Mongabay.co.id

Bergerak Bersama untuk Serap Seluruh Produksi Perikanan

Nelayan memperbaiki jaring yang rusak. Jaring ini digunakan untuk tangkapan ikan tongkol. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Kelebihan produksi perikanan sampai sekarang masih terus terjadi di seluruh Indonesia. Kondisi yang tidak diharapkan tersebut bisa muncul, karena industri perikanan saat ini sedang terkena dampak dari wabah COVID-19 yang sedang menjadi pandemi dunia. Akibatnya, produksi ikan tidak bisa diserap oleh pasar dengan baik.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Pemerintah Indonesia terus terus berupaya untuk menyerap seluruh produksi perikanan dengan melibatkan badan usaha milik Negara (BUMN) secara langsung. Di antara yang terlibat, adalah dua BUMN yang bergerak pada sektor perikanan, yakni PT Perikanan Nusantara (Perinus) dan Perum Perikanan Indonesia (Perindo).

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabow mengatakan kedua BUMN tersebut akan melaksanakan tugasnya untuk menyerap semua hasil perikanan yang diproduksi para nelayan. Agar tugas tersebut bisa berjalan, Pemerintah Indonesia mengucurkan pinjaman kepada masing-masing BUMN sebesar Rp30 miliar atau total senilai Rp60 miliar.

Dengan kucuran dana tersebut, Edhy berharap akan ada penyerapan sekitar 3.000 produk perikanan yang berasal dari mitra BUMN, nasabah Bank Mikro Nelayan Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU LPMUKP), nelayan, dan pembudi daya ikan lain yang ada di seluruh Indonesia.

“Pinjaman dari BLU LPMUKP ini merupakan fasilitas pinjaman awal agar kedua BUMN bisa segera menyerap hasil nelayan dan pembudi daya ikan,” ucap dia seusai menyaksikan penandatanganan perjanjian antara BLU LPMUKP dengan Perinus dan Perindo di Jakarta, pekan lalu.

baca : Meski Hasil Tangkapan Stabil, COVID-19 Berdampak pada Turunnya Permintaan dan Harga Ikan

 

Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menyaksikan penandatanganan perjanjian fasilitas pinjaman antara KKP melalui Badan Layanan Usaha Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLULPMUKP) dengan Perum Perindo dan Perinus berlangsung di Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Rabu (29/4/2019). Perinus dan Perindo diberi pinjaman masing-masing Rp30 miliar untuk membeli produk perikanan nelayan selama pandemi COVID-19. Foto : KKP

 

Dalam keterangan resmi yang dikirimkan kepada Mongabay, Edhy Prabowo mengatakan bahwa keterlibatan dua BUMN perikanan diharapkan tidak hanya bisa menyerap hasil produk perikanan saja. Lebih dari itu, diharapkan akan berdampak secara untuk memperbaiki kehidupan nelayan dan pembudi daya ikan di tengah situasi darurat kesehatan akibat COVID-19.

“Tidak ada lagi ke depan ikan dikubur, tidak ada lagi ikan dibuang ke laut,” ujarnya.

Dengan melibatkan dua BUMN perikanan, diharapkan itu juga akan bisa menghentikan aksi spekulan yang membeli ikan dengan harga yang murah dan kemudian menjualnya dengan harga sangat mahal. Cara tersebut, diyakini akan berdampak pada kelancaran kegiatan usaha pemasaran produk perikanan di seluruh Indonesia yang terhambat karena COVID-19.

 

Penyerapan

Direktur BLU LPMUKP Syarif Syahrial pada kesempatan yang sama mengatakan, pengucuran dana kepada dua BUMN perikanan menjadi bentuk perhatian Negara terhadap nasib keberlangsungan hidup dan usaha para nelayan, serta pembudi daya ikan.

Tanpa penyerapan hasil produk perikanan yang baik, para nelayan dan pembudi daya ikan yang menjadi debitur BLU LPMUKP tidak akan mampu untuk melaksanakan kewajiban untuk mengembalikan pinjaman dengan tepat waktu. Untuk itu, penyerapan produk perikanan menjadi sangat penting bagi nelayan dan pembudi daya ikan, dalam kondisi apapun.

Menurut Syarif Syahrial, agar produk perikanan yang diserap bisa lebih banyak lagi, pihaknya sudah menyiapkan dukungan pembiayaan untuk melaksanakan pemasaran produk rumput laut, terutama dengan menggunakan skema sistem resi gudang (SRG).

“Kita semua berharap, BUMN Perikanan dapat segera menyerap hasil nelayan dan pembudidaya ikan kita. Dukungan fasilitas pinjaman LPMUKP ini kami harapkan mampu membantu BUMN Perikanan kita dalam menjalankan tugasnya di masa yang sulit ini,” ujarnya.

baca juga :  Begini Kondisi Nyata Nelayan NTT di Tengah Pandemi COVID-19

 

Ikan beku di sebuah cold storage. KKP memastikan cold storage yang berada di pelabuhan perikanan UPT Ditjen Perikanan Tangkap mampu menampung ikan hasil tangkapan ikan nelayan di tengah pandemi COVID-19. Foto : KKP

 

Direktur Utama Perum Perindo Farida Mokodompit menjelaskan, tugas untuk menyerap hasil perikanan dari nelayan dan pembudi daya ikan akan dilaksanakan oleh lima cabang dan 23 unit yang tersebar di banyak provinsi di Indonesia. Selain itu, untuk melancarkan proses penyerapan, pihaknya berkoordinasi dengan pihak lain agar penyerapan bisa semakin meluas.

