Mongabay.co.id

Kemarau Datang, Waspada Kebakaran Hutan di Masa Pandemi

Ancaman kebakaran belum usai. Meskipun titik api, sempat mereda, dan beberapa wilayah hujan, tetapi karhutla mesti tetap diwaspadai, terutama di Kalbar dan Papua. Foto: KLHK

 

 

 

 

Memasuki musim kemarau, kebakaran hutan dan lahan jadi bencana tahunan negeri ini. Kondisi jadi makin horor kala ada karhuta di masa pandemi Virus Corona ini. Warga yang terpapar karhutla rentan gangguan kesehatan, termasuk Corona. Upaya-upaya antisipasi harus segera pemerintah dan berbagai pihak lakukan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, secara umum Pulau Sumatera, terutama di Riau, sebagian Sumatera Utara dan Jambi, sudah memasuki musim kemarau. Puncaknya, Agustus-September di Riau, Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara dan Kalimantan Timur.

“Karhutla tetap jadi prioritas kerja pemerintah. Sebagaimana arahan Bapak Presiden, meski kita menghadapi masa sulit karena penyebaran Corona, namun pelayanan prioritas tidak boleh terganggu. Kerja lapangan dan koordinasi tim supervisi tetap jalan mengantisipasi karhutla, terutama di wilayah rawan,” kata Siti Nurbaya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Untuk antisipasi, sejak Maret lalu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menyurati para kepala daerah, swasta dan pemangku kawasan untuk mewaspadai karhutla. Upaya pencegahan karhutla di masa pandemi ini, katanya, tetap jalan dengan meningkatkan partisipasi aktif dari berbagai pihak.

Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG menjelaskan, Indonesia tahun ini mengalami El-Nino netral dengan kekeringan pada musim kemarau lebih tinggi dibandingkan normal.

“Awan hujan masih tersedia sekitar April-Mei, hingga ini waktu yang tepat untuk menyelenggarakan TMC pada beberapa provinsi rawan karhutla untuk mengisi embung dan membasahi gambut,” katanya.

Miming Saepudin, Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG mengatakan, awal musim kemarau sudah mulai sejak Mei ini. “Puncaknya, kita prediksi Agustus dengan frekuensi jumlah wilayah antara lebih dari 64%,” katanya.

Adapun perkiraan daerah yang mengalami kemarau lebih kering dari normal dengan indikator curah hujan relatif di bawah normal termasuk daerah rawan karhutla, antara lain, Riau bagian utara, sebagian Lampung dan beberapa wilayah Sumatera Selatan.

Pada Mei ini, BMKG melihat beberapa wilayah masih cukup basah kecuali Riau dengan curah hujan relatif menengah hingga berpotensi karhutla. Namun, menjelang Juni-Juli, kondisi curah hujan relatif rendah. “(Di Riau) potensi karhutla harus lebih diwaspadai terutama untuk tiga bukan ke depan.”

BMKG mengimbau, pemerintah segera lakukan teknologi modifikasi cuaca pada masa ini karena bibit awan masih banyak yang dapat disemai.

Berdasarkan titik api satelit Terra/Aqua di situs resmi KLHK periode 1  Januari-7 Mei 2020 sebanyak 765 titik. Pada periode sama 2019, hotspot 1.222 titik. Artinya, ada penurunan hotspot 457 titik atau 37,40%. Jumlah hotspot pada tujuh provinsi prioritas pemerintah rawan kebakaran mencapai 356 titik, dengan 320 di Riau.

 

Kebakaran di PT MAS, Muarojambi pada 2019. Foto: Yitno Suprapto/ Mongabay Indonesia

 

Luas kebakaran lahan dan hutan periode 1 Januari-31 Maret 2020 sudah 8.254 hektar. “Luasan hutan dan lahan, gambut 4.551 hektar dan mineral 3.704 hektar,” kata R. Basar Manullang, Direktur Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK dalam konferensi pers via daring BNPB di Jakarta.

Riau menempati urutan pertama 2.765 hektar, diikuti Papua Barat 1.419 hektar, Kalimantan Barat 770 hektar, Kalimantan Tengah 725 hektar, Papua 719 hektar, dan Sumatera Utara 559 hektar. Lalu, Kalimantan Timur 348 hektar, Sumatera Barat 245 hektar, Nusa Tenggara Barat 291 hektar, Maluku 174 hektar, Sulawesi Tengah 157 hektar, Sulawesi Selatan 37 hektar, Aceh 32 hektar, Sulawesi Tenggara 10 hektar, dan Kalimantan Selatan dua hektar.

