Mongabay.co.id

Banjir Lumpur dan Ikan Mati di Halmahera, Dampak Operasi Tambang Emas?

Ikan yang ma dampak banjir lumpur di sungai. Foto: Brosel Muri

 

 

 

Wabah Coronavirus disease 2019 (COVID-19), berdampak pada penghentian berbagai aktivitas. Warga diminta berdiam diri di rumah dan menjaga jarak. Di tengah kondisi ini di Desa Roko, Halmahera, 24 April lalu terjadi banjir lumpur dan ikan di sungai mati. Warga menduga, penyebab banjir lumpur dari perusahaan tambang di Lolodo-Galela Barat, perbatasan Halmahera Barat dan Halmahera Utara, Maluku Utara.

Dalam kejadian ini, sungai di Desa Roko Galela Barat, Halmahera Utara, penuh lumpur dan tanah. Sungai tercemar dan berbagai biota mati. Momen ini sempat diabadikan Brosel Muri, warga Roko dengan kebun dekat sungai dan masuk kawasan tambang. Hasil rekamannya, sempat viral di Facebook.

Dihubungi dari Ternate Brosel bercerita, saat kejadian itu baru selesai dari kebun kelapa di hutan Gogoroko. Kebetulan kebun dekat konsesi tambang PT Tri Usaha Baru (TUB). Kali Deha, anak Kali Tiabo, masuk konsesi perusahaan. Kali Tiabo, kali besar yang melingkari beberapa desa di Galela Barat. Air sungai ini oleh warga untuk kebutuhan sehari-hari, seperti mencuci, mandi dan makan minum.

Usai mengisi kopra ke karung, dia hendak mengangkut ke jalan utama melewati sungai. Dia kaget ketika di tepi sungai, ada air bercampur lumpur dan berbau tak sedap. Melihat ini, dia memutuskan mengabadikan melalui ponsel.

“Saya turun angkat kopra, sekira pukul 14.00. Waktu itu Kali Deha penuh lumpur yang mengalir. Saat itu tidak ada hujan, kok air kabur dan seperti banjir. Air yang kabur karena hujan warna beda. Saya coba masuk kaki ke air. Yang saya rasa bukan air tapi lumpur.” Makanya saya curiga itu limbah yang dibuang perusahaan. Kecurigaan kuat limbah karena ikan dan biota lain ikut mati,” katanya, seraya bilang banyak ikan mati.

Air berlumpur ini bahkan meluap ke kebun-kebun warga. “Sungai di Gogoroko ini tembus ke Kali Tiabo karena itu jelas air dan lumpur ini sampai ke Kali Tiabo bahkan sampai ke laut,” katanya.

Setelah kejadian ini, dia coba melapor ke pemerintah desa tetapi tidak ada tanggapan. “Saya sudah lapor kades balik dari perusahaan ke kampung saya tanya. Dia bilang perusahaan mengaku bukan limbah, tapi tanah gusuran yang masuk sungai,”katanya.

Brosel heran, kalau tanah gusuran mengapa ikan ikut mati. Dia menyuarakan ini karena dari dulu air sungai itu jadi sumber air bersih warga untuk makan minum, mandi dan mencuci.

Senada dikatakan Narno Sasamu, warga yang punya kebun di Gogoroko. Pada 21 dan 22 April lalu bersama satu rekan mengecek lahan yang tergusur perusahaan. Mereka hendak bertemu perusahaan. Usaha mereka dihalangi keamanan perusahaan.

“Ada kawan dari Roko menginformasikan banjir limbah masuk Kali Deha di Gogoroko. Ada kebun masyarakat juga kena lumpur. Lumpur juga membuat banyak ikan mati,” katanya.

Di kawasan ini ada dua kali kecil, satu menuju Kali Tiabo dan satu melewati camp perusahaan. Ternyata, katanya, air yang melewati camp perusahaan tak ada lumpur, hanya yang ke Kali Deha.

