Mongabay.co.id

Disurati Gubernur Maluku, Menteri Kelautan Dukung Maluku Jadi Lumbung Ikan Nasional

 

Pemerintah Provinsi Maluku terus bekerja memperjuangkan hak-haknya ke Pemerintah Pusat. Salah satunya dengan mewujudkan daerah bertajuk ‘Seribu Pulau’ sebagai Lumbung Ikan Nasional (LIN). Untuk itu, Gubernur Maluku Murad Ismail menyurati Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tertanggal 7 April 2020 tentang dukungan Maluku sebagai LIN. Surat itu telah direspon positif oleh Menteri.

“Surat terkait permintaan dukungan Maluku menjadi LIN ke Menteri Kelautan dan Perikanan sudah dibalas dan mendapat respon positif,” kata Gubernur melalui rilis yang diterima Mongabay Indonesia, Kamis (28/5/2020).

Menurut Gubernur, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2020-2024, yang termaktub pada Bab III dijelaskan, guna mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan, khususnya pada arah dan kebijakan strategis, pengembangan wilayah Maluku diarahkan untuk memacu pertumbuhan dan mengembangkan potensi wilayah serta memantapkan perannya sebagai LIN.

“Untuk itu, saya minta kepada Menteri agar kiranya kebijakan Maluku sebagai LIN segera diimplementasikan,” tandasnya.

Dalam isi surat tersebut Gubernur mengatakan, Maluku sebagai salah satu provinsi kepulauan memiliki potensi sumberdaya dan perikanan yang melimpah dan dapat digunakan untuk kepentingan daerah serta nasional secara berkelanjutan.

Surat itu juga menyebutkan pada puncak acara Sail Banda di Kota Ambon tanggal 10 Agustus 2010, Presiden Soesilo Bambang Yudhoy0no telah mencanangkan Provinsi Maluku sebagai LIN. Sebagai respon atas kebijakan tersebut Pemprov Maluku beserta seluruh komponen masyarakat telah berproses untuk memperjuangkan ihwal tersebut. Namun hingga kini kebijakan itu tak kunjung diimplementasikan.

baca : ‘Perang’ Gubernur Maluku Karena Kesal Tak Kunjung Jadi Lumbung Ikan Nasional

 

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Edhy Prabowo (kiri) bersama Gubernur Maluku, Murad Ismail (kanan) pada akhir 2019 lalu. Foto: Humas Pemprov Maluku

 

Dalam surat balasannya tertanggal 26 Mei 2020, Menteri KP Edhy Prabowo apresiasi atas keberpihakan yang kuat dari Pemprov Maluku terhadap pembangunan sektor kelautan dan perikanan di Maluku.

Prabowo berharap Maluku sebagai LIN tidak hanya sebagai simbol, namun dapat menunjukkan kontribusi terhadap pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) Maluku, tetapi juga penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan devisa negara dari sektor kelautan dan perikanan.

Surat itu menyebutkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mendukung melalui program dan anggaran, baik melalui kegiatan Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN), Dana Alokasi Khusus (DAK) Kelautan dan Perikanan, maupun dana bergulir dari Badan Layanan Umum–Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan, sebagaimana amanah dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

“Dukungan lintas sektor sangat penting, sehingga diperlukan sinergi yang kuat untuk pengembangan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan di Maluku,” tulis Menteri.

  

Konsep LIN

Dr. James Abraham, Dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FPIK) Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon mengatakan pihaknya yang membuat dari konsep awal LIN pada 2010 sampai dengan usulan regulasi tahun 2018, tetapi terkendala di tingkat KKP. Padahal seluruh lembaga dan badan pemerintah telah menandatangi persetujuan pengusulan.