“Kita berharap dengan prediksi dari BMKG, tahun ini tidak lebih kering dari 2019, kebakaran lebih kecil.” KLHK juga terus upaya deteksi dini.

 

Jangan santai

Bambang Hero Saharjo, Guru Besar Kehutanan IPB mengatakan, data karhutla 2019 seluas 1,64 juta hektar mengalami peningkatan tinggi. Peningkatan kebakaran gambut pun cukup tajam di beberapa wilayah, seperti Sumatera Selatan dari 2.071 hektar jadi 136.875 hektar dan Jambi dari 633 hektar ke 24.045 hektar.

Tahun ini, katanya, kebakaran sudah terjadi sejak awal tahun. Pada 15 April 2019, kebakaran terjadi di Pulau Rupat dan Dumai, Riau. Sebelumnya, 12 April kebakaran di Taman Nasional Way Kambas, Lampung. Wilayah konservasi ini rumah bagi populasi badak Sumatera, satu spesies mamalia paling langka dan paling terancam punah di dunia.

“Jadi jangan kira karna COVID-19, orang berhenti membakar, tidak. Mereka tetap menjalankan aksinya.”

Dia pun meminta, pemerintah tak bersantai dalam antisipasi karhutla, pasalnya dampak akan kompleks. “Informasi ini menegaskan untuk kita jangan lengah dan harus tahu masalahnya.”

Untuk itu, dia meminta upaya pencegahan terus dilakukan, terutama kepada masyarakat dengan cara bijak dan beradab, audit kepatuhan pengendalian karhutla. Yang tak patuh, katanya, kena sanksi administrasi, memastikan titik penaatan muka air di bawah 0,4 meter bagi wilayah konsesi yang ada gambut.

“Jangan biarkan lahan anda terbakar karena itu merupakan tindak pidana dan berdampak pada lingkungan dan manusia yang berdampak sangat buruk.”

Kebakaran dalam Taman Nasional Way Kambas itu sekitar tiga km dari area restorasi yang dikelola taman nasional bersama Yayasan Auriga Nusantara. Syahrul Fitra, peneliti Auriga mengatakan, ada dugaan kebakaran itu terjadi oleh para pemburu untuk membersihkan semak belukar dan muncul ilalang dan itu menarik bagi hewan. ”Kebakaran masih terjadi di Way Kambas, hampir setiap tahun dan daerah lain seperti Riau.”

Fokus pemerintah, kata Syahrul, akan terpecah, sedang pencegahan dan penanggulangan COVID-19, akan berdampak pula pada penanganan kebakaran hutan karena ada imbauan pembatasan sosial skala besar (PSBB). “Kegiatan restorasi, mulai 2020 ini tidak banyak perkembangan,” katanya.

Pemerintah, katanya, perlu memastikan pemulihan di konsesi perusahaan terus jalan dan meminta tidak beroperasi. Auriga menemukan, beberapa perusahaan sudah pembukaan lahan.

MR Karliansyah, Dirjen Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, KLHK, mengatakan, situasi COVID-19 ini memberikan tantangan pada kerja lapangan. “KLHK sangat membutuhkan kerjasama dari semua perangkat terkait di daerah agar tidak terjadi karhutla, terutama di Sumatera Selatan yang termasuk daerah rawan,” katanya.

Upaya pencegahan karhutla melalui pemulihan ekosistem gambut, dan capaian ketaatan tinggi muka air tanah (TMAT), katanya, merupakan kewajiban perusahaan. Selain itu, menghadapi musim kemarau di Sumatera, KLHK juga menyiapkan peta kelembapan tanah (soil moisture), dan dapat diakses di pkgppkl.menlhk.go.id.

”Data ini dapat menjadi dasar respon kebijakan untuk mitigasi kewaspadaan karhutla, dan operasi darat serta udara bisa lebih fokus. Kita akan TMC pada tiga provinsi rawan, yakni, Riau, Jambi dan Sumsel.”

