Mongabay.co.id

Keistimewaan Laut Indonesia: Kekuatan dan Tantangannya

Banyak orang sudah tahu bahwa luas laut Indonesia adalah 70% dari luas wilayahnya. Indonesia juga memiliki 17.504 pulau dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Data Asian Development tahun 2009 menunjukkan bahwa wilayah pesisir Indonesia adalah rumah bagi ribuan spesies laut.

Dengan kata lain, laut Indonesia menyediakan sumber protein penting yang secara tradisional telah menjadi sumber makanan utama. Dari beberapa kajian diketahui bahwa hingga saat ini ikan secara konsisten berkontribusi lebih dari 10% dari total konsumsi protein makanan dan lebih dari 50% dari asupan protein makanan hewan di negara ini.

Terletak di sepanjang garis khatulistiwa dan rute laut yang penting, Indonesia memainkan peran penting dalam rantai pasokan global. Menyediakan tiga lorong laut, yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II dan III, telah menjadikan perairan Indonesia pemain penting dalam lalu lintas maritim global.

Diperkirakan bahwa 44% dari lalu lintas laut global, dan 95% dari kapal di wilayah Asia Pasifik, memasuki perairan Indonesia melalui beberapa titik.

Vegetasi laut dan pesisir Indonesia adalah kontributor signifikan terhadap pasokan oksigen global dan penyerapan karbon dioksida. Di sepanjang garis pantai Indonesia adalah hutan bakau (mangrove) terbesar di dunia, dengan luas 3,2 juta hektare.

Menurut laporan UNEP, garis pantai Indonesia juga merupakan rumah bagi padang lamun terbesar di dunia, yang membentang seluas 30.000 km2. Berada di tengah segitiga karang dunia (coral triangle), Indonesia menyimpan kekayaan terumbu karang dengan luasan hampir 50.000 km2, atau 18% terumbu karang dunia.

baca : Inilah 10 Fakta Menarik tentang Laut Indonesia

 

Ilustrasi. Sekelompok ikan pada sebuah ekosistem terumbu karang. Foto: Wikipedia

 

Tapi banyak juga orang lupa bahwa sumber daya laut itu memiliki ‘rumah’ yang perlu diperhatikan, dipantau dan dipelajari karakteristiknya. Laut Indonesia menyimpan banyak keistimewaan dan karakteristik unik untuk dipantau dan dipelajari.

Posisi Indonesia yang terkoneksi dengan arus-arus laut dunia yang disebut great ocean conveyor belt dan berada di antara Samudra Hindia dan Pasifik, telah menjadikan lautnya sebagai pusat kepentingan global dalam hal perairan internasional, iklim global, dan keanekaragaman hayati

Laut Indonesia merupakan satu-satunya jalur yang menghubungkan berbagai cekungan samudera di daerah tropis, dan karenanya memainkan peran penting dalam sistem interaksi antara laut dan iklim. Air laut yang mengalir dari samudera Pasifik, melalui serangkaian sempit selat di laut Indonesia, mengalir ke Samudera Hindia. Aliran air atau arus laut ini dicirikan oleh kecepatan arus yang kuat pada kedalaman air sekitar 100 m.

Selama ‘transit’ melalui laut Indonesia, lapisan suhu dan salinitas dari Samudera Pasifik ini bercampur dan termodifikasi oleh adanya interaksi antara udara-laut yang kuat di perairan Indonesia. Induksi dari angin musiman, adanya fenomena upwelling dan kekuatan pasang surut yang besar juga menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada kondisi air laut yang transit ini.

baca juga : Hari Lautan Sedunia : Mengingatkan Peran Laut Di Planet Bumi

 

Ilustrasi. Seorang penyelam sedang menikmati bangkai kapal (shipwreck) di perairan Tulamben, Bali. Foto : wandernesia.com

 

Arlindo dan Upwelling

Data observasi pengamatan dan simulasi model menunjukkan bahwa profil kedalaman suhu, salinitas dan kecepatan aliran Indonesia ditentukan oleh pencampuran vertikal yang intens di dalam laut Indonesia. Pergerakan air secara vertikal ini kemudian membentuk lapisan-lapisan temperatur di laut. dan salah satu fenomena laut akibat pergerakan ini dikenal sebagai upwelling.

Sejauh ini pertukaran air antar samudera yang melalui laut Indonesia berfungsi sebagai umpan balik modulasi curah hujan regional dan pola angin. Arus dari samudera Pasifik yang melalui Indonesia dan menuju samudera Hindia ini dikenal sebagai Arus Lintas Indonesia (ARLINDO).

