Mongabay.co.id

Pertama di Dunia, Ratusan Nelayan Tuna Pulau Buru Maluku Raih Sertifikat Ekolabel MSC

 

Setelah melalui proses yang panjang dan penilaian yang ketat, sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) di Pulau Buru, Maluku, berhasil meraih sertifikat ecolabelling Marine Stewardship Council (MSC).

Sertifikasi MSC untuk Komite Nelayan Fair Trade Buru dan Maluku merupakan yang pertama untuk perikanan tangkap pancing ulur (handline) ikan tuna sirip kuning di dunia.

Para nelayan yang mendapat sertifikasi MSC itu merupakan anggota kelompok nelayan fair trade binaan Yayasan Masyarakat dan Perikanan Indonesia (MDPI) bersama dengan Anova Food, LLC dan PT. Harta Samudra yang bakal memiliki dua label sertifikasi internasional, yaitu Fair Trade dan MSC.

Sebanyak 123 nelayan Pulau Buru yang teroganisir dalam sembilan serikat FairTrade itu telah menjalankan program perbaikan perikanan (Fisheries Improvement Project/FIP) sejak April 2013 dan tersertifikasi menurut standar perikanan tangkap FairTrade USA sejak Oktober 2014.

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menyatakan rasa bangga melihat perikanan tuna sirip kuning pancing ulur Indonesia menjadi yang pertama di dunia memenuhi standar keberlanjutan perikanan.

“Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mendukung perikanan skala kecil dan tuna berkelanjutan, sertifikasi MSC ini menjadi contoh bagi perikanan skala kecil lainnya di Indonesia dan seluruh dunia,” katanya dalam siaran pers Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) belum lama ini.

baca : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Kondisi Nelayan Kecil [Bagian 1]

 

Seorang nelayan dengan pancing ulur menangkap ikan tuna di perairan Pulau Buru, Maluku. sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning di Pulau Buru, Maluku, berhasil meraih sertifikat MSC. Foto : Indah Rufiafi/MDPI

 

Edhy menyebutkan 70% produk tuna di Indonesia merupakan hasil tangkapan nelayan skala kecil. Saat ini, kontribusi perikanan tuna Indonesia sebesar 16% terhadap produksi perikanan tuna dunia (SOFIA, 2018).

Sedangkan Direktur MSC untuk Asia Pasifik, Patrick Caleo mengapresiasi keberhasilan nelayan tuna sirip kuning dan mitranya meraih sertifikasi MSC. “Ini menunjukkan kepemimpinan Indonesia di kawasan regional dalam perikanan berkelanjutan. Untuk mempertahankan sertifikasi mereka, perikanan perlu bekerja dengan organisasi penangkapan ikan lainnya dan WCPFC untuk menyetujui langkah-langkah manajemen penting demi melindungi stok tuna sirip kuning,” kata Patrick dalam siaran pers MSC Indonesia yang diterima Mongabay Indonesia.

Sementara Direktur Pengelolaan Anova Food LLC, Blane Olson mengatakan perjalanan menuju sertifikasi MSC menjadi sebuah kolaborasi nyata antara seluruh pihak grup klien dan juga MDPI serta KKP dan pemerintah baik di tingkat provinsi dan nasional. “Bersama, kami dapat mengimplementasikan kegiatan FIP (Fisheries Improvement Project), seperti pengumpulan data, pendaftaran kapal dan membangun komite manajemen bersama, untuk memenuhi standar FairTrade dan MSC,” katanya.

Sedangkan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP  Zulficar Mochtar menjelaskan sertifikasi ekolabel tersebut menjadi bukti penguatan akses pasar produk ikan tuna di dunia. Ini artinya pengelolaan perikanan skala kecil dengan pancing ulur (handline) tuna mampu memenuhi standar tertinggi untuk mewujudkan keberlanjutan yang ditetapkan, baik regional maupun internasional.

“Kita ketahui permintaan dari pasar luar negeri khususnya Uni Eropa sangat ketat akan persyaratan. Dengan adanya sertifikasi ini, tentu menjadi nilai tambah bagi nelayan Indonesia untuk kesejahteraan yang lebih baik,” tuturnya.

baca juga : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru : Begini Praktiknya untuk Nelayan Kecil [Bagian 2]

 

Seorang nelayan dengan pancing ulur menangkap ikan tuna di perairan Pulau Buru, Maluku. sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning di Pulau Buru, Maluku, berhasil meraih sertifikat MSC. Foto : Greenpeace

 

Kerja Bersama

Lebih lanjut Zulficar mengatakan capaian ini didapat berkat adanya kerja sama dengan Yayasan MDPI dengan mitra kerja Anova Food and PT. Harta Samudra serta Asosiasi Nelayan Buru selaku pemegang sertifikat bersama. Disamping itu, sinergitas kerja sama dengan berbagai mitra kerja KKP lainnya, khususnya dengan Bappenas melalui Proyek UNDP Global Marine Commodities dan MSC Indonesia telah banyak memberikan dukungan teknis terhadap pencapaian ini.