“Sejak tahun 2010 kami membangun pemikiran publik dan pemerintah tentang eksistensi Maluku ‘layak’ sebagai Lumbung Ikan Nasional melalui ‘Ekspresi 2010 Jenis Masakan Berbahan Baku Ikan’. Untuk itu Maluku menerima penghargaan Rekor MURI tahun 2011. (Hal itu sebagai) ‘titik berangkat’ pengurusan kebijakan dan regulasi terkait LIN,” katanya.

Melihat dinamika perjuangan kebijakan LIN, James melihat masih banyak pihak yang belum rela Maluku menyandang status itu. Bahkan beberapa provinsi tetangga juga berlomba untuk mengusung status daerahnya sebagai LIN. ‘Perjuangan Semu’ mereka, lanjut James, bahkan menggunakan kekuatan personal dan lembaga untuk mendukungnya.

Banyak pihak, lanjutnya, masih berpikiran LIN sebagai basis proyek pembangunan kelautan dan perikanan. Padahal LIN dibangun dengan mengusung konsep ‘Pengelolaan Lumbung Ikan untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan dan Kesejahteraan Masyarakat’.

baca juga : Menteri Susi Ditagih Janji Jadikan Maluku Lumbung Ikan Nasional

 

Hasil penangkapan ikan oleh nelayan di Maluku. Foto : Amrullah Usemahu

 

Karena pengelolaan LIN mesti mengutamakan pendekatan kehati-hatian pengelolaan. Pengelolaan perikanan dalam konteks keberlanjutan pembangunan mesti mengakomodasi seluruh komponen sistem perikanan berkelanjutan yang meliputi sistem alam (lingkungan dan sumberdaya ikan), sistem manusia (sosial, ekonomi dan budaya), serta sistem tata kelola.

Sementara dari aspek perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi (monev), mesti ditinjau kembali apakah mengakomodir seluruh komponen sistem perikanan berkelanjutan.

“Target Implementasi bisa diarahkan untuk tujuan peningkatan PAD  dan PAN, namun kesejahteraan pelaku utama perikanan (nelayan kecil, pembudidaya ikan kecil, pedagang ikan) dan ‘papalele’. Demikian juga keberlanjutan pemanfaatan sumber daya ikan (SDI) dan upaya mempertahankan potensinya di daerah LIN. Jadi dalam konteks monev, mesti dipersiapkan instrumen yang adaptif dan responsif terhadap kondisi internal daerah LIN,” jelasnya.

James mengapresiasi respon yang cepat melalui surat tanggapan dari Menteri KP terhadap surat Gubernur Maluku. Sisi lain, semestinya Menteri KP menegaskan tentang rule of the game terkait pengelolaan perikanan berkelanjutan di daerah LIN.

Dia menyarankan KKP harus melihat ‘nilai penting’ eksistensi LIN bagi keberlanjutan pemenuhan logistik ikan nasional dan ketersediaan stok ikan di perairan. Artinya, harus ada keseimbangan antara pencapaian pendapatan nasional, pendapatan daerah, pendapatan pelaku usaha perikanan dilevel perusahaan), dan pendapatan serta kesejahteraan pelaku utama perikanan di daerah LIN.

“Saya kira ini pemikiran yang mesti dimunculkan untuk mencermati implementasi kebijakan LIN,” katanya.

perlu dibaca : Setelah Nyatakan Perang, Gubernur Maluku Bersikukuh Tegaskan 5 Tuntutan Kepada Menteri Kelautan

 

Nelayan di Desa Dian Pulau, Kecamatan Hoat Sorbay, Kabupaten Maluku Tenggara mengangkut ikan hasil tangkapannya. Foto : Kopnel Karya Mandiri/Mongabay Indonesia

 

Kesiapan Maluku

Sementara itu, Dr. Ruslan Tawari, Koordinator Pusat Unggulan Daerah dan Pengembangan Masyarakat Pesisir Unpatti, saat dihubungi Mongabay Indonesia, Sabtu (30/5/2020) mengatakan Maluku secara sumber daya laut layak dijadikan LIN.

