Mongabay.co.id

Pengaturan Zonasi Laut Tujuh Provinsi Masih Abu-abu

 

Provinsi Aceh menjadi provinsi ke-27 yang mengesahkan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Negeri Serambi Mekkah tersebut resmi bergabung setelah Qanun Nomor 1 Tahun 2020 tentang RZWP3K Tahun 2020-2040 ditetapkan pada 17 April 2020 lalu.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Aryo Hanggono menjelaskan, Qanun tersebut masuk dalam Lembaran Aceh Tahun 2020 Nomor 1 dengan Nomor Register Qanun Aceh (1-39/2020).

“KKP secara aktif terus mendorong percepatan penatapan dokumen RZWP3K sesuai amanat UU No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,” ungkap dia pekan lalu di Jakarta.

Menurut dia, dalam setiap tahapan penyusunan Perda RZWP3K yang dilaksanakan seluruh provinsi, KKP mendorong dilakukan dengan mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.23/2016 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

baca : Perda RZWP3K, Dinanti untuk Ketertiban Pembangunan di Kawasan Pesisir

 

Ini adalah kawasan pesisir Pandan.Rencana Zonasi Wilayah Perairan dan Pulau-Pulau Kecil Sumatera Utara, jangan sampai merusak ruang kelola nelayan tradisional dan masyarakat pesisir. Foto: Ayat S Karokaro/Mongabay Indonesia

 

Dorongan tersebut, berlaku juga untuk Aceh yang sudah mengesahkan Perda RZWP3K dan menjadi sumber legalitas bagi provinsi tersebut dalam melaksanakan pengaturan ruang laut untuk konservasi. Dengan demikian, itu akan memberikan kepastian hukum dan sekaligus kemudahan bagi pemilik modal untuk menanamkan investasi.

“Tentunya ini sejalan dengan program pemerintah dalam meningkatkan iklim investasi dengan tetap menjaga lingkungan secara berkelanjutan,” ucapnya.

Sebelum Aceh, provinsi lain yang juga sudah menetapkan Perda RZWP3K adalah Sumatera Selatan dan Bangka Belitung. Kedua provinsi tersebut menjadi tiga provinsi terakhir bersama Aceh yang menetapkan Perda dalam kurun waktu tiga bulan ini.

Bagi Aryo, kemajuan tersebut menjadi kabar baik dan sinyal positif untuk pembaruan regulasi di wilayah pesisir Indonesia. Dia berharap ketiga provinsi tersebut bisa menjadi pemicu semangat untuk tujuh provinsi tersisa yang sampai sekarang masih melaksanakan proses penyelesaian untuk penyusunan rancangan Perda RZWP3K.

“Kita dorong agar tujuh provinsi lainnya yang pada saat ini dalam proses penyusunan RZWP3K dapat segera menyusul,” tutur dia.

baca juga : Ruang Hidup Masyarakat Pesisir Dirampas oleh Perda RZWP3K?

 

Pembangunan CPI, Makassar, Sulsel yang terus digugat Walhi karena dinilai tidak memiliki payung hukum yang jelas. Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) sebagai perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil belum ada, sementara AMDAL yang masih berupa addendum. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia

 

Pemanfaatan Ruang Laut

Adapun, 24 provinsi lain yang sudah lebih dulu menetapkan Perda RZWP3K adalah Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Lampung, Sumatera Barat, Maluku, Maluku Utara, Kalimantan Utara, dan DI Yogyakarta.

Kemudian, ada juga Kalimantan Selatan, Gorontalo, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Bengkulu, Jambi, dan Papua Barat. Seluruh provinsi tersebut dalam proses penyusunan selalu memperhatikan kualitas dokumen untuk rancangan Perda yang akan dihasilkan.

Sehingga, setelah disahkan itu bisa menjadi referensi utama untuk pengelolaan sumber daya alam, khususnya yang ada di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Selain itu, dalam proses penyusunan RZWP3K, Pemerintah Daerah juga harus transparan dan melibatkan pemangku kepentingan terkait.

Aryo mengatakan, pengaturan RZWP3K sendiri menjadi bagian dari rencana zonasi (RZ) yang mencakup banyak jangkauan yang lebih luas. Dokumen lain yang juga menjadi bagian dari RZ, adalah dokumen Kawasan Strategis Nasional (KSN), RZ Kawasan Antar Wilayah (KAW), dan RZ Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT).

Dalam melaksanakan penyusunan dokumen RZ, semuanya harus dilakukan secara transparan dengan melibatkan banyak pemangku kepentingan terkait, utamanya masyarakat pesisir yang akan menjadi aktor utama. Dengan demikian, nantinya bisa menghasilkan dokumen yang tepat dan berguna bagi semua lapisan masyarakat di wilayah pesisir.

“Transparansi menjadi kata kunci yang utama dalam perencanaan ruang laut, baik dalam proses maupun hasilnya,” tegas dia.

baca juga : Perda Zonasi Laut Dikebut Demi Pengelolaan Wilayah Laut Nusantara

 

Seorang nelayan di pesisir perairan Amed, Bali Timur. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Terpisah, Direktur Perencanaan Ruang Laut KKP Suharyanto menambahkan, proses yang harus dilalui Provinsi Aceh sampai bisa menetapkannya menjadi Perda RZWP3K sangatlah panjang dan tidak mudah. Sejak dari 2016, Aceh sudah memulai tahapan proses sesuai dengan aturan yang ada dalam Permen KP 23/2016.

