- Konflik masyarakat dengan gajah sumatera liar di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, masih terjadi.
- Berdasarkan catatan BKSDA Aceh tahun 2019, ada 29 kasus di Kabupaten Pidie. Sejumlah kecamatan yang rawan konflik adalah Tangse, Keumala, Sakti, Mila, Tiro, Mutiara Timur, Geulumpang Tiga, Mane, dan Geumpang.
- Ada tiga kelompok gajah yang kerap berkonflik dengan masyarakat. Kelompok pertama di Kecamatan Tangse, Keumala, Sakti, dan Mila. Kelompok kedua yang melintasi Kecamatan Tiro, Geulupang Tiga, dan Mutiara Timur. Kelompok ketiga yang melintasi Kecamatan Geumpang dan Mane.
- Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Pidie bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, dibantu lembaga mitra akan membangun pagar listrik sepanjang 10 kilometer.
Konflik masyarakat dengan gajah sumatera liar masih saja terjadi di Aceh, terutama di Kabupaten Pidie. Berdasarkan catatan BKSDA Aceh tahun 2019, ada 29 kasus terjadi di wilayah ini. Sejumlah kecamatan yang rawan konflik adalah Tangse, Keumala, Sakti, Mila, Tiro, Mutiara Timur, Geulumpang Tiga, Mane, dan Geumpang.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pemerintah Kabupaten Pidie bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, dibantu lembaga mitra seperti Fauna & Flora International dan CRU Aceh, akan membangun pagar listrik atau power fencing. Panjangnya 10 kilometer.
Wakil Bupati Pidie, Fadhlullah TM Daud, pada 1 Juni 2020 mengatakan, hasil pemantauan menunjukkan, ada tiga kelompok gajah yang kerap berkonflik. Kelompok pertama di Kecamatan Tangse, Keumala, Sakti, dan Mila. Kelompok kedua yang melintasi Kecamatan Tiro, Geulupang Tiga, dan Mutiara Timur.
“Kelompok ketiga yang melewati Kecamatan Geumpang dan Mane,” terangnya.
Fadhlullah menambahkan, pagar kejut listrik akan dipasang agar kawanan gajah tidak bisa masuk ke perkebunan masyarakat. Pembangunannya bertahap, dimulai dari Tangse.
“Ini solusi sementara, meminimalisir konflik gajah liar dengan manusia. Tentu saja, kami bersama sejumlah pihak akan mencari penyelesaian jangka panjangnya,” lanjutnya.
Pemkab Pidie juga tengah memikirkan, daerah yang berkonflik kedepannya bisa menjadi kawasan ekowisata, dengan begitu manusia dan gajah dapat hidup berdampingan. “Namun, butuh waktu lama. Saat ini, kita hanya mencari solusi sementara,” terangnya.
Baca: Membunuh Gajah, Menghancurkan Jejak Peradaban Bangsa Indonesia
Kepala BKSDA Aceh, Agus Irianto mengatakan hal yang sama. Saat ini, konsep pembangunan pagar listrik untuk mengatasi konflik gajah liar di Pidie terus dibahas, akan dilaksanakan dalam waktu dekat.
“Pidie termasuk kabupaten yang tinggi konflik gajahnya, selain Kabupaten Bener Meriah, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireun, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Selatan, maupun Aceh Tenggara,” terangnya.
Agus menyebutkan, power fencing merupakan solusi sementara. Tahap demi tahap pemerintah bersama lembaga mitra akan menyelesaikan akar permasalahannya. “Selain pembangunan pagar listrik, kami juga mendorong adanya kawasan ekosistem esensial yang akan menjadi habitat gajah dan satwa lainnya,” ujarnya.
Konflik gajah liar dengan manusia keseluruhan di Aceh, merujuk data BKSDA Aceh sering terjadi dalam 4 tahun terakhir. Pada 2016 [46 kasus], 2017 [103 kasus], 2018 [71 kasus], dan 2019 [109 kasus].
Baca: Cinta Kita yang Hilang pada Gajah Sumatera
Tahun ini dibangun
Direktur Conservation Response Unit [CRU] Aceh, Wahdi Azmi mengatakan, pembangun power fencing akan dilakukan tahun ini. Sosialisasi kepada masyarakat tengah dijalankan.
“Sosialisasi sangat penting karena pembangunan dan pemeliharaan akan melibatkan masyarakat. Wakil Bupati Pidie juga telah beberapa kali menggelar pertemuan dengan masyarakat. Tim dari FFI Program Aceh juga terus bertemu masyarakat dan sejumlah pihak,” ujarnya.
Ditanya dari mana arus listrik untuk pagar tersebut berasal, Wahdi mengatakan, sumber energinya dari tenaga surya. Lokasi pembangunan pagar ini jauh dari permukiman sehingga tidak memungkinkan menggunakan listrik PLN.
“Arus listrik berasal dari baterai yang dicas menggunakan tenaga matahari. Kami merencanakan pagar ini tidak terputus, sehingga bisa menggunakan satu sumber arus,” jelas Wahdi.
Baca juga: Gajah juga Punya Hak Hidup Sebagaimana Manusia
Baharuddin, warga Tangse, mendukung pembangunan pagar listrik karena konflik gajah dengan manusia sering terjadi. “Semoga masyarakat dan gajah bisa selamat, konflik teratasi,” ujarnya.
Bahar mengingatkan, masyarakat harus berperan aktif menjaga pagar listrik agar tidak dirusak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
“Saya yakin, ada saja pihak yang akan merusaknya, bisa jadi karena kegiatan mereka terganggu. Jadi, masyarakat harus ambil peran,” tandasnya.