Keberadaan arus ini, diperkirakan dapat membawa sampah plastik yang berasal dari wilayah lain terutama mikroplastik yang menurut beberapa temuan dicerna oleh beberapa organisme, termasuk zooplankton, ikan-ikan kecil, dan satwa laut yang menyaring makanan (filter-feeding megafauna). Alur dari Arlindo ini juga dipercaya sebagai salah satu jalur migrasi ikan pelagis yang memiliki nilai ekonomis.

Upwelling merupakan salah satu fenomena laut yang banyak terjadi di Indonesia. Selain karakteristiknya yang menyebabkan terjadinya percampuran air laut, upwelling juga merupakan salah satu indikasi suburnya perairan Indonesia. Mekanisme terjadinya upwelling yang membawa massa air di lapisan bawah ke permukaan, menyebabkan nutrien penting air laut yang ada di dasar laut terangkat hingga permukaan.

Karena nutrient ini terbawa ke permukaan, maka di tempat itulah akan berkumpul fitoplankton, yang selanjutnya akan mengundang kehadiran zooplankton dan ikan. Proses inilah yang kemudian menjadi rantai makanan sehingga sering diindikasikan juga sebagai tempat berkumpulnya ikan.

Area upwelling terbesar di Indonesia adalah laut sebelah selatan pulau Jawa dan laut bagian barat pulau Sumatra. Area upwelling lain yang cukup subur adalah laut Banda, ujung selatan pulau Sulawesi, laut Maluku, laut Arafuru dan teluk Tomini.

Arus yang dibawa oleh ARLINDO juga mensuplai nutrien yang kaya akan makanan sehingga menyebabkan perairan Indonesia menjadi subur dan kemudian juga menjadikan laut Indonesia memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Perairan laut Indonesia yang subur ini juga menyebabkan laut Indonesia menjadi incaran banyak nelayan asing yang datang untuk mencari ikan di wilayah Indonesia.

perlu dibaca : Arus Bawah Pengangkut dan Penimbun Mikroplastik di Pusat Biodiversitas Laut Dalam

 

Ilustrasi. Nelayan tengah mencari ikan di sekitar kawasan perairan selatan Cilacap, Jateng. Foto : L Darmawan/Mongabay Indonesia

 

Sistem Observasi Laut Indonesia

Peran laut Indonesia yang begitu besar, perlu didukung oleh adanya sistem monitoring dan obervasi yang terintegrasi dengan baik. JCOMMOPS (The WMO-IOC Joint Technical Commission for Oceanography and Marine Meteorology in situ Observations Programme Support Centre), berhasil memetakan lokasi-lokasi keberadaan platform sistem observasi di seluruh dunia. Dari peta-peta tersebut terlihat bahwa Indonesia tidak memiliki sistem observasi kelautan ataupun platform observasi.

Sayangnya pemerintah Indonesia hingga saat ini tidak (belum) menjadikan observasi sebagai sebuah investasi jangka panjang untuk memelihara laut Indonesia. Saat ini sistem observasi laut nasional (laut dan pesisir) belum menjadi prioritas negara. Sistem yang ada tidak terpelihara dengan baik (sustain) karena tidak tersedianya anggaran, dan sering terkena dampak oleh adanya perubahan prioritas negara.

Keterbatasan teknologi dan SDM yang dimiliki Indonesia juga melengkapi tidak adanya sistem observasi kelautan, sehingga Indonesia masih bergantung pada produk negara lain. Sistem observasi yang masih bergantung pada negara lain, yang biasanya dilakukan melalui kerjasama internasional, tidak dapat merekam data secara real-time karena alasan menjaga kepentingan keamanan negara.

Padahal, data merupakan tulang punggung untuk membangun kebijakan yang berbasis pada saintifik. Hasil kajian saintifik yang berkualitas perlu didukung oleh ketersediaan data yang mencukupi serta akurat, sehingga data atau informasi baru yang dihasilkan dapat digunakan baik oleh pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya dalam pembangunan. Sudah banyak data kelautan yang dihasilkan oleh beberapa institusi di Indonesia. Hanya saja data tersebut masih sulit untuk ditelusuri dan diakses.

Untuk itu, Indonesia perlu membangun sistem monitoring dan observasi yang terintegrasi dan membentuk suatu pusat data kelautan Indonesia. Keduanya harus berbasis sains dan teknologi agar dapat beradaptasi dengan perkembangan arus informasi dunia.

Saat ini, dunia sedang mengangkat isu dan menyepakati untuk melaksanakan transformasi menuju ekonomi kelautan berkelanjutan. Observasi dan monitoring di laut secara ilmiah menjadi sangat penting dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan laut, dan juga untuk memahami akibat dari hal-hal yang tidak bisa dikendalikan di laut seperti bencana alam.

*Dr. Anastasia Rita Tisiana Dwi KuswardaniPeneliti Oseanografi Fisik di Badan Riset dan Sumber Daya Manusia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Artikel ini adalah opini penulis.

 

Exit mobile version