“Dugaan kami, jangan- jangan air pengolahan emas itu jebol hingga masuk kali. Kami duga seperti itu,”katanya.

 

Air Kali Deha, berubah keruh setelah banjir lumpur. Foto: Brosel Muri

 

Yehuda Gabian, tokoh masyarakat Roko juga mantan kepala desa mendapatkan informasi dari warga kejadian ini.

Masyarakat, katanya resah dengan perusahaan tambang ini. Pada 25 April lalu ada informasi kebun warga penuh lumpur karena luberan dari sungai “Saya tidak saksikan langsung tetapi masyarakat mengambil gambar dan mendokumentasikan. Saat itu, tidak ada hujan, kenapa tiba- tiba banjir? Dugaan kami air rendaman pengolahan emas mengalami kebocoran dan masuk sungai. Tanpa hujan pun muncul banjir.”

Karena masalah ini berhubungan hajat hidup orang banyak, dia meminta pemerintah menindak pihak yang merusak lingkungan dan air sebagai sumber hidup.

Kali Tiabo, katanya, sumber kehidupan masyarakat Galela Barat. Kali ini melewati beberapa desa sepanjang aliran Sungai Tiabo, dan bermuara ke pesisir Pantai Mamuya dan Gilitopa dan Simau.

Kalau tercemar, katanya, sangat berbahaya.“Kami minta ketegasan pemerintah menindak perusak lingkungan. Air dan ikan di sungai sudah takut dikonsumsi. Kami sesalkan juga aparat pemerintah desa ketika dilapori tidak peduli.”

Data dihimpun Mongabay TUB adalah perusahaan tambang emas, take over dari perusahaan sebelumnya PT Gunung Emas Indonesia, atau Indonesia Mountain Gold. Perusahaan ini mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) lewat Surat Keputusan (SK) Gubernur Malut, Nomor 212 Tahun 2015 dengan tanggal berakhir Agustus 2019.

Izin eksplorasi di area 7792.40 hektar, dengan wilayah garapan masuk ke Kecamatan Loloda, Halmahera Barat berbatasan dengan Galela Barat Halmahera Utara.

Di kawasan ini juga ada PT. HJM, mengantongi IUP lewat SK Gubernur Malut Nomor 198.5 tahun 2016 dengan tanggal berakhir Desember 2036. Izinnya, operasi produksi emas pada area seluas 1.500 hektar di Halut. Saat ini, Desa Roko berpenduduk sekitar 280 keluarga masuk area operasi HJM. TUB sendiri tahap eksplorasi dan memasuki pembangunan infrastruktur.

Stevi, Kepala Bagian Humas TUB dihubungi via handphone mengaku akan mengklarifikasi tudingan warga ini. “Kami akan mengklarifikasi berita nanti pak, saya lagi menunggu instruksi selanjutnya,” katanya menjawab pertanyaan via aplikasi whatsapp kepada Mongabay.

Dia mengatakan, tuduhan warga soal pencemaran itu tak berdasar. Dia menyebut,  sebagai bentuk rekayasa oknum- oknum yang tak bertanggung jawab. “Yang bisa saya sampaikan di sini, semua tuduhan yang disampaikan oknum- oknum tidak bertanggung jawab itu, tidak benar. Itu hanya rekayasa oknum-oknum tertentu untuk memprovokasi masyarakat banyak demi kepentingan mereka.”

Fachrudin Tukuboya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Malut, mengaku belum tahu detail kasus ini. Dia berjanji segera menindaklanjuti informasi ini dengan menugaskan staf mengecek langsung ke lapangan.

“Kita siapkan staf turun mengecek dan mengambil sampel air untuk diuji. Nanti dilihat apa benar tercemar dari limbah perusahaan atau bukan. Dari uji lab itu baru kita mengambil sikap.”

 

***

Keterangan foto utama: Ikan yang mati dampak banjir lumpur di sungai. Foto: Brosel Muri

 

Exit mobile version