 

Tanam tanpa bakar. Sekam padi setelah jadi arang dapat digunakan pada tanah gambut untuk menetralkan keasamannya tanpa membakar lahan itu. Foto: Suryani/ Mongabay Indonesia

 

Gambut kering

Hasil pantauan Badan Restorasi Gambut (BRG) sejak April-Mei ini ada tiga provinsi rawan mengalami karhutla karena lahan gambut di daerah itu kering. “Kita harus waspadai tiga provinsi, yakni, Riau, Jambi dan Kalimantan Barat,” kata Haris Gunawan, Deputi Penelitian dan Pengembangan BRG.

Riau, jadi provinsi potensi karhutla paling tinggi. Ada enam kebakaran diprediksi memiliki rawan karhutla dalam 10 hari ke depan, yakni, Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis, Dumai, Siak, Indragiri Hilir dan Pelalawan. Setelah itu, Kalimantn Barat. BRG terus kerja komprehensif meminimalkan kebakaran gambut.

Myrna A Safitri, Deputi Bidang Edukasi, Sosialisasi, Partisipasi dan Kemitraan BRG mengatakan, BRG telah pengecekan kembali infrastruktur yang dibangun guna antisipasi karhutla. Masa pandemi ini, katanya, beberapa kegiatan di lapangan harus ditunda.

“Kami terus mengingatkan masyarakat, kebakaran gambut dan COVID memiliki kesamaan, sama-sama menyerang pernapasan. Maka kalau sekarang kita harus berjibaku lawan COVID, tolong jangan diperparah keadaan ini dengan kegiatan-kegiatan tidak bertangung jawab dengan bakar gambut. Karena itu akan buat situasi lebih parah.”

Pada tingkat tapak, BRG mendampingi 394 desa peduli gambut, dengan memberikan pendampingan untuk pemberdayaan ekonomi dan pelatihan pembersihan lahan tanpa bakar serta sistem pengembangan pertanian lebih ramah lingkungan.

Dia meminta dukungan dari kepala daerah untuk memberikan panduan bagi desa-desa itu mengenai pemanfaatan dana desa restorasi gambut dan pencegahan kebakaran.

 

Murid SDN 189 Pekanbaru sebelumnya tidak mengenakan masker ke sekolah. Sebagian hanya menggunakan masker kain yang dicuci ulang. Pemerintah harus serius lagi dalam penyediaan masker yang layak, yang mampu menghalangi atau setidaknya meminimalisir PM2,5. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Risiko tinggi

Basar mengatakan, KLHK masih melihat ada beberapa kluster daerah di provinsi rawan karhutla terus terbakar sejak 2015 sampai saat ini. Di Riau, ada sembilan kluster mengalami kebakaran berulang, Jambi dan Sumatera Selatan ada delapan kluster, Kalimantan Barat (4), Kalimantan Tengah (8) kebanyakan di lahan gambut, Kalimantan Selatan (6) dan Kalimantan Timur empat kluster.

Menurut Bambang Hero, data terkait karhutla per kabupaten memang memiliki kecenderungan pola berulang berada dalam kecamatan atau lintas kabupaten. “Penggunaan beragam, mulai dari kawasan hutan yang jadi sawit atau semak belukar.”

Dia memiliki peta risiko kebakaran, mulai dari peta kemudahan terbakar dan kesulitan dalam memadamkan kebakaran. ”Kita sudah ada peta itu jika mau digunakan. Kami siap bagikan. Kenapa saya katakan berulang, karena saya itu harus ke lokasi.”

Jarot Winarno, Bupati Sintang, Kalimantan Barat mengatakan, dampak ekonomi dari COVID-19 bisa mendorong masyarakat yang tak memiliki alternatif pendapatan meningkatkan risiko pembukaan lahan dengan cara membakar.

“Kalau bakar lahan untuk tanam sawit, lada, ya tangkap. Kalau bakar untuk lahan padi lokal, mentimun, ya oke,” katanya.

Langkah antisipasi pun dia lakukan dengan mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 18/2020 tentang Tata Cara Pembukaan Lahan bagi Masyarakat di Sintang. Regulasi ini, salah satu mengatur tentang pembakaran lahan terbatas dan terkendali dan penghormatan terhadap kearifan lokal masyarakat adat.

Tak hanya itu, regulasi ini juga mengatur larangan membakar lebih dari dua hektar dan dalam satu hari maksimal pembakaran 20 hektar dalam satu dusun.

