningkatkan kesejahteraan pembudi daya rumput laut, khususnya yang ada di daerah terpencil.

Untuk itu, PRISMA akan mengawal kerja sama tersebut untuk bisa menciptakan iklim budi daya rumput laut yang lebih efisien dan memiliki pasar yang baik untuk pemasaran. Semua harapan itu, akan bisa diwujudkan jika kerja sama yang dijalin bisa dilaksanakan dengan baik dan lancar.

perlu dibaca : Selain Ekonomis, Ternyata Rumput Laut Penyerap Karbon Tinggi

 

Desa Seriwe sebenarnya dikenal sebagai salah satu sentra rumput laut di Pulau Lombok. Untuk proses di daratan, didominasi oleh perempuan. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Fase Hulu

Direktur Yayasan Kalimajari I Gusti Agung Ayu Widiastuti mengatakan bahwa pelaksanaan PRISMA pada 2020 menjadi bagian dari fase kedua untuk program kerja sama peningkatkan produksi rumput laut di Indonesia. Tetapi, dibandingkan dengan fase pertama, pelaksanaan program pada fase kedua memiliki fokus yang berbeda.

Untuk fase kedua yang berlangsung dari 2020 hingga 2023, fokus dari program adalah pada fase hulu, terutama bagaimana menyediakan bibit dengan mudah yang memiliki kualitas dan kuantitas sama baiknya bagi para petani rumput laut. Sementara, untuk fase pertama, fokus yang dilakukan adalah pada fase hilir, di mana rumput laut dihasilkan dan diolah.

Ayu Widiastuti menambahkan, untuk bisa menjadikan rumput laut sebagai komoditas masa depan Indonesia, salah satu aspek yang harus dibenahi adalah memperbaiki pasokan stok bibit rumput laut yang berkualitas. Selain itu, juga memperbaiki produksi dan mempudah akses bagi petani rumput laut untuk bisa mendapatkan bibit yang sudah disediakan tersebut.

“Kita siap membangun strategi melalui kerja sama ini, untuk dapat menempatkan Indonesia tetap dalam posisi strategis sebagai produsen rumput laut terbesar dunia,” pungkas dia.

 

Seorang nelayan panen rumput laut. Dalam lima tahun terakhir, jumlah petani rumput laut di Desa Seriwe Lombok Timur berkurang. Foto: Fathul Rakhman/ Mongabay Indonesia

 

Diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara di dunia yang memiliki keunggulan dalam industri rumput laut. Sebagai negara segitiga karang dunia, rumput laut yang ada di Indonesia memiliki keunggulan dan keunikan. Tercatat, sebanyak 550 jenis rumput laut diketahui ada di perairan laut Indonesia.

Termasuk, salah satunya adalah jenis rumput laut bernilai tinggi, Eucheuma cottoni yang diperkirakan nilai total potensinya di Indonesia mencapai USD10 miliar per tahun. Merujuk data yang dirilis oleh Organisasi Pangan dan Agrikultur Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) pada 2019, Indonesia menjadi produsen nomor satu di dunia untuk jenis Eucheuma cottoni dan menguasai lebih dari 80 persen pasokan untuk dunia.

Untuk jenis tersebut, Indonesia sudah berhasil melakukan pengembangan dengan teknologi kultur jaringan melalui kerja sama antara KKP dengan Seameo Biotrop Bogor. Dengan kultur jaringan, jenis rumput laut unggulan tersebut, diharapkan akan bisa stabil dan tahan terhadap serangan penyakit.

Akan tetapi, walau sudah menghasilkan produksi kultur jaringan untuk Eucheuma cottoni, KKP sebenarnya sedang menghadapi tantangan ketersediaan bibit rumput laut yang berkualitas baik dan tahan terhadap serangan penyakit untuk seluruh Indonesia.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2019, rumput laut Indonesia diharapkan bisa menjadi pemimpin untuk pasar global pada 2021, khususnya industri karagenan dan agar-agar. Target itu diharapkan bisa berjalan baik, seiring dengan pengembangan rumput laut sebagai komoditas andalan di banyak daerah.

 

Exit mobile version