Mongabay.co.id

Repong, Cara Masyarakat Lampung Melestarikan Hutan

 

 

Masyarakat Pesisir Barat, Lampung, membuktikan kepada dunia bahwa mereka memiliki perhatian besar terhadap kelestarian lingkungan. Mereka mampu mempertahankan hutan damar secara berkelanjutan, yang ditanam leluhur mereka sejak awal dua abad silam.

Perkebunan damar [Shorea javanica] atau repong yang diusahakan masyarakat Lampung Barat, merupakan model unik dengan pola agroforesty. Selain damar, ada juga pohon buah ditanam, yang tanpa sadar mereka telah mengawinkan kepentingan ekologi sekaligus ekonomi.

Repong, selain berfungsi sebagai zona penyangga juga memberikan perlindungan pada daerah sekitar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan [TNBBS] yang merupakan situs warisan dunia. Juga, sebagai habitatnya satwa liar.

Menurut Hubert de Foresta dan Genevieve Michon, peneliti dari Internasional Center for Research in Agroforesty [ICRAF], mengatakan repong wilayah Krui merupakan model pengelolaan hutan rakyat terbaik.

Kebun damar di sini telah dijadikan objek penelitian berbagai lembaga. Tak kurang, 57 publikasi ilmiah [berupa buku dan artikel] dalam berbagai bahasa; Prancis, Jerman, Kongo, Malaysia, dan Vietnam sudah diterbitkan.

Lembaga Alam Tropika Indonesa juga memuji masyarakat Krui, menjadi etalase pembangunan kehutanan. Padahal, mereka awalnya merupakan peladang berpindah. Kini, mereka menjadi pionir pelestari hutan yang dapat dijadikan teladan.

Berdasarkan data Bappeda Kabupaten Pesisir Barat 2016, dikutip dari WWF Indonesia, total areal damar mencapai 17.160,75 hektar dengan produksi sekitar 6.720,2 ton/tahun. Repong menjadi sub-sektor penting yang menyangga perekonomian daerah ini. Sekitar 80 persen dari pendapatan rata-rata perkapita masyarakat pesisir Krui, berasal dari produksi getah damar dengan PDB 14,5 miliar Rupiah.

Baca: Hutan Damar Terjaga, Namun Warga Masih Belum Sejahtera, Mengapa?

 

Begini cara menyadap getah damar, yang dipanjat pohonnya. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Damar mata kucing

Getah damar atau damar mata kucing adalah getah yang didapat dengan cara menoreh atau menakik, kulit batang pohon damar. Banyak manfaat dari getah ini seperti sebagai bahan cat, kemenyan, parfum, dan kosmetik.

Krui merupakan produsen terbesar damar mata kucing, yang sekitar 80 persen dari total produksi nasional untuk ekspor berasal dari wilayah ini. Adapaun negara tujuan ekspor adalah antara lain India, Jerman, Filipina, Perancis, Belgia, Uni Emirat Arab, Bangladesh, Pakistan dan Italia.

Menurut Nuzirwan warga Pamongan, Pesisir Tengah, panen getah damar bisa dilakukan setiap tiga atau empat minggu. Setiap pohon, rata-rata menghasilkan 35-50 kilogram pertahun. Umumnya, satu hektar dapat menghasilkan 1.500 – 5.000 kilogram setahun.

Masyarakat Pesisir Tengah membudidayakan damar melalui proses panjang. Dulu mereka membuka hutan dengan membakar semak dan belukar. Lalu menanam padi, jagung, sayur, durian, duku, juga petai dengan pola tumpang sari, di sela tanaman damar. Pohon damar baru bisa dipanen setelah berusia 15 tahun. Kebun damar masyarakat berada di bagian luar kawasan TNBBS.

Asma Dewi, Kasi Kemasyarakatan di Kecamatan Karya Penggawa, Kabupaten Pesisir Barat, menyatakan tradisi memanen pohon damar sudah dilakukan sejak 1902 sampai sekarang. Ngundukh Damakh [ngunduh damar] diwariskan turun-temurun dengan harapan pekerjaan itu dapat dipertahankan. Dengan begitu, kualitas getah damar selalu baik.

“Pohon yang dipanen biasanya berusia sekitar 50 tahun dengan ketinggian yang telah ditentukan,” terangnya.

Baca: Belajar dari Pahmungan, Adat Terus Menjaga Repong Damar

 

Getah damar mata kucing yang baru dipanen dari sebuah pohon damar berusia puluhan tahun di Lampung. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Menginspirasi seniman

Kearifan panen damar ini menginspirasi seniman Lampung untuk mengabadikannya dalam narasi puisi, cerita pendek, lagu, juga tarian.

Koreografer Sudarmanto melukiskannya dalam karya tari bertajuk Ngunduh Damakh. Gerak para penari diringi musik tradisi khas Lampung terlihat menggambarkan kehidupan petani saat menakik getah damar. Mereka berangkat pagi dan pulang petang, mencari nafkah dengan riang.

Tarian yang banyak mengeksplor gerakan tangan dan keseimbangan tumbuh itu menceritakan tentang tradisi pesisir, menyadap damar yang menjadi sumber penghidupan masyarakat Krui. Pada 2017, saat Hari Keluarga Nasional, tarian ini dipentaskan di depan Gubernur Lampung M Ridho Ficardo yang mendampingi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, saat itu, yang memberikan sambutan antusias.

“Saya terinpirasi masyarakat, para penakik damar yang rukun, damai dan akrab dengan lingkungan terawat,” ujar Manto panggilan karib koreografer yang juga bekerja di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Barat ini.

Baca juga: Bukit Barisan Selatan, Situs Warisan Dunia yang Ada Badaknya

 

Pohon damar muda ditanam untuk peremajaan di wilayah Pesisir Barat, Lampung. Foto: Taufik Wijaya/Mongabay Indonesia

 

Koreografer Lampung Dian Anggraeni, pada tahun 2018, juga menampilkan para penakik damar dalam karya tarinya Nyukut, yang dipentaskan outdoor di kebun damar di Pesisir Barat. Karya tari ini juga dijadikan tesisinya di Institut Seni Bandung Indonesia [ISBI].

Dian melukiskan perempuan pemanjat damar di Pekon Pahmungan, Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.

“Ini sisi lain perempuan. Sifat-sifat maskulin terlihat dominan pada perempuan pemanjat damar. Hal ini tampak pada keseharian mereka melakukan kerja ganda,” terangnya.

Dian mengatakan, saat di rumah perempuan pemanjat damar diharuskan menggurus segala pekerajan domestik, seperti memasak, membersihkan rumah, menggurus anak dan suami. Tetapi di luar rumah, perempuan pemanjat damar berperan sebagai pencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.

“Saat ini, perempuan yang turut bekerja mencari nafkah merupakan hal biasa. Namun, fenomena perempuan pemanjat damar cukup mencuri perhatian untuk diangkat menjadi sebuah karya,” paparnya.

 

* Christian Heru Cahyo Saputro, Pegiat Heritage di Jung Foundation Lampung Heritage dan Pan Sumatera Network [Pansumnet]. Penulis Buku Piil Pesenggiri, Etos dan Semangat Kelampungan.

 

 

Exit mobile version