Dia mengusulkan, perlu ada stimulus kepada perusahaan-perusahaan yang terbukti tak membakar gambut dan hutan. Hal ini bisa jadi langkah antisipasi ke depan. Dia berencana merancang basic income menyeluruh kepada masyarakat untuk peningkatan bantuan pengamanan ekonomi dan sosial masyarakat.

Helikopter BNPB, melakukan bom air pada lahan terbakar di Rimbo Panjang, Kampar, Riau. Kebakaran sudah berlangsung hampir satu minggu pada Januari 2020. Foto: Suryadi/ Mongabay Indonesia

 

Hujan buatan

Guna mengantisipasi karhutla di gambut, pemerintah mengambil langkah untuk teknologi modifikasi cuaca (TMC). Alue Dohong, Wakil Menteri LHK mengatakan, antisipasi karhutla dengan pencegahan melalui pendekatan darat dan udara.

“Pencegahan karhutla melalui udara bisa dengan TMC untuk membasahi gambut, mengisi embung dan kanal yang sudah dibangun,” katanya.

Sedangkan pencegahan karhutla melalui patroli terpadu dan memeriksa kondisi sumur bor serta sekat kanal supaya senantiasa berfungsi baik dan siap pakai.

BPPT sudah TMC di Riau dengan 27 sorti, menghasilkan hujan hampir setiap hari dengan volume 97,8 juta meter kubik. Kondisi ini, katanya, menyebabkan hotspot di Riau pernah berkurang hingga nihil. Tantangan karhutla di Riau, katanya, dinilai sangat besar saat musim kemarau ini.

Sejak awal Mei, pemerintah mengupayakan TMC untuk pembasahan lahan gambut di lokasi yang teridentifikasi rawan kebakaran, seperti, Riau (Bengkalis, Pelalawan), Sumatera Selatan (Musi Banyuasin dan Ogan Komering Ilir), dan Jambi (Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur).

Bambang Hendroyono, Sekretaris Jenderal KLHK bilang, pelaksanaan TMC berbiaya cukup besar. Pelibatan semua pihak, baik pemerintah maupun korporasi yang bertanggung jawab pada konsesi harus ditingkatkan.

“Biaya TMC cukup besar, jadi harus dilakukan pada area prioritas yang terjadi karhutla berulang selama lima tahun terakhir, hingga lokasi turun hujan buatan hasil penyemaian awan bisa secara efektif mencegah karhutla,” katanya.

Adapun tantangan dalam kondisi saat ini, katanya, beberapa daerah rawan karhutla telah menetapkan PSBB yang menyebabkan ruang gerak operasional penanggulangan karhutla terbatas. Fokus satgas pun, katanya, terpecah karena ada peningkatan wabah COVID-19 membuat kerawanan meningkat, peningkatan potensi karhutla karena ada penurunan kesejahteraan masyarakat, pemutusan hubungan kerja dan program asimilasi napi COVID-19. Tak hanya itu, ancaman kesehatan petugas lapangan pun jadi kerentanan tersendiri maupun ketersediaan anggaran pada musim kemarau.

 

Bahaya ganda

Pandu Riono, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia mengatakan, dampak kesehatan asap karhutla kaitan erat dengan penyakit pernapasan. Hasil studi mahasiswa di Universitas Riau, dampak karhutla di Riau ini menyebabkan peningkatan penyakit TBC.

“Saya khawatir kalau beberapa wilayah itu akan mendapat beban ganda. Hingga penyelesaian pun harus spesifik, lokal,” katanya.

Masyarakat dengan gangguan kesehatan paru, katanya, rentan terkena Virus Corona dan rentan mengalami kematian.

Pencegahan karhutla, katanya, harus terus jalan terutama di daerah-daerah rawan kebakaran hutan agar penduduk di daerah itu tidak mengalami gangguan kesehatan paru.

Bambang mengatakan hasil studi 2015 bersama NASA (Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat) menyebutkan, asap kebakaran gambut mengandung 90 senyawa gas yang berbahaya bagi manusia, seperti furan dan hidrogen sianida.

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Waspada karhutla di masa pandemi. Foto: BNPB

Petugas sedang memadamkan kebakaran yang terjadi di savana pulau Gili Lawa Darat dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) kabupaten Manggarai Barat, Flores, NTT pada Rabu (1/8/2018). Foto : Balai TNK/Mongabay Indonesia.

 

 

 

 

 

Exit mobile version