Mongabay.co.id

Pasokan Ikan Berlebih, Tapi Tak Ada yang Beli

 

Nasib nelayan dan pelaku usaha perikanan, baik skala kecil ataupun besar saat ini sedang menghadapi ujian berat setelah merebaknya pandemic COVID-19 sejak awal Maret 2020. Sejak waktu tersebut, mereka harus mengalami penurunan pendapatan akibat ikan yang mereka tangkap tidak terjual banyak. Kondisi itu mengancam kesejahteraan keluarga nelayan yang ada sekarang.

Fakta di atas, diakui sendiri oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPT KKP) M Zulficar Mochtar saat menjadi pembicara dalam diskusi secara daring yang diselenggarakan oleh Safeguarding Against and Addressing Fisheries Exploitation at Sea (SAFE Seas) pekan lalu di Jakarta.

Menurut dia, produksi ikan untuk saat ini memang masih berjalan lancar di seluruh Indonesia. Tetapi, dengan produksi yang terus berjalan, masalah kemudian muncul karena ikan-ikan yang ditangkap tidak bisa diserap oleh pasar dengan baik. Dengan kata lain, saat ini sedang terjadi kelebihan pasokan (over supply) ikan di seluruh Indonesia.

“Ikan ada, produksi ada. Yang belum ada adalah mekanisme atau sistem yang bisa mengantisipasi, yang mengantar ke konsumen,” ucapnya.

baca : Dampak COVID-19, Harga Ikan Tangkapan Nelayan Turun Drastis

 

Nelayan Cilacap tengah mencari ikan di sekitar kawasan perairan selatan Cilacap, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Di sisi lain, saat ini banyak pasar ikan atau unit pengolahan ikan (UPI) yang ada di seluruh Indonesia tidak bisa beroperasi seperti sebelumnya, diakibatkan adanya larangan beroperasi karena untuk mencegah COVID-19. Akibat kondisi tersebut, gudang beku (cold storage) yang ada di sejumlah lokasi di seluruh Indonesia juga mengalami kelebihan daya tampung (over capacity).

Dampak dari semua itu, kemudian memicu terjadinya penurunan harga ikan hingga mencapai kisaran yang rendah dan mengakibatkan nelayan yang menjadi produsen ikan skala kecil harus mengalami kerugian yang tidak sedikit.

“Akibatnya, nelayan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hingga tidak mampu melaut kembali,” tambah dia.

Untuk melindungi nelayan yang terkena dampak, KKP memberikan stimulus ekonomi seperti bantuan moda transportasi distribusi ikan, pembukaan penerbangan kargo untuk ekspor, fasilitas pemasaran ikan secara daring, pembelian ikan oleh badan usaha milik Negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMND) di setiap provinsi.

Selain itu, stimulus ekonomi juga diberikan melalui bantuan perbekalan atau operasional nelayan, dan relaksasi pembayaran kredit nelayan, serta permodalan. Dengan semua stimulus tersebut, baik nelayan skala kecil maupun besar diharapkan bisa cepat beradaptasi dengan situasi sekarang.

baca juga : Meski Hasil Tangkapan Stabil, COVID-19 Berdampak pada Turunnya Permintaan dan Harga Ikan

 

Aktifitas jual beli ikan di TPI Alok Maumere Kabupaten Sikka, NTT yang tampak sepi dibanding sebelum merebaknya pandemi COVID-19. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

 

Perlindungan Nelayan

Menurut Zulficar, selain memberikan stimulus, yang harus dilakukan saat ini adalah bagaimana membuat perencanaan yang baik dan dibagi hasilnya kepada para nelayan yang menjadi ujung tombak di lapangan. Perencanaan tersebut terutama berkaitan dengan rencana melaut yang harus tetap berjalan meski kondisi sekarang sedang lesu secara ekonomi.

“Perlu perencanaan yang baik saat kita melaut, berapa es, berapa kemampuan kita jangan sampai banyak ikan semua ditangkap padahal kemampuan es terbatas. Jadi perlu pula rasionalisasi,” tutur dia.

Di sisi lain, walau saat ini ada kendala pada angkutan untuk distribusi ikan, tetapi Zulficar tidak menampik kalau saat ini juga ada permintaan izin untuk bisa menangkap ikan dari 700 kapal ikan lokal. Kondisi tersebut menjadi kontradiksi, karena selain distribusi yang mengalami kesulitan, tenaga kerja perikanan untuk awak kapal perikanan (AKP) juga otomatis berkurang karena COVID-19.

Untuk memecahkan persoalan tersebut, KKP saat ini terus mencarikan jalan keluar terbaik agar aktivitas melaut bisa tetap berjalan lancar, sementara keberadaan AKP juga tetap terlindung saat bekerja di atas kapal. Oleh itu, protokol kesehatan akan terus diterapkan sesuai dengan kondisi sekarang yang sedang dilanda pandemi COVID-19.