Dalam prosesnya tersebut, KKP sudah memberikan surat tanggapan dan saran untuk dokumen final RZWP3K yang diajukan Pemerintah Provinsi Aceh. Surat tersebut diberikan kepada Gubernur Aceh pada 31 Desember 2018 lalu setelah digelar rapat pembahasan lintas Kementerian/Lembaga yang dilaksanakan di Jakarta.

Seluruh rangkaian tahapan tersebut dilaksanakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Penyusun Perda RZWP3K dan Tim Pemerintah yang terdiri dari Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan Kedeputian Pencegahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kepada tujuh provinsi yang masih melaksanakan proses penyusunan, Suharyanto mendorong agar bisa melaksakannya dengan cepat, tepat, dan sesuai aturan. Diharapkan, pada tahun ini seluruh provinsi tersisa sudah bisa menyelesaikan penyusunan dan mengesahkannya sekaligus.

“Mengingat RZWP3K merupakan satu-satunya acuan hukum bagi Pemerintah Daerah untuk menggunakan ruang laut bagi pelaksanaan berbagai program pembangunan,” tegas dia.

perlu dibaca : Zonasi Laut, Kunci Mengelola Wilayah Laut Nusantara

 

Kapal nelayan tradisional yang sedang ditambatkan di pesisir pantai Kecamatan Kangae, Kabupaten Sikka, NTT usai menjual hasil tangkapan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Alok Maumere. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay

 

Peran Masyarakat

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam Maritim Kemenko Marves Safri Burhanuddin pada kesempatan berbeda mengatakan walau Perda RZWP3K sudah ada di setiap provinsi, namun penerapannya diminta harus bisa melibatkan masyarakat umum.

Menurut dia, kehadiran Perda RZWP3K nanti diharapkan akan bisa menumbuhkan iklim investasi di daerah dengan lebih baik dan sesuai regulasi. Untuk itu, Perda yang sudah ditetapkan haruslah dokumen yang disusun dengan metode yang baik dan sudah mengakomodir berbagai kepentingan, juga mampu menjadi penyambung kerja sama, serta berkomitmen tinggi.

“Begitu kita bicara zonasi kita harus bicara izin pemanfaatan ruang. Harus ada ketegasan Pemda juga,” sebut dia.

Untuk mengawal penerapan RZWP3K di seluruh provinsi, Kemenko Marves berjanji akan melaksanakan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lainnya agar bisa tercipta pengawasan yang baik. Dengan demikian, setiap regulasi yang dihasilkan untuk pemanfaatan ruang laut, itu sudah dipertimbangkan dengan sangat matang dan mengikuti Perda RZWP3K.

“RZWP3K merupakan produk rencana yang dinamis dan memiliki siklus pembaruan setiap lima tahun, dengan catatan Perda RZWP3K tersebut mampu mendorong pembangunan di daerah berbasis sumber daya kelautan dan perikanan,” terang dia.

Sebelumnya, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Agung Kuswandono mengatakan, kehadiran Perda RZWP3K menjadi momen penting bagi seluruh provinsi di Indonesia, karena itu bisa menyelesaikan persoalan peraturan yang banyak tumpang tindih di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil.

“Dengan Perda tersebut, peraturan akan bisa disederhanakan menjadi satu dan lebih memudahkan dalam proses penerbitan perizinan untuk segala kegiatan yang ada di kawasan pesisir,” ucap dia belum lama ini.

Penerapan perizinan secara terpadu, diantaranya adalah imigrasi di Kementerian Hukum dan HAM, karantina di KKP, Kementerian Pertanian, dan KLHK. Kemudian di bawahnya ada koordinasi dengan pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

“Juga ada dengan kementerian/lembaga terkait lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Makanya itu yang bikin ruwet,” sebutnya.

 

Perluasan Bandara Ngurah Rai Bali yang dilakukan karena belum adanya RZWP3K. Foto Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Direktur Jenderal Pembinaan dan Pembangunan Daerah Kemendagri Hari Nur Cahya Murni pada kesempatan yang sama mengungkapkan, walau sudah ada 24 provinsi yang memiliki regulasi jelas untuk pemanfaatan ruang laut, tetapi masih ada tujuh provinsi lain yang belum memiliki Perda RZWP3K.

“Padahal, Perda RZWP3K akan memberikan jaminan kepastian hukum pemanfaatan ruang laut dan berfungsi untuk menjaga kesesuaian alokasi ruang melalui pemanfaatan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil,” kata dia.

Dengan manfaat seperti itu, Safri menyebut kalau kelahiran Perda RZWP3K membutuhkan dukungan kuat dari Pemerintah Pusat dan Daerah dengan melaksanakan sinkronisasi dan perencanaan dan anggaran dalam dokumen perencanaan pembangunan, khususnya indikasi program.

 

Exit mobile version