Mongabay.co.id

Lubang Galian Batu Bata di Langkat Telan Korban, Walhi: Pengawasan Lemah

Ilustrasi. Lubang-lubang tambang menganga tak ada reklamasi, dari lubang galian batubara, timah, emas, sampai batu bata. Korban pun berjatuhan seperti di Langkat ini. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Siang itu, Muhammad Reza, remaja usia 16 tahun sudah berjanji dengan teman-temannya untuk bermain. Pelajar di Kota Medan ini sedang berada ke rumah neneknya, di Langkat, Sumatera Utara. Sekolah libur atau belajar di rumah karena masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) ini.

Pada Sabtu (2/5/20), Reda bermain dan berenang bersama teman-temannya di lubang bekas galian batu bata di Dusun Tanjung Mulia, Desa Sukamulya, Kecamatan Serangan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, tak jauh dari rumah sang nenek.

Iptu Mahruzar Sebayang, Kapolsek Secanggang, bersama sejumlah anggota dibantu warga setempat berusaha mengevakuasi Reza, dan melarikan ke Puskesmas terdekat. Sayangnya, nyawa Reza tak tertolong.

Mahruzar mengatakan, lubang bekas galian batu bata ini berada di area hak guna usaha (HGU) PTPN II. Mereka masih menyelidiki guna mengetahui pemilik bekas galian batu bata ini.

“Kita masih penyelidikan termasuk siapa pemilik galian batu bata ini. Akan kita dalami.”

Di Sumut, lubang tambang perenggut nyawa manusia, bukan saja terjadi di Langkat. Di Mandailing Natal, galian lubang tambang emas ilegal juga menelan lebih delapan orang.

Khairul Bukhari, Kepala Departemen Advokasi, Kampanye dan Kajian Walhi Sumut mengatakan, tata kelola pertambangan di Sumut, karut marut. Pengawasan dalam mengeluarkan izin, katanya, harus ketat.

“Masih banyak lubang tambang tidak reklamasi sebagaimana mestinya, ” kata Ari, sapaan akrabnya, pekan lalu.

Dia bilang, ada ratusan izin tambang tanah urug, disebut galian C. Terbanyak dapat dilihat di Mandailing Natal dan Langkat serta Deli Serdang. Di Langkat dan Mandailing Natal, ada ‘izin ilegal’ alias izin keluar tanpa prosedur dengan mengabaikan aspek lingkungan dan sosial.

 

Minyak mentah hasil tambang tradisional di Langkat, Sumut. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Dari pengumpulan data mereka, banyak lubang tambang tak reklamasi pasca penggalian. Teknik pengawasan inspektur tambang di pusat dan provinsi, katanya, tak berjalan. Pengawasan lapangan terhadap izin-izin pertambangan oleh Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) pun lemah. Bahkan, mereka terkesan tak berani bertindak terhadap tambang ilegal sekalipun.

Pemerintah Sumut, katanya, perlu membentuk tim terpadu guna perbaikan tata kelola pertambangan agar bisa benar-benar melihat sektor ini secara komprehensif baik dari segi administratif, finansial, teknis, kewilayahan dan lingkungan.

Sisi administrasi, kata Ari, diduga masih ada izin tidak punya analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) maupun UKL/UPL. Padahal, dokumen-dokumen ini berperan penting dalam mencegah dampak lingkungan maupun sosial dan lain-lain.

Sampai jatuh korban jiwa di lubang tambang, katanya, karena pembiaran pemerintah terhadap perusahaan.

Dia mendesak, Pemerintah Sumut menindak tegas penambang sekaligus kaji ulang seluruh izin, dan moratorium izin melalui SK gubernur.

Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Sumut , ada 260 Izin tambang operasi produksi di provinsi itu. Data 2019, di Langkat saja, ada sekitar 72 izin tambang operasi produksi. Itu yang berizin, usaha-usaha tambang tak berizin juga ratusan.

“Ini yang belum ada tindakan hukum tegas. Saya bertanya kepada Dinas ESDM soal tambang ilegal ini ada 200-an. Ini tak mereka tindak tegas.,” katanya seraya bilang, tambang ilegal sangat merugikan negara dari sisi pajak, belum lagi kerusakan lingkungan, infrastruktur jalan, serta dampak kesehatan masyarakat.

Dari sisi lingkungan, kata Ari, sangat serius karena banyak tambang ilegal maupun berizin tak menaati aturan perundang-undangan. Hingga kerusakan lingkungan rawan terjadi dan lagi-lagi masyarakat bisa jadi korban, seperti kalau terjadi bencana alam.

Belum lagi, katanya, perusahaan yang menambang di kawasan hutan berpotensi merusak keragamanhayati karena habitat mereka hancur. “Ini jadi tanggung jawab besar bagi pemerintah.”

 

Keterangan foto utama: Ilustrasi. Lubang-lubang tambang menganga tak ada reklamasi, dari lubang galian batubara, timah, emas, sampai batu bata. Korban pun berjatuhan seperti di Langkat ini. Foto: Lusia Arumingtyas/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version