Pada kesempatan sama, National Project Officer Program Enabling Transboundary Cooperation for Sustainable Management of the lndonesian Seas (ISLME) organisasi pangan dan agrikultur perserikatan bangsa-bangsa (FAO) Muhammad Lukman mengatakan bahwa mekanisme distribusi ke konsumen menjadi hal yang penting dan wajib tersedia.

Tetapi, lebih dari itu, jaminan keamanan ikan ataupun bahan pangan yang akan didistribusikan juga sama pentingnya dan wajib dijaga oleh siapa pun yang terlibat di dalam prosesnya. Untuk itu, Pemerintah harus bisa memastikan bahwa selama proses sistem rantai dingin (cold chain) berjalan, dan tidak boleh ada produk yang terkontaminsasi.

“Kita perlu yakinkan costumer bahwa ikan itu aman. Kita perlu ada instrumen agar itu sampai dengan aman karena COVID-19 ini (penularannya) human to human. Kita perlu perbanyak sosialisasi, kampanye yang intensif,” ungkap dia.

baca : Protokol Penanggulangan COVID-19 Diberlakukan pada Perikanan Tangkap

 

Nelayan menyiapkan perbekalan sebelum berangkat melaut di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan, Jatim. Nelayan mengalami dampak pandemi covid-19, salah satunya harga ikan yang menurun. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Menurut Lukman, agar sistem rantai dingin bisa terjaga dan tidak terkontaminasi, perlu didirikan semacam lembaga yang bisa menjamin keamanan pangan dan sekaligus akan menjaga mesin rantai pangan. Terlebih, Indonesia adalah lumbung perikanan dan pemberi manfaat bagi dunia secara global.

Saat ini, dia menilai kalau Indonesia sudah menjadi negara yang bisa menjamin keamanan pangan dunia. Hal itu pula yang mendorong FAO untuk meminta Pemerintah di seluruh negara dunia untuk bisa bersama menjamin keamanan sistem rantai dingin, berkolaborasi, mendistribusikan, dan keamanan logistik.

“Negara-negara bisa membuka border restriction untuk menjamin perikanan yang safe,” jelasnya.

 

Rantai Pasok

Selain menjamin sistem rantai dingin bisa tetap aman atau tidak terkontaminasi, Lukman menyebutkan kalau kerja sama antar negara di dunia menjadi sangat diperlukan, karena bisa menjamin adanya rantai pasok (supply chain). Kemudian, dengan bekerja sama maka distribusi produk perikanan yang menjadi sumber pangan dunia juga bisa terlaksana.

Untuk itu, diperlukan kesepakatan di negara masing-masing tentang sistem rantai pasok yang akan dan sedang dibangun secara global. Jika ternyata sistem yang dibangun tersebut semakin baik, maka itu menjadi peluang bagi Indonesia untuk bisa muncul berperan sebagai penyedia kebutuhan pangan dunia.

“Distribusi ini berdimensi global. Tantangan global oleh karena itu ada sebuah dorongan atau komitmen regional untuk menjaga supply chain ini,” katanya.

baca juga : Ini Strategi Lindungi Nelayan dan Pembudidaya Ikan dari Dampak Wabah COVID-19

 

Sebuah truk mengangkut ikan beku dari sebuah gudang beku (cold storage). Foto : Humas KKP

 

Dorongan untuk mempersiapkan diri masing-masing negara, karena Lukman menyebut kalau FAO sudah mengungkapkan bahwa nanti akan ada momen di mana permintaan pangan dunia akan cukup signifikan. Dengan meningkatkan permintaan dunia, maka itu bisa menjadi peluang emas bagi Indonesia untuk menjadi pemimpin di dunia.

“Saat ini demand berkurang, pada suatu titik butuh pangan dalam jumlah besar. Ini peluang bagi Indonesia. Bukan hanya untuk pasar Indonesia tapi internasional,” tegas dia.

Sementara, Direktur SAFE Seas dari Yayasan Plan International Indonesia Nono Sumarsono mengungkapkan, perlindungan dan jaminan kesehatan bagi AKP dan nelayan di seluruh Indonesia menjadi hal yang penting dan wajib untuk dilaksanakan.

Dengan melaksanakan protokol tersebut, maka standar keamanan pangan juga akan ikut terjamin secara otomatis. Keadaan itu, akan mendorong seluruh produk perikanan dari Indonesia bisa menerapkan standar internasional dan sesuai dengan standar perlindungan buruh internasional.

Untuk itu, dalam melaksanakan prosedur produksi di lapangan, protokol kesehatan dan perlindungan wajib untuk diterapkan. Nono berharap, akan ada inspeksi di atas kapal untuk menjalankan pengelolaan dan pemantauan seluruh proses yang disebutkan di atas.

“Itu supaya benar-benar dijalankan secara multi disiplin, untuk masuk ke standar pencegahan COVID-19 di atas kapal ikan,” terangnya.

 

Exit mobile version