Mongabay.co.id

Rob dan Gelombang Tinggi Akibatkan Bencana, Nelayan Juga Kian Terpuruk  

 

Deburan gelombang di Pantai Tegalkamulyan, Cilacap, Jawa Tengah (Jateng) itu begitu kencang suaranya. Sejumlah relawan bersama petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Cilacap terlihat tengah memperbaiki tanggul pada Rabu (27/5). Mereka memasang karung-karung yang berisi pasir untuk menutup tanggul yang jebol diterjang gelombang tinggi sekaligus gelombang pasang.

Fenomena gelombang pasang yang terasa dampaknya biasanya terjadi pada Mei dan Juni, berbarengan dengan cuaca buruk yang ditandai dengan gelombang tinggi. Sejak Selasa (26/5), gelombang pasang telah menerjang sebagian besar wilayah Cilacap, terutama yang berbatasan dengan muara sungai dan pantai.

“Pada Selasa, gelombang pasang disertai dengan gelombang tinggi menerjang Pantai Tegalkamulyan. Terjangan itu membuat tiga titik tanggul menjadi jebol. Sehingga air sampai ke wilayah daratan. Oleh karena itu, hari ini kami berusaha untuk menutup tanggul-tanggul yang jebol tersebut,” ujar Kepala Seksi Kedaruratan BPBD Cilacap Suraji saat bersama para relawan tengah menumpuk karung-karung berisi pasir.

baca : Meski Hasil Tangkapan Stabil, COVID-19 Berdampak pada Turunnya Permintaan dan Harga Ikan

 

Petugas BPBD Cilacap, TNI, bersama relawan melakukan penutupan tanggul laut yang jebol secara darurat. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Suraji mengatakan bahwa gelombang tinggi dan air pasang yang terjadi memang membawa dampak buruk. Kalau hanya gelombang tinggi saja, mungkin masih bisa menahan, tetapi saat sekarang ditambah dengan gelombang pasang. “Meski sebetulnya, gelombang pasang yang tinggi biasanya pada bulan-bulan sekarang hingga Juni,” katanya.

Tak hanya tanggul jebol saja, rumah-rumah di sekitar kawasan tempat pelelangan ikan (TPI) Tegalkatilayu, Kelurahan Tegalkamulyan juga terendam air rob dari Kali Yasa. “Biasanya, banjir rob itu tidak terlalu tinggi. Tetapi kali ini cukup tinggi, bahkan pada Selasa lalu, air masuk ke dalam rumah. Ketinggiannya sekitar 30-50 centimeter,” kata Kasmini, seorang warga setempat.

Ia juga telah menyiapkan karung pasir di rumah yang halamannya masih direndam air rob. Sebab, jarak antara rumahnya dengan Kali Yasa cukup dekat, hanya beberapa meter saja. “Karung pasir ini disiapkan untuk jaga-jaga jika nantinya air naik lagi. Dengan menutup pintu dengan karung pasir, maka akan mengurangi air yang masuk ke dalam rumah,” ujarnya.

Tidak hanya di kawasan setempat, BPBD mencatat ada lebih dari 3 ribu rumah yang terdampak akibat banjir rob yang terjadi pada Mei ini. Kepala Pelaksana Harian BPBD Cilacap Tri Komara Sidhy mengatakan rob yang terjadi berdampak di tujuh kecamatan yang berbatasan dengan laut. “Yakni Kecamatan Cilacap Selatan, Cilacap Tengah, Cilacap Utara, Adipala, Nusawungu, Kawunganten dan Kampung Laut. Ada yang rumahnya terendam, ada juga warung-warung mengalami kerusakan akibat terjangan gelombang pasang tersebut,” jelas Tri Komara.

Dari tujuh kecamatan yang terkena dampak gelombang pasang dan gelombang tinggi, paling parah adalah Kecamatan Kampung Laut. Di wilayah setempat, ada tiga desa yang terdampak yakni Desa Ujunggagak, Ujungalang, dan Panikel. Bahkan, puskesmas dan kantor kecamatan juga terendam rob. “Di Desa Ujunggagak, ada 1.640 rumah yang terendam sejak Selasa. Kemudian di Ujungalang ada sekitar 1.000 rumah, serta di Desa Panikel terdapat 584 rumah terdampak,” ujarnya.

baca juga : Perjuangan Industri Perikanan Tangkap Keluar dari Jurang COVID-19

 

Tanggul yang jebol akibat diterjang rob dan gelombang tinggi. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Dijelaskan oleh Tri Komara, meski pada Rabu relatif surut, namun pihaknya tetap mengimbau kepada masyarakat untuk terus waspada. “Kami telah melakukan inventarisasi kerusakan dan kerugian akibat bencana di tengah pandemi ini. Selain itu, kami bersama para relawan bergotong royong untuk memperbaiki secara darurat tanggul yang jebol di Pantai Tegalkamulyan,”jelasnya.