Ruslan menegaskan apresiasi yang tinggi justru diberikan kepada seluruh masyarakat Maluku dan Pemprov Maluku yang telah berjuang 10 tahun untuk mewujudkan LIN. “Kita harus apresiasi Pak Gubernur Maluku, Murad Ismail karena telah mendorong Menteri Kelautan dan Perikanan dengan cara menyuratinya. Tentu ini hal membanggakan, karena Pak Menteri juga telah membalas surat tersebut dengan apresiasi cukup luar biasa,” ujar Ruslan.

Lebih lanjut Ruslan mempertanyakan kesiapan Pemprov Maluku mewujudkan LIN dari semua aspek mulai dari sisi anggaran, dokumen hingga infrastruktur. “Bicara LIN itu bukan bicara soal lumbung padi. Kalau soal punya potensi sumberdaya laut, Maluku kaya dan sangat layak berstatus LIN. Sehingga itu, semua hal menyangkut kesiapan seperti anggaran, dokumen infrastruktur pelabuhan maupun sarana dan prasaran lainnya, harus disiapkan secara matang serta massif,” ujarnya.

Pada aspek lain, lanjutnya, Pemprov Maluku juga harus mengakomodir akademisi dari berbagai spesifikasi ilmu pengetahuan untuk menyikapinya. Selain itu harus ada regulasi untuk membatasi penangkapan. Jadi selektifnya, bukan saja penangkapan tapi juga alat tangkap. Semua hal itu harus didorong dari sekarang, karena Maluku dari sisi pendidikan tidak punya balai latihan.

Dari aspek sumberdaya manusia dan tenaga kerja juga harus menjadi hal prioritas untuk diperhatikan. Misalnya, nelayan di Maluku adalah nelayan tradisional. Atau nelayan yang karena terhimpit oleh usaha-usaha yang ada di darat sehingga mendorong mereka menjadi nelayan. Artinya, mereka bukan seseorang yang terprogramkan untuk menjadi nelayan.

“Prinsipnya harus ada kesiapan dari Pemerintah Daerah. Kesiapan kita itu tidak hanya bertengger pada hal-hal yang sifatnya terbatas saja, tetapi lebih dari itu. Pemerintah harus memprogramkan para nelayan, agar punya keahlian atau kemampuan berlayar bisa mencapai 20 mil, 30 mil hingga samudra dengan spesifikasi alat tangkap,” jelasnya.

Intinya, sambung Ketua Prodi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK ini, pemerintah harus punya kesiapan massif, bukan saja anggaran, tapi punya dokumen pengembangan, teknis pengembangan, dan skenario pengembangan usaha.

baca juga : Begini Klaim Kesuksesan Perikanan di Maluku menurut Susi

 

Ikan tongkol hasil tangkapan nelayan di Desa Dian Pulau, Kecamatan Hoat Sorbay, Kabupaten Maluku Tenggara. Foto : Kopnel Karya Mandiri/Mongabay Indonesia

 

Sisi lainnya, status LIN bisa menambah pemasukan daerah karena Pemprov Maluku bisa membatasi proses penangkapan ikan di wilayah Maluku. “Selama ini, ekspor perikanan kita cenderung dilakukan di laut Maluku. Sementara pendaratan (ikan)-nya di Bitung, Makassar, Kendari bahkan Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat,” katanya.

Dia ungkap, kebanyakan pendaratan ke luar daerah karena memang infrastruktur di Maluku terbilang minim, seperti air bersih kemudian penyediaan bahan bakar dan lainnya. Di sisi lain, mereka yang menjual hasil laut Maluku juga punya izin dari pusat.

Oleh karena itu, Ruslan berharap Pemprov Maluku harus menyiapkan berbagai hal seperti administrasi, penentuan zona-zona, sosialisasi kepada stakeholder. Gubernur juga harus melibatkan bupati dan walikota di 11 kabupaten/kota, agar bisa membicarakan sumberdaya dan hal-hal potensial mana yang harus dikembangkan.

