Mongabay.co.id

Tambang Emas Ilegal di Hutabargot, Hutan Rusak, Korban Jiwa Terus Berjatuhan

Batuan yang mengandung emas di hutan Hutabargot, mandailing Natal ini yang menjadi buruan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

 

 

 

Dua penambang asal Banten ditemukan tewas dalam bekas lubang tambang emas ilegal di hutan Hutabargot, Kabupaten Mandailing Natal Sumatera Utara, 10 Juni lalu. Mereka adalah Junaidi (40) dan Umar (25), yang tinggal di Kecamatan Panyabungan, Mandailing Natal.

Rizal, seorang penambang di Hutabargot mengatakan, mereka ditemukan tergeletak dalam lubang tambang sedalam 35 meter. Penemuan korban setelah serangkaian pencarian oleh aparat gabungan dari Polres Kabupaten Mandailing Natal, dibantu masyarakat dan para penambang emas.

“Jadi, kawan-kawan yang menambang di Hutabargot melihat keduanya masuk ke bekas lubang tambang yang sudah ditinggalkan pemiliknya. Aku menduga mereka tewas kekurangan oksigen,” katanya.

Baca juga: Duh, 7 Pekerja Tambang Emas Tewas di Mandailing Natal

Kanit Reskrim Polsek Panyabungan, Iptu. P. Ritonga mengatakan, pencarian setelah ada laporan dari keluarga mengenai dua korban hilang. Jasad korban langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Panyabungan untuk otopsi. Hasilnya, tidak ada bekas luka akibat penganiayaan, dan dugaan tewas karena kekurangan oksigen, ketika menambang emas di Hutabargot. Kedua korban sudah diserahkan ke keluarga untuk dikebumikan.

Aparat kepolisian, katanya, sudah berulang kali patroli di sekitar Hutabargot, dan melarang masyarakat menambang emas karena melanggar aturan. Namun, katanya, para penambang ilegal ini tetap membandel.

“Akan kita proses siapa saja yang melakukan pelanggaran. Patroli terus kita lakukan di Hutabargot.”

Para penambang ilegal tewas di hutan Hutabargot, bukan kali pertama.   Berdasarkan pengakuan dari sejumlah penambang emas ilegal di sana, dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada 25 orang tewasdalam lubang-lubang tambang emas ilegal ini.

Mereka yang tewas adalah pekerja yang dibayar untuk menggali dan mencari batu mengandung emas, dalam lubang tambang di Hutabargot. Hampir sebagian besar tewas diduga karena kekurangan oksigen, dan terhirup gas beracun.

“Aku sudah 15 tahun bekerja sebagai penambang di Hutabargot. ini. Setidaknya ada puluhan orang mati tertimbun di dalam lubang-lubang yang digali untuk mencari batu mengandung emas. Ada 25 oranglah, ” kata Rizal, asal Jawa dan menetap di Mandailing Natal ini.

Kasus tambang ilegal ini pernah menjadi pembahasan di DPRD Sumatera Utara. Sejumlah fraksi, mendesak Pemerintah Sumut segera mengambil tindakan menutup penambangan emas ilegal di hutan Hutabargot.

Komisi D DPRD Sumut pernah rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Sumut akhir Desember 2019. Zubaidi, Kepala Dinas Energi Sumberdaya Mineral (ESDM) Sumut, hadir mewakili Pemerintah Sumut.

Menurut dia, perlu kajian mendalam untuk penutupan usaha penambangan emas ilegal di Hutabargot, dan di sejumlah kawasan Mandailing Natal.

Sebelum tindakan penutupan, katanya, perlu pengalihan usaha bagi para penambang di sana, bisa ke sektor perkebunan, pertanian, perikanan dan sektor-sektor lain yang bisa meningkatkan taraf ekonomi warga.

“Jangan sampai ketika tindakan penutupan, mata pencaharian masyarakat makin menurun. Itu yang kita hindari, ” katanya kepada anggota Komisi D DPRD Sumut, kala itu.

Zeihira Salim Ritonga, Sekretaris Fraksi Nusantara DPRD Sumut, menilai, Pemerintahan Sumut, dan Mandailing Natal maupun Dinas Lingkungan Hidup, lamban dalam menangani soal tambang emas ilegal di Mandailing Natal ini. Padahal, katanya, tambang sudah banyak memakan korban jiwa.

Politisi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mendesak, pihak-pihak terkait segera mengambil tindakan untuk menyelamatkan lingkungan di Mandailing Natal. Kawasan itu, katanya, sudah rusak parah, termasuk mencegah korban tewas di lubang emas ilegal itu. Dia mendesak, aparat segera memproses hukum para pelanggar aturan.

 

 

Banyak yang bermain

Merah Johansyah, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), mengatakan, praktik pertambangan ilegal ini melibatkan banyak aktor atau banyak pemain di luar masyarakat itu sendiri.

Dia bilang, aksi ini tak mungkin berjalan terus tanpa ada perlindungan dari kelompok-kelompok atau aktor-aktor tertentu.

“Kalau penambangan ilegal, secara hukum sudah ada ancaman pidana dan denda, baik di Undang-undang Minerba yang lama maupun UU Minerba baru,” kata Merah.

Sayangnya, pidana dan denda di dalam UU Minerba baru, justru memberikan keringanan hukuman kepada pelaku penambang ilegal. Dalam UU Minerba lama, Bab 23 ketentuan pidana Pasal 158, ancaman penjara paling lama 10 tahun denda maksimal Rp10 miliar. Dalam UU Minerba baru Pasal 158, ancaman paling lama lima tahun, denda Rp100 miliar.

Kalau dikaitkan dengan kasus tambang emas ilegal di Mandailing Natal, akan memberikan peluang kepada pihak sponsor penambang ilegal aksi lebih luas lagi.

Begitu banyak kasus korban jatuh, katanya, perlu mempertanyakan kerja penegak hukum (kepolisian) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral yang seakan lakukan pembiaran.

“Semua harus diperiksa, bukan hanya pelaku lapangan. Pejabat tertinggi mulai bupati atau walikota hingga ke gubernur sesuai UU No 32 Tahun 2009 harus pemeriksaan karena pejabat pengawas kerusakan lingkungan hidup.”

Dalam kasus penambangan ilegal yang merusak hutan dan telan korban ini, katanya, ada beberapa hukum bisa dipakai menjerat. Yakni, UU Minerba, UU Lingkungan Hidup, dan KUHP yang mengindikasikan pembiaran penambang ilegal menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan kaitan hukum pidana karena menyebabkan kematian.

Dalam kasus penambangan ilegal ini, kata Merah, pengusutan selain pelaku di lapangan, ada juga pemodal hingga panadah.   Untuk penadah , katanya, perlu diusut karena berperan menerima hasil akhir penambangan ilegal.

Merah bilang, perlu ada sosialisasi kepada masyarakat, agar keluar dari kecanduan ekonomi tambang. Masyarakat, katanya, tidak boleh dibiarkan terjebak dalam ekonomi pertambangan karena itu merusak.

Menurut dia, harus ada upaya lain, seperti kerjasama membangun ekonomi non hutan, yang bisa menghasilkan nilai tinggi selain tambang. Caranya , bisa dengan membuat skema, seperti di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ada kerjasama kemitraan, dalam mengelola kawasan hutan dan lain-lain.

 

Keterangan foto utama:  Batuan yang mengandung emas di hutan Hutabargot, mandailing Natal ini yang menjadi buruan. Foto: Ayat S Karokaro/ Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version