Sementara Kepala Kelompok Teknisi Stasiun Meteorologi BMKG Cilacap Teguh Wardoyo mengatakan bahwa pihaknya meminta kepada masyarakat untuk mewaspadai gelombang pasang yang berkisar antara 1,9 meter hinggga 2,1 meter. “Biasanya akan mencapai maksimal pada siang hari. Antisipasi perlu dilakukan karena selain gelombang pasang, kebetulan di Samudra Hindia sebelah selatan sedang tinggi, berkisar antara 4-6 meter. Karena itulah, sejak Selasa, kami telah meminta kepada masyarakat di sekitar pantai yang elevasinya rendah untuk waspada terhadap banjir rob,” jelas Teguh.

Ditambahkan oleh pengamat cuaca BMKG Cilacap, Rendi Krisnawan, bahwa hingga Jumat (29/5) masih akan terjadi gelombang pasang. “Pada Rabu, gelombang pasang bisa mencapai 2 meter, kemudian pada Kamis (28/5) mencapai 1,9 meter dan pada Jumat (29/5) ketinggian gelombang pasang mencapai 1,8 meter. Meski demikian, yang perlu diwaspadai juga gelombang tinggi masih potensial terjadi,” katanya.

Rendi mengungkapkan berdasarkan prakiraan dalam beberapa hari mendatang, gelombang tinggi masih potensial terjadi di Samudra Hindia sebelah selatan Jateng dan DIY. “Gelombang tinggi masih akan terjadi dengan kecepatan angin dapat mencapai 20 knot. Karena itulah, BMKG telah mengirimkan surat peringatan dini cuaca buruk. Sebab, dengan gelombang tinggi dan gelombang pasang yang terjadi, maka akan berdampak pada wilayah di sekitar perairan laut dan sungai yang bermuara di Laut Cilacap,” ujar Rendi.

perlu dibaca : Pasokan Ikan Berlebih, Tapi Tak Ada yang Beli

 

Sejumlah anak bermain air di perairan sekitar kawasan Tegalkatilayu, Teglkamulyan, Cilacap. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Kondisi itu juga berdampak buruk bagi nelayan yang sebelumnya telah terpuruk akibat pandemi COVID-19. Sebab, sejak adanya pandemi COVID-19, transaksi ikan jadi berkurang sehingga mengurangi pendapatan nelayan. “Kondisi itu diperparah dengan adanya rob yang terjadi saat sekarang. Banyak nelayan yang tidak melaut seperti saya. Sudah beberapa hari terakhir, kami tidak melaut. Sebab, cuacanya buruk dengan ditandai gelombang tinggi. Apalagi, saat sekarang ada gelombang pasang,”kata Amir, salah seorang nelayan di Tegalkatilayu.

Hal itu tentu saja berdampak pada transaksi ikan yang ada di TPI maupun pedagang di luar TPI. Anik, salah seorang pedagang ikan yang berada di luar TPI mengatakan bahwa ikan-ikan yang dijual di Cilacap justru berasal dari wilayah pantura. “Saya mendapat pasokan dari daerah Tegal. Karena pasokan ikan dari Cilacap tidak ada, kalau pun ada, jumlahnya sangat minim. Dari dagangan saya ini, jumlah pasokan dari Tegal mencapai 80%. Pasokan dari sana ada ikan, udang dan cumi,” jelas Anik.

Ia mengungkapkan bahwa suplai dari Cilacap sudah minim dalam beberapa hari terakhir. Sebab, sebelum ada rob, cuaca buruk yang ditandai dengan gelombang yang tinggi sudah terjadi. “Sampai sekarang TPI juga masih tutup. Selain itu, tidak banyak nelayan yang berangkat melaut,” katannya.

Dihubungi terpisah, Ketua Kelompok Nelayan Pandanarang, Tarmuji, mengungkapkan sebelum adanya rob disertai gelombang tinggi, nasib nelayan di Cilacap telah terpuruk akibat pandemi COVID-19. “Setelah adanya pandemi, transaksi ikan di TPI mengalami penurunan. Apalagi saat sekarang, ketika terjadi rob dan gelombang tinggi, maka tangkapan ikan juga turun, sehingga pendapatan nelayan makin merosot,” jelas Tarmuji.

Dia mengatakan dalam kondisi normal, pada saat musim panen, pulang melaut, nelayan dapat mengantongi Rp2 juta hingga Rp5 juta. “Perhitungannya, 40% untuk juragannya, sedangkan 60% untuk nelayan. Biasanya, ada dua orang hingga tiga orang nelayan. Sehingga, jika ABK dua orang dan mendapatkan Rp2 juta, maka seorang nelayan mendapatkan Rp300 ribu. Tetapi itu semua tergantung hasil melaut. Kadang banyak, tetapi juga sedikit. Kondisi seperti sekarang, tidak banyak nelayan yang melaut,” tambahnya.

Kondisi nelayan yang telah terpuruk akibat pandemi Covid-19, kini ditambah dengan situasi cuaca buruk, rob dan gelombang tinggi. Mereka berharap, cuaca buruk segera berlalu, demikian juga dengan virus corona.

 

Exit mobile version