Mongabay.co.id

Perlindungan Laut Indonesia di Tengah Wabah COVID-19

 

Pemanfaatan teknologi saat ini menjadi aktivitas yang maksimal dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di tengah situasi darurat kesehatan nasional akibat pandemi COVID-19. Aktivitas tersebut dilaksanakan pada hampir semua lini kegiatan dan program yang diselenggarakan oleh KKP sepanjang 2020 ini.

Salah satu inovasi yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi adalah dalam proses penyidikan tindak pidana perikanan yang terjadi di seluruh Indonesia. Kegiatan tersebut dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP.

Direktur Jenderal PSDKP KKP Tb Haeru Rahayu mengatakan, dengan memanfaatkan teknologi, pihaknya masih tetap bisa menyelesaikan proses penyidikan sejumlah kasus penangkapan ikan secara ilegal yang terjadi beberapa bulan terakhir.

“Penggunaan video conference dalam proses penyidikan menjadi salah satu siasat agar penyidikan tindak pidana perikanan tidak terhambat di tengah semakin meluasnya pandemi COVID-19 belakangan ini,” ungkapnya di Jakarta dua pekan lalu.

Salah satu kasus yang diproses dengan memanfaatkan teknologi konferensi video, adalah penyidikan pelaku kasus penangkapan ikan secara ilegal yang proses hukumnya dilakukan di Pangkalan PSDKP Lampulo di Banda Aceh, Aceh.

baca : Tetap Bersiaga di Laut di Tengah Wabah COVID-19

 

Kapal Pengawas Perikanan Hiu milik PSDKP KKP. Foto : KKP

 

Dengan pemanfaatan teknologi, Haeru menyebutkan kalau Kepala Pangkalan PSDKP Lampulo Basri yang bertugas sebagai koordinator untuk penyidikan, bisa tetap leluasa melakukan penyidikan melalui penyidik yang bertugas. Semua proses itu dilakukan dengan protokol pencegahan dan penanganan COVID-19 yang diberlakukan Pemerintah Indonesia.

“Semua awak kapal asing yang ditangkap telah dilakukan isolasi terlebih dahulu selama 14 hari sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap tindak pidana perikanan yang dilakukan,” ucap dia.

Hal ini dilakukan, karena KKP ingin melindungi penyidik pegawai negeri sipil Perikanan (PPNS) yang bertugas dan juga sekaligus untuk mencegah potensi penularan COVID-19. Oleh itu, sebelum dilakukan penyidikan, awak kapal pelaku penangkapan ikan secara ilegal tersebut dilakukan lebih dulu pengukuran suhu tubuh secara rutin oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan Ulee Lheue dan Dinas Kesehatan Aceh.

Tentang keputusan menggunakan teknologi konferensi video, Haeru Rahayu menjelaskan, karena saat proses penyidikan sudah dimulai, ada penutupan akses jalan masuk di beberapa wilayah akibat merebaknya wabah COVID-19. Kondisi itu mengakibatkan sejumlah penerjemah yang berdomisili di provinsi berbeda tidak bisa ikut melakukan penyidikan secara langsung.

”Proses penyidikan harus tetap mengikuti norma yang diatur dalam hukum acara. Alhamdulillah dengan video conference dapat menjadi solusi yang baik,” tegas dia.

baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudi daya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

Ruang Nakhoda Kapal Pengawas Perikanan Hiu milik PSDKP KKP. Foto : KKP

 

Inovasi Teknologi

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Penanganan Pelanggaran KKP Drama Panca Putra menjelaskan bahwa penggunaan teknologi konferensi video dalam proses penyidikan, menjadi upaya Pemerintah Indonesia untuk memudahkan proses penyidikan yang sedang berjalan sekarang.

“Dalam hal ini, KKP sebelumnya telah berkoordinasi dengan pihak kejaksaan setempat,” tutur dia.

Setelah berkoordinasi dengan Kejaksaan, mereka memberikan dukungan atas apa yang dilakukan KKP dalam menjalankan proses penyidikan. Tetapi, semua proses tersebut diminta untuk bisa dilalui dengan perekaman melalui dokumentasi yang lengkap dan rinci, agar bisa dijadikan sebagai alat bukti dalam untuk proses pembuktian di Pengadilan.

Diketahui, pada 10 Maret 2020 KKP berhasil menangkap dua kapal ikan asing (KIA) berbendera Malaysia yang diawaki dua orang berkewarganegaraan Myanmar. Penangkapan tersebut dilakukan oleh Kapal Pengawas Perikanan Hiu 12 karena diduga KIA tersebut sedang melakukan penangkapan ikan secara ilegal di perairan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia (WPP NRI) 571 pada Selat Malaka.

Adapun, dua KIA yang ditangkap adalah PKB 1099 dan PFKB 776 yang dinakhodai dua WN Myanmar. Kedua pelaku beserta barang bukti saat ini dalam proses penyidikan yang dilakukan oleh Pangkalan PSDKP Lampulo, Aceh.

