Mongabay.co.id

Warga dan WALHI NTT Tolak Tambang dan Pabrik Semen di Manggarai Timur. Kenapa?

 

Ketenangan hidup warga kampung Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT) terganggu. Warga kampung dikejutkan dengan adanya investasi pembangunan pabrik semen di wilayahnya.

Dari 60 Kepala Keluarga (KK) yang ada di Kampung Luwuk, 41 KK tidak memiliki sawah sementara sisanya 19 KK memiliki sawah. Dari 19 KK pemilik sawah tersebut, 8 KK mendukung dan 11 menolak pembangunan pabrik semen.

Koordinator Luwuk-Lolok Diaspora, Maximus Rambung kepada Mongabay Indonesia, Jumat (8/5/2020) menyebutkan, informasi yang diperoleh, tambang batu gamping sekaligus pabrik semen akan dikelola dua perusahaan PT. Istindo Mitra Manggarai (IMM) dan PT. Singa Merah (SM).

Lokasi tambang batu gamping di Lolok, kata Maximus, seluas 505 hektare. Sedangkan pabrik semen akan dibangun di tengah areal persawahan di Luwuk.

Dari info yang diperoleh, sebut Maximus, PT. Singa Merah berinduk ke perusahaan Hongshi asal Cina. Dana investasinya  Rp.7 triliun. Hasil survei perusahaan tahun 2018, sebutnya, kandungan batu kapur di Manggarai Timur ± 500 juta ton. Kapasitas produksi pabrik semen sebesar 8 juta ton per tahun sehingga butuh 62,5 tahun baru batu kapur tersebut habis.

“Untuk kebutuhan pabrik semen dibutuhan air 15 ribu meter kubik per hari. Tenaga kerja yang dibutuhkan 400 orang dengan  komposisi 30 persen tenaga kerja asing dan 70 persen dari Indonesia. Dari informasi yang ada, di Lolok mereka butuh lahan 505 hektare utuk tambang batu gamping,” sebutnya.

baca : Soal Moratorium Tambang, Gubernur NTT Ditagih Janji Utamakan Pariwisata dan Pertanian

 

Padi di lahan sawah produktif milik warga masyarakat adat Lengko Lolok Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Barat,NTT. Foto : Hilbertus Gunawan/Mongabay Indonesia

 

Alasan Penolakan

Kenapa warga menolak tambang batu gamping dan pabrik semen? Maximus yang warga kampung Luwuk mengatakan dari penelusuran, PT. IMM pemiliknya  sama dengan PT. Istindo Mitra Perdana (IMP) yang menambang batu mangan di tanah ulayat warga kampung Serise, tetangga  Lolok, Luwuk.

Luas tambang PT. IMP sebesar 736,30 hektare dan mulai operasi produksi mangan  tanggal 12 Oktober 2009 dan berakhir tahun 2017. Penghentian operasi terjadi akibat terbitnya undang-undang baru yang mewajibkan  perusahaan tambang mangan bangun smelter sendiri untuk ekspor bahan mentah ke China.

“Perusahaan ini macet dan menyisakan lubang tanpa reklamasi. Kini IMP berganti baju menjadi IMM dan akan bermitra dengan pabrik semen PT SM. Lokasi tambang kedua perusahaan ini masih berdekatan dengan tambang mangan. Kawasan sawah Luwuk akan jadi pusat pabrik semen,” ungkapnya.

Lokasi tambang batu gamping di Lolok merupakan tanah ulayat kata Maximus. Sementara lokasi pabrik semen berada di areal sawah yang dimiliki 19 orang.

“Masyarakat pemilik sawah beralasan  sawah masih produktif 3 kali setahun. Sawah ukuran 15×25 meter  menghasilkan beras paling kurang 300 kg sekali kerja atau Rp.9 juta setahun. Kalau mereka jual ke perusahaan  tambang hanya dihargai Rp.6 juta,” jelasnya.

baca juga : Masyarakat NTT Melawan Proyek Reklamasi di Lembata. Ada Apa?

 

Sawah produktif warga Luwuk Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur ,NTT yang terancam digusur untuk pembangunan pabrik semen.Foto : Norbert Nomen/Mongabay Indonesia

 

Lengko Lolok sebut Maximus, tempat eksploitasi tambang batu kapur, jaraknya  5 km dari Luwuk dan berada di ketinggian. Areal itu selama ini menjadi daerah perlindungan dan tangkapan air bagi warga Luwuk.

Terbukti, volume air di Luwuk berkurang  ucapnya, ketika tambang mangan pernah beroperasi di kawasan ulayat ini. Penggumaan lahan seluas 505 hektare akan mempengaruhi ekosistem yang ada.

Pabrik juga membutuhkan air sebanyak 15 ribu meter kubik perhari maka sangat berpengaruh secara drastis terhadap ketersediaan air untuk sawah dan konsumsi warga.Makanya warga akan direlokasi.

“Dampak relokasi membuat warga masyarakat adat tercerabut dari tata nilai budaya Manggarai yang ditopang Tiga Tungku yakni Uma Peang (tanah ulayat/kebun), Wae Teku (sumber air), dan Beo (kampong). Nilai-nilai tak terukur ini yang dikuatirkannya  bakal hilang jika pabrik datang,” ungkapnya.