“Kemudian jenis ikan apa yang harus dikembangkan, dilindungi dan lain-lain. Karena itu makna lumbung. Lumbung itu bukan berarti mengambil semaunya, karena ada konservasinya,” pungkas Ruslan seraya berharap, hadirnya LIN bukan menjadi malapetaka tapi rahmat bagi masyarakat Maluku.

 

Dampak Positif

Menurut Amrullah Usemahu, Wasekjen Masyarakat Perikanan Nusantara, lumbung ikan di Maluku akan berdampak positif baik lokal maupun nasional, karena dapat diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat sebagai wujud safety net dan juga pusat pertumbuhan ekonomi nasional.

“Serta mampu menyuplai kebutuhan konsumsi masyarakat maupun industri nasional dan eksportir utama komoditas perikanan,” kata Usemahu saat dihubungi Mongabay Indonesia, Senin (1/6/2020).

menarik dibaca : Kaya Tapi Miskin, Potret Potensi Perikanan Maluku yang Belum Optimal, Kenapa?

 

Seorang nelayan dengan pancing ulur menangkap ikan tuna di perairan Pulau Buru, Maluku. sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning di Pulau Buru, Maluku, berhasil meraih sertifikat MSC. Foto : Greenpeace

 

Jika mereview kembali catatan Reformulasi Master Plan Maluku Lumbung Ikan Nasional 2015-2025, kata Usemahu, memberikan informasi yang sangat komprehensif tentang latar belakang, prinsip dasar dan persyaratan keberhasilan, tata kelola, rencana anggaran pengelolaan LIN hingga model program yang akan dilaksanakan.

Fungsionaris DPP Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) ini menyebut, tujuan LIN seperti menjamin ketersediaan stok sumberdaya ikan secara berkelanjutan, mengoptimalkan produksi penangkapan, budidaya, pasca panen hasil perikanan, pemantapan kawasan konservasi SDI, membangun sistim logistik perikanan serta ketahanan pangan nasional berdasarkan produk unggulan maupun tujuan lainnya, harus dilihat Pemerintah Pusat sebagai potensi strategis wilayah yang wajib dikembangkan.

“Jangan dilihat dari kacamata sebelah, bahwa LIN ini hanya upaya Maluku secara sepihak untuk mengelola sumberdaya perikanannya. Tapi harus disadari, dari sisi potensial, terlihat sumberdaya perikanan terbesar itu ada di wilayah timur Indonesia. Jadi sudah sepantasnya pusat industri perikanan itu dibangun di wilayah timur dan Maluku menjadi poros lumbung ikan,” tegasnya.

Apalagi sebanyak 123 nelayan kecil penangkap ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna), di Pulau Buru Maluku, berhasil meraih sertifikasi Ecolabelling Marine Stewardship Council (MSC). Proses sertifikasi ini merupakan kali pertama dilakukan untuk nelayan kecil (one-day fishing) di Indonesia, bahkan dunia.

“Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo, bahkan menyampaikan kebanggaan atas capaian ini,” katanya.

baca : Pertama di Dunia, Ratusan Nelayan Tuna Pulau Buru Maluku Raih Sertifikat Ekolabel MSC

 

Menurutnya, Maluku layak dijadikan sebagai LIN, karena diperiode Menteri Susi Pudjiastuti, Laut Banda, Kabupaten Maluku Tengah, telah diarsir dalam Permen-KP Nomor 4/2015 untuk larangan penangkapan tuna sirip kuning karena merupakan daerah nursery dan feeding ground tuna. Selain itu, banyak sekali terdapat jenis spesies ikan di perairan Maluku.

“Oleh karena itu, jika kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan merespons surat Gubernur Maluku untuk mendukung Maluku sebagai LIN, maka itu sikap yang sangat tepat dilakukan,” pungkasnya.

 

Exit mobile version