Selain menerapkan inovasi penyidikan dengan memanfaatkan teknologi konferensi video, KKP juga tetap melaksanakan tugas pengawasan di wilayah perairan laut seluruh Indonesia. Kegiatan itu terutama dilaksanakan di perairan WPP NRI 711 yang mencakup Laut Natuna Utara, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

baca juga : Presiden Himbau Masyarakat Makan Ikan di Tengah Pandemi COVID-19. Apakah Tepat?

 

Simulasi operasi laut dari aparat PSDKP KKP. Foto : KKP

 

Pengawasan itu dilakukan, karena Pemerintah Indonesia ingin memastikan para nelayan Indonesia yang ada di sekitar Laut Natuna Utara bisa tetap melaksanakan aktivitas penangkapan ikan dengan tenang tanpa merasakan ada ancaman dari KIA yang berasal dari negara tetangga.

Direktur Pemantauan dan Operasi Armada KKP Pung Nugroho Saksono mengungkapkan dalam melaksanakan pengawasan di Laut Natuna Utara, pihaknya menerjunkan lima armada kapal pengawas perikanan. Termasuk, dua di antaranya adalah kapal pengawas perikanan kelas A, yaitu KP Orca.

Adapun, lima kapal yang sengaja diterjunkan untuk menjaga wilayah perairan Laut Natuna Utara, di antaranya adalah KP Hiu Macan 1, KP Hiu 11, KP Orca 2, KP Orca 3, dan KP Hiu Macan Tutul 2. Kelima kapal tersebut bersama kapal nelayan yang ada di sana terus dipantau pergerakannya melalui Pusat Pengendali (Pusdal) KKP yang ada di Jakarta.

“Tujuannya adalah memastikan bahwa nelayan-nelayan kita beroperasi aman dan tak ada kapal-kapal asing yang akan mengganggu mereka selama di laut,” jelasnya.

baca : Terdampak COVID-19, Nelayan Harus Diberi Perhatian Khusus

 

Perlindungan Nelayan

Melalui pemantauan dari Pusdal, KKP berusaha melakukan analisa pergerakan kapal berdasarkan sistem pemantauan untuk pengawasan kepatuhan kapal perikanan dengan teknologi berbasis satelit. Adapun, yang dianalisa adalah melalui teknologi vessel monitoring system (VMS), automatic identification system (AIS), dan juga radar satelit.

“Penggunaan teknologi pemantauan ini tentu membantu kami untuk ’membersihkan jalan’ agar nelayan-nelayan kita aman selama melaut,” tambah dia.

Dengan menerapkan sistem pengawasan seperti itu, Pemerintah Indonesia ingin melaksanakan pengawasan sekaligus penjagaan wilayah perairan Laut Natuna Utara. Cara tersebut membuat kapal pengawas perikanan bisa menangkap KIA pelaku penangkapan ikan secara ilegal sekaligus menjamin nelayan Indonesia tetap bisa melaksanakan kegiatan penangkapan ikan secara rutin.

Menurut Pung Nugroho, diterapkannya sistem pengawasan seperti di atas, karena wilayah perairan Laut Natuna Utara adalah salah satu wilayah laut yang menjadi perhatian dari Pemerintah Indonesia. Untuk itu, dalam operasi di lapangan, KKP juga bekerja sama dengan instansi lain seperti TNI Angkatan Laut, Kepolisian RI, dan Badan Keamanan Laut (Bakamla).

baca juga : Dampak COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis

 

Dirjen PSDKP KKP, Tb Haeru Rahayu meninjau kapal ikan asing ilegal di Pangkalan PSDKP Batam, Senin (20/4/2020) bersama Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP), Ali Mochtar Ngabalin. Foto : KKP

 

Tenaga Ahli Utama Kantor Sekretariat Presiden (KSP) Ali Muchtar Ngabalin memberikan apresiasinya kepada KKP yang terus bekerja keras di tengah laut, meski situasi sedang tidak menentu akibat merebaknya COVID-19. Kinerja tersebut juga semakin menegaskan, bahwa Pemerintah Indonesia ingin melindungi kedaulatan Negara di laut, sekaligus melindungi para nelayan.

Menurut dia, Presiden RI Joko Widodo sangat tegas jika berbicara tentang kebijakan pengelolaan laut. Pada beberapa kesempatan, Presiden selalu menyampaikan bahwa kedaulatan atas wilayah perairan Indonesia, termasuk sumber daya perikanan merupakan hal yang tidak bisa ditawar-tawar.

”Sangat jelas pesan yang dikirimkan oleh Presiden, bahwa Laut Natuna Utara adalah wilayah berdaulat Indonesia,” ungkap dia.

Diketahui, dalam kurun waktu enam bulan terakhir, KKP berhasil menangkap 32 KIA ilegal yang terdiri dari 15 kapal berbendera Vietnam, 8 kapal berbendera Filipina, 8 kapal berbendera Malaysia, dan 1 kapal berbendera Taiwan.

 

 

 

Exit mobile version