Mongabay.co.id

Krisis Dampak Pandemi, Masanya Beralih ke Energi Terbarukan

Narsim menunjukkan bambu jenis Dangkil yang setiap ruas dalam satu batang tidak lurus. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

 

 

Era krisis ekonomi dampak wabah penyakit menular seperti Coronavirus Disease 2019 (COVID-19), sangat penting bagi pemerintah Indonesia meluncurkan stimulus ekonomi sambil menciptakan peluang baru dalam skala besar. Namun, saat merencanakan stimulus ekonomi, pemerintah harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan apabila ingin pembangunan berkelanjutan terus. Dalam konteks ini, BUMN seperti PLN sebagai satu-satunya perusahaan listrik milik negara di Indonesia memiliki tanggung jawab khusus karena sekarang mereka memiliki sarana membawa agenda pembangunan berkelanjutan ke garis depan sebagai bagian dari agenda pemulihan ekonomi.

Salah satu yang dapat jadi proyek untuk pemulihan ekonomi ini adalah pembangkit listrik biomassa berbasis komunitas seperti yang dibangun di Mentawai.Ia yang pertama di Indonesia. Memang risiko gagal dalam membuktikan dampak positif sosial dan lingkungan di proyek percontohan ini lumayan besar tetapi dengan ada proyek rintisan di Mentawai itu, risiko dapat diminimalisir.

Selama bertahun-tahun, sektor listrik Indonesia didominasi segelintir pemain yang sebagian besar berfokus pada eksploitasi bahan bakar fosil dan teknologi konvensional. Sekarang, dengan ancaman resesi ekonomi di depan mata, urgen bagi pemerintah mengadopsi model Mentawai untuk merangsang ekonomi di seluruh negeri terutama di daerah tertinggal.

Kriteria sosial proyek itu bertumpu pada dampak langsung kepada penduduk setempat di sana. Proyek dirancang dapat menciptakan pekerjaan sebanyak-banyaknya untuk masyarakat lokal dan pekerjaan yang tercipta merupakan pekerjaan tetap bukan honorer atau kontrak yang bisa digantikan oleh orang dari luar daerah.

Dalam pengamatan saya, ketika banyak orang lokal memiliki pekerjaan tetap di komunitas itu, mereka cenderung lebih peduli dalam persoalan sosial dan lingkungan di sekitar. Proyek ini juga bertujuan secara optimal menggunakan sumber daya alam di sekitar pembangkit listrik, mengurangi polusi, menjaga keragaman hayati, dan berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca nasional sesuai target Kesepakatan Paris.

Karena itu, tujuan utama dari proyek ini dari awal untuk meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan lingkungan di daerah tertinggal di Indonesia.

Sayangnya, kriteria sosial dan lingkungan masih belum jadi perhatian utama para pengembang pembangkit listrik di negeri ini dan sangat jarang masuk dalam perencanaan awal.

 

 

Saya percaya, apabila ini dibiarkan terus bisa jadi bencana di kemudian hari bagi bangsa dan negara serta merugikan bisnis pembangkit listrik itu sendiri dalam jangka panjang.

Indonesia, memiliki kekayaan sumber daya energi terbarukan berlimpah dan keragaman tidak dapat ditandingi oleh negara-negara lain di dunia. Energi terbarukan lokal juga dapat menciptakan lebih banyak pekerjaan di daerah itu daripada pembangkit listrik berbahan bakar fosil.

Apabila kita mengabaikan fakta ini, daerah tertinggal selamanya masih harus bergantung pada bantuan pemerintah pusat dan penciptaan lapangan kerja baru buat masyarakat daerah tertinggal akan sulit terwujud.

Resesi ekonomi dampak wabah COVID-19 ini mengangkat urgensi penciptaan lapangan kerja lokal di seluruh wilayah Indonesia terutama ketahanan pangan dan energi nasional di wilayah tertinggal.

Di kepulauan seperti di Nias dan Indonesia Timur, pembangkit listrik biomassa seperti di Mentawai juga akan menciptakan dampak ekonomi lebih luas bagi masyarakat lokal daripada genset diesel yang masih banyak dioperasikan PLN. Pengadaan biomassa selain tidak bergantung pada rantai pasokan logistik yang panjang seperti bahan bakar diesel, juga akan memperluas lahan produktif masyarakat di sekitar pembangkit listrik.

 

PLTU Suralaya I atau dikenal PLTU I Banten dibangun sejak 1985. Kini, sudah ada delapan PLTU Suralaya dan pemerintah hendak menambah dua PLTU baru, unit IX dan X. Foto: Della Syahni/ Mongabay Indonesia

 

Bahkan, di era minyak murah seperti sekarang, penciptaan sumber energi lokal akan tetap memberikan penghematan biaya PLN dan subsidi yang dikeluarkan pemerintah. Lebih penting lagi, dengan beralih dari bahan bakar diesel ke biomassa lokal, PLN benar-benar jadi agen pembangunan ke daerah-daerah tertinggal dan memungkinkan pemberdayaan sosial terutama penduduk lokal dan kaum perempuan.

Namun, PLN tidak dapat mungkin melakukan ini sendirian. Mereka perlu bermitra dengan perusahaan swasta yang memiliki akses teknologi, pemahaman konsep pembiayaan perubahan iklim dan studi terhadap faktor-faktor sosial dan lingkungan. Ia diperlukan untuk mendapatkan pendanaan murah atau hibah seperti dana REDD+ yang baru saja kita terima dari pemerintah Norwegia.

Karena itu, Pemerintah Indonesia perlu segera mendorong PLN agar transisi dari sumber bahan bakar fosil yang polutif dan kadang harus impor ke sumber energi terbarukan lokal yang tersedia berlimpah. Jadikan ia sebagai prioritas nasional di era pemulihan ekonomi. Energi terbarukan juga perlu sebagai program penciptaan lapangan kerja sekaligus bagian dari program ekonomi rendah karbon nasional.

Penanaman biomassa secara massal di lahan-lahan kritis untuk penyediaan energi lokal dikombinasikan dengan transfer anggaran berbasis ekologis (tape/take) juga perlu didorong untuk seluruh Indonesia terutama daerah kepulauan.

Perubahan ini hanya mungkin apabila pemerintah Indonesia berpikir mengubah cara penyediaan listrik bagi seluruh penduduk. Kombinasi program stimulus ekonomi dengan pengembangan energi terbarukan lokal akan membantu kita jadi negara lebih tangguh di masa depan. Tak ada waktu lebih baik dari sekarang ini untuk mendorong perbaikan lingkungan hidup demi kehidupan lebih baik bagi generasi mendatang. Apakah itu perbaikan kualitas udara, rehabilitasi lahan/hutan atau peralihan ke energi terbarukan, semua dapat jadi suatu program komprehensif.

Masa depan Indonesia akan sangat cerah apabila dapat menjaga lingkungan hidup dan menciptakan komunitas lebih tangguh sesudah wabah berlalu. Kesehatan dan kesejahteraan masyarakat terjamin dan juga penting, kita akan menghuni bumi yang jauh lebih bersahabat dengan manusia.

 

*Penulis adalah anggota DPD RI periode 2004-2019. Tulisan ini merupakan opini penulis

 

 

Keterangan foto utama : Bambu, sumber energi biomassa, sekaligus tanaman konservasi. Foto:  L Darmawan/Mongabay Indonesia

Pembangkit listrik biomassa dari bambu di Mentawai. Foto: dari presentasi Jaya Wahono/ Mongabay Indonesia
Exit mobile version