Menurutnya, upaya yang dilakukan Pemerintah dengan melibatkan BUMN perikanan dalam melaksanakan tugas penyerapan produk perikanan, diharapkan bisa diikuti kementerian dan perbankan lain. Pihak-pihak tersebut, bisa mengikuti dengan caranya masing-masing, yakni bisa memberi pinjaman ataupun menyerap secara langsung.

Untuk teknik penyerapan, Farida menyebutkan bahwa yang menjadi prioritas adalah yang berada di sekitar lokasi cabang dan unit Perindo. Setelah itu, baru akan menjangkau lokasi lain melalui koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (DJPT KKP).

“Yang punya data cold storage dan nelayan-nelayan yang ikannya belum tertampung. Dengan adanya komitmen bersama membantu nelayan, saya pikir ini merupakan upaya terbaik yang bisa kita lakukan, sehingga nelayan tak rugi saat wabah ini,” tegasnya.

Farida menjelaskan, selain berkoordinasi dengan KKP, pihaknya juga sudah menyiapkan cabang dan unit Perindo sebagai lokasi utama untuk penyerapan melalui pemanfaatan gudang beku (cold storage) yang jumlahnya mencapai 15 unit. Seluruh gudang beku tersebut menyebar dari Aceh hingga Papua dan memiliki daya tampung maksimal 4.170 ton.

Selain melakukan pembelian ikan secara langsung untuk menyerap produk perikanan, Farida menyebutkan kalau Perindo juga akan memperkuat distribusi dan penjualan. Kemudian, Perindo juga berkoordinasi dengan sejumlah kepala daerah untuk meminta mereka memasukkan ikan sebagai paket bantuan kebutuhan pokok pangan.

“Secara khusus di DKI Jakarta kami ikut dalam dalam Program Warung Tetangga sebagai pemasok bahan pangan dengan sistem online dan memasukkan ikan dalam program warung pangan,” jelasnya.

baca juga : Terdampak COVID-19, Nelayan Harus Diberi Perhatian Khusus

 

Aktivitas pembersihan gurita di sebuah cold storage. KKP memastikan cold storage yang berada di pelabuhan perikanan UPT Ditjen Perikanan Tangkap mampu menampung ikan hasil tangkapan ikan nelayan di tengah pandemi Covid-19. Foto : KKP

 

Penurunan

Sebelumnya, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP M Zulficar Mochtar mengakui jika kehidupan nelayan saat ini sedang terancam karena terkena dampak wabah COVID-19. Dampak yang sangat terasa, adalah penurunan pendapatan akibat produk perikanan yang mereka tangkap tidak bisa diserap dengan baik oleh pasar.

Menurut dia, dengan kelebihan produksi yang saat ini terjadi di lapangan, kondisi tersebut memicu terjadinya kelebihan pasokan (over supply) ikan di seluruh Indonesia. Oleh itu, harus dicari mekanisme atau sistem yang tepat untuk bisa menyerap ikan dengan cepat meski situasi sedang dilanda darurat kesehatan seperti sekarang.

Dengan kondisi seperti itu, tidak heran jika saat ini banyak pasar ikan atau unit pengolahan ikan (UPI) yang ada di seluruh Indonesia tidak bisa beroperasi seperti sebelumnya. Akibat kondisi tersebut, gudang beku (cold storage) yang ada di sejumlah lokasi di seluruh Indonesia juga mengalami kelebihan daya tampung (over capacity).

Dampak dari semua itu, kemudian memicu terjadinya penurunan harga ikan hingga mencapai kisaran yang rendah dan mengakibatkan nelayan yang menjadi produsen ikan skala kecil harus mengalami kerugian yang tidak sedikit.

“Akibatnya, nelayan tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar hingga tidak mampu melaut kembali,” ungkapnya.

Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan dalam kesempatan berbeda mengatakan, hingga sekarang masih ada penyumbatan yang perlu diselesaikan oleh Pemerintah, karena produksi yang tinggi belum ditunjang oleh jalur distribusi yang mendukung.

“Produksi ikan di pulau Jawa dalam bulan April diperkirakan masih mencapai 39.000 ton, tertinggi dari seluruh pulau besar di Indonesia tapi sejumlah usaha pengolahan justru kekurangan raw material,” kata Abdi pekan lalu dalam sebuah diskusi virtual.

Sedangkan Direktur Proyek Safeguarding Against and Addressing Fisheries Exploitation at Sea (SAFE Seas) Nono Sumarsono mengatakan, meski produksi perikanan masih terus berjalan dengan normal, namun dia meminta Pemerintah Indonesia untuk menerapkan protokol kesehatan yang disiplin sesuai dengan standar yang diberlakukan organisasi kesehatan dunia perserikatan bangsa-bangsa (WHO).

“Pemerintah perlu segera mengeluarkan protokol kesehatan bagi awak kapal perikanan, nelayan dan pekerja perikanan di unit pengolahan ikan. Selain untuk melindungi mereka, itu menjadi bukti keseriusan Pemerintah untuk menghasilkan pangan yang aman,” ucap dia dalam kesempatan yang sama.

 

***

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Nelayan memperbaiki jaring yang rusak. Jaring ini digunakan untuk tangkapan ikan tongkol. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version