“Kerja sama dengan MDPI ini telah kita jalin sejak 2018. MDPI mengembangkan skema fair trade yang bertujuan untuk memberikan insentif berupa dana premium bagi nelayan dengan mengutamakan keberlanjutan sumber daya ikan. Keberhasilan ini juga merupakan bukti bahwa kerja sama antara pemerintah – pelaku usaha – lembaga swadaya masyarakat mampu membina nelayan kecil untuk memenuhi standar sertifikasi ekolabel MSC yang dikenal sangat tinggi, didukung oleh komitmen pemegang sertifikat untuk menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan tuna berkelanjutan dalam kegiatan usahanya” imbuhnya.

Zulfikar mengharapkan dengan dua sertifikat yang diraih kelompok nelayan Pulau Buru yaitu sertifikat USA-Fair Trade Tuna Handline dan sertifikat MSC, maka diharapkan akses pasar ekspor ke mancanegara dapat terbuka lebih lebar.

Sedangkan Direktur Eksekutif Yayasan MDPI  Saut Tampubolon menjelaskan salah satu kesepakatan KKP dengan Yayasan MDPI pada Desember 2018 yaitu arahan program penguatan akses pasar melalui sertifikasi produk perikanan tuna Indonesia untuk memperkuat kompetensi dan akses pasar yaitu sertifikasi MSC.

“Arahan Program, didukung oleh hasil pre-assessment 2018 yang memuaskan, menjadi landasan kuat untuk mengajukan Full Assessment kepada MSC, ” kata Saut yang dihubungi Mongabay Indonesia, Selasa (19/5/2020).

perlu dibaca : Mewujudkan Perikanan Berkeadilan di Pulau Buru, Makin Sejahteranya Nelayan kecil [Bagian 3]

 

Seorang remaja di Pulau Buru, Maluku, pada September 2017, memperlihatkan potongan tuna yang baru diturunkan dari perahu. Sejak program fair trade Yayasan MDPI dipraktikkan, nelayan kecil mulai merasakan dampak positifnya bagi mereka. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pada 25-28 Maret 2019 MDPI turut serta memfasilitasi proses sertifikasi MSC perikanan yellowfin tuna handline di Pulau Buru untuk 123 kapal, dengan mitra kerja Anova Food, LLC dan PT. Harta Samudra.  SCS Global Services dipilih sebagai Conformity Assessment Bodies (CABs) untuk menilai secara keseluruhan dari aspek perikanan.

Penilaian perikanan MSC mencakup tiga prinsip utama yaitu keberlanjutan stok perikanan, dampak kepada ekosistem laut dan manajemen perikanan.

Sertifikasi MSC memberikan manfaat positif bagi perikanan tuna di Provinsi Maluku dan Indonesia, antara lain kapasitas 123 kapal nelayan kecil tuna handline di Pulau Buru mampu memenuhi standar tertinggi untuk mewujudkan keberlanjutan dan  memperluas akses pasar ekspor ke manca negara dan meningkatkan daya saing produk perikanan tangkap pancing ulur untuk ikan tuna sirip kuning dari 123 kapal nelayan kecil di Pulau Buru.

Selain itu menunjukkan komitmen KKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku dalam pemberdayaan nelayan kecil dengan melaksanakan praktek pengelolaan perikanan tuna secara bekelanjutan, serta menjadi inspirasi bagi dunia bahwa pemerintah dan pelaku usaha dapat bekerja sama dalam membina nelayan kecil agar mampu memenuhi standar tinggi sertifikat MSC, ecolabel yang paling dikenal luas.

Sampai saat ini, 15% tangkapan global telah telah bersertifikat MSC dengan 386 perikanan bersertifikat aktif dan lebih dari 40,000 produk dijual dengan label biru MSC.

 

Karyawan di PT Harta Samudera Pulau Buru, Maluku, akhir Agustus 2017, memperlihatkan potongan ikan tuna yang sudah diberi label fair trade dari hasil tangkapan nelayan setempat. Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version