Warga juga paparnya, sudah merencanakan untuk membentuk usaha yang bergerak di  bergerak di bidang perikanan tambak dengan konsep agrowisata. Rencana tambak tentu tidak bisa ada secara bersamaan di tempat yang sama dengan pabrik semen.

Pihaknya pun tidak percaya pada janji manis perusahaan dan pemerintah Kabupaten Manggarai Timur bahwa dengan adanya perusahaan, kesejahteraan warga sekitar akan meningkat.

“Pernyataan ini dibantah fakta empiris, tambang  mangan di Serise, warga tetap miskin, pertanian tidak bisa berjalan karena debu mangan hasil tambang menutup tanaman pertanian warga,” ungkapnya.

perlu dibaca : Nasib Warga Desa Supul dalam Cengkeraman Perusahaan Tambang Mangan

 

Lokasi tambang mangan di Sirise, Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur,NTT. Foto: JPIC-OFM/Mongabay Indonesia

 

 

Fokus Ketahanan Pangan

Dominikus Karangora Divisi Media dan Komunikasi WALHI NTT kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (9/5/2020) mengatakan pihaknya menolak semua bentuk pengrusakan lingkungan yang akan dilakukan di NTT.

Penolakan ini berdasarkan berbagai pertimbangan antara manfaat dan dampak. Saat ini semua wilayah sibuk perangi COVID-19 dan dampaknya.

“Saat ini hal yang paling penting diperhatikan oleh pemerintah adalah bagaimana mambangun mekanisme ketahanan pangan sehingga NTT maupun Manggarai Timur tidak kekurangan pangan,” tegasnya.

Pembangunan pabrik semen ini, kata Dominikus, hanya akan menghilangkan ruang-ruang kelola masyarakat yang selama ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Akan ada alih fungsi lahan secara besar-besaran untuk membangun pabrik ini.

Selain itu akan ada pemidahan masyarakat di lokasi pembangunan pabrik semen ini. Bukan saja memindahkan bangunan fisik sebutnya, tetapi juga menghancurkan peradaban masyarakat Desa Satar Punda.

“Hal ini biasanya dilakukan oleh pemimpin yang ahistoris terhadap peradaban masyarakatnya,” ungkapnya.

Membangun pabrik semen lanjut Dominikus, merupakan suatu langkah yang sangat keliru sebab tidak diimbangi dengan peningkatan permintaan, hanya akan membuat overcapacity di industri ini semakin meningkat.

Indonesia, katanya, sedang mengalami surplus semen sebanyak 35-42 juta ton sampai dengan tahun 2030. Dengan demikian ucapnya, dapat disimpulkan, pembangunan tidak melalui perencanaan yang matang oleh Pemprov NTT maupun Pemkab Manggarai Timur.

Dengan kata lain, sebut Dominikus, ini merupakan rencana yang asal-asalan, yang penting ada investor yang datang membawa uang untuk NTT. Pemprov  NTT, sarannya, hanya perlu mengatur dan mengawasi distribusi semen masuk ke NTT.

“Awal mula investor datang bagaikan malaikat yang membawa sejuta berkat. Semua pelanggaran terhadap hak-hak tenaga kerja dan pengrusakan lingkungan dilakukan setelah perusahaan beroperasi,” tegasnya.

 

Kondisi kerusakan lingkungan di Lingko Neni, Sirise, Desa Satar Punda Kecamatan Lamba Leda Kabupaten Manggarai Timur akibat aktivitas tambang mangan PT Arumbai Mangan Bekti. Foto: Beritaflores

 

Janji Manis

WALHI NTT juga mengecam janji manis Gubernur NTT, Viktor Laiskodat seusai dilantik menjadi gubernur bahwa akan menolak aktivitas pertambangan di NTT.

Dominikus katakan semua itu hanyalah pemanis bibir di awal masa jabatannya. Kekecewaan muncul ketika terbit moratorium tambang yang hanya berkutat pada urusan administrasi saja.

“Sudah seharusnya tidak ada lagi izin tambang yang dikeluarkan di NTT. Aktifitas tambang dan pabrik semen harus dihentikan. Jika tidak diindahkan, WALHI NTT bersama jaringannya akan melakukan berbagai upaya, termasuk mangambil langkah hukum,” ucapnya.

Sedangkan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT, Jusuf Adoe kepada Mongabay Indonesia, Rabu (13/5/2020) mengatakan proses terbitnya izin tambang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat setempat.

Lokasi tambang kata Jusuf, sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang ada di kabupaten. Pada saat proses perizinan sebutnya, pasti ada advise plan dari dinas teknis terkait di kabupaten.

“Kalau sekiranya semua tidak sesuai dengan aturan maka pasti izin ini tidak terbit. Proses IUP selalu melibatkan masyarakat dan dinas  teknis terkait. Saya juga belum tahu kalau ada sisa lubang, apa lubang bekas tambang atau lubang saat eksplorasi,” ungkapnya.

 

Exit mobile version