- Sebuah studi baru di Laut Mediteran telah menemukan bahwa mikroplastik sampai ke dasar laut, diangkut oleh arus bawah, dan terakumulasi pada titik tertentu di lautan, membentuk sebuah “tumpukan mikroplastik”
- Arus termohalin, membentuk akumulasi sedimen dasar laut yang luas, dapat mengendalikan distribusi mikroplastik dan menciptakan tumpukan hingga 9 juta keping plastik per meter persegi, distribusi spasial dan titik akhirnya mikroplastik sangat dikendalikan oleh arus thermohaline dekat-dasar laut (arus bawah).
- Arus bawah ini diketahui memasok oksigen dan nutrisi ke benthos laut dalam, menunjukkan bahwa pusat biodiversitas laut dalam juga cenderung menjadi tumpukan mikroplastik.
Polusi plastik telah mencemari di hampir semua lingkungan planet Bumi dan di semua laut. Efek pencemaran plastik pada ekosistem laut dan implikasinya bagi kesehatan manusia menjadi perhatian yang terus meningkat, karena lebih dari sepuluh juta ton plastik memasuki lautan global setiap tahun.
Selama ini dipahami bahwa pola arus skala besar atau Gyre sangat berperan sebagai pengangkut sampah laut, utamanya plastik, dan menumpuknya di satu lokasi. Gyre ini secara efektif menumpuk plastik yang mengapung. Namun, penumpukan dipermukaan laut hanya sekitar 1% dari perkiraan total sampah plastik laut global. Sebagian besar 99% plastik yang hilang berakhir di laut dalam (Gambar. 1).
Sebagian besar (diperkirakan 13,5%) dari total sampah plastik laut berbentuk sebagai mikroplastik, yaitu fragmen dan serat kecil berukuran <1 mm berasal dari partikel yang diproduksi dari tekstil sintetis atau berasal dari terurainya sobekan plastik yang lebih besar.
Dasar laut adalah tempat pembuangan penting secara global untuk plastik. Namun, kontrol fisik pada distribusi mikroplastik, dan efektivitas penyerapannya setelah menumpuk di dasar laut masih menjadi teka teki. Karena ukurannya yang kecil, mikroplastik dapat dicerna oleh organisme di semua tingkatan rantai makanan, memungkinkan transfer zat beracun berbahaya.
Oleh karena itu, menentukan di mana mikroplastik terakumulasi dan ketersediaannya untuk dimasukkan ke dalam rantai makanan adalah dasar untuk memahami ancaman terhadap ekosistem dasar laut dalam yang penting secara global.
baca : Air Laut Indonesia Sudah Terpapar Mikroplastik dengan Jumlah Tinggi, Seperti Apa?
Arus Bawah
Hasil kajian terakhir di Laut Mediteran yang diterbitkan di majalah Science, tanggal 30 April 2020, ternyata ngarai dan parit bawah laut, merupakan pusat tumpukan mikroplastik. Arus termohalin yang bekerja di dasar laut adalah salah satu mesin terpenting untuk pengangkutan mikroplastik dan membentuk tumpukan mikroplastik.
Dalam laporannya, tim mengkaitkan tumpukan mikroplastik di dasar laut dengan arus bawah ini dengan mengintegrasikan data geofisika resolusi tinggi, pengambilan sampel sedimen, analisis mikroplastik, dan pemodelan numerik hidrodinamik.
Diagram skematik menggambarkan peran arus bawah dalam pengangkutan, konsentrasi dan penyimpanan mikroplastik di dalam laut
Arus bawah adalah pengangkut nutrisi dan oksigen yang efisien, dan sangat berperan penting di lokasi pusat biodiversitas laut. Sayangnya, hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa arus bawah yang sama juga dapat mengangkut dan menumpuk mikroplastik. Konsentrasi mikroplastik tertinggi pada dasar laut terjadi pada kontur yang terbentuk oleh pola arus bawahnya, dan distribusinya dikendalikan oleh variasi spasial dalam intensitas arus.
Seberapa efektif mikroplastik dikubur, atau digali kembali tergantung pada fluktuasi temporal dalam intensitas saat ini. Meskipun ada upaya berkelanjutan untuk mengurangi pembuangan plastik ke laut, lautan akan terus dipengaruhi oleh ‘warisan’ salah urus pengelolaan limbah plastik masa lalu. Arus bawah akan memainkan peran penting dalam pemindahan dan penyimpanan mikroplastik di dalam laut.
baca juga : Ancaman Mikroplastik Semakin Nyata di Kawasan Pesisir Indonesia. Seperti Apa?
Arus Lintas Indonesia
Bagian arus termohalin yang bergerak di Samudra Pasifik akan melewati Indonesia atau biasa disebut sebagai Arus Lintas Indonesia atau disingkat ARLINDO. Laut Indonesia merupakan pintu gerbang yang kompleks bagi aliran masa air dari Samudera Pasifik ke Samudera Hindia melalui segudang saluran sempit yang menghubungkan laut dan cekungan dengan berbagai kedalaman dan ukuran (Gambar 2).
Arus masuk utama yang menyalurkan masa air tropis Pasifik Utara melalui laut Indonesia berada di Selat Makassar, membawa sekitar ∼80% (12–13 Sv, 1 Sv=106 m³/detik)) dari total ARLINDO. Sisa dari ARLINDO masuk melalui bagian timur yang lebih berlobang dari laut Indonesia melalui Laut Maluku, dengan kontribusi Pasifik Selatan sebagian besar masuk melalui Laut Halmahera, serta limpahan yang didorong oleh kepadatan melalui bagian Lifamatola yang memberikan ventilasi pada lapisan yang lebih dalam dari perairan Indonesia.
Laut Banda, jumlah yang lebih kecil (1-2 Sv) disuntikkan dengan aliran langsung dari Laut Cina Selatan melalui Selat Karimata dan melalui Jalur Sibutu ke Laut Sulawesi yang menarik air dari Laut Sulu berasal dari Laut Cina Selatan. ARLINDO masuk ke Samudra Hindia terutama melalui celah di sepanjang deretan pulau Nusa Tengara, tetapi sebagian besar melalui Selat Lombok, Selat Ombai dan saluran Timor.
Lokasi dan topografi alur laut yang membentuk Arus Lintas Indonesia ditunjukkan di gambar 2. Selat Lombok memiliki kedalaman 300 m dengan lebar 35 km dan arusnya berkecepatan antara 0,286 m/detik (0,6 mi/jam) ke timur hingga 0,67 m/detik ke barat (rata-rata 0,25 m/detik ke barat). Arus di Ombai berkecepatan mulai dari 0,12 m/detik ke timur hingga 0,16 m/detik ke barat (rata-rata 0,11 m/detik ke barat) dan melintasi alur laut sedalam 1.250 m dan selebar 35 km. Selat Timor yang memiliki kedalaman 1.890 m dan lebar 160 km adalah alur keluar terlebar dengan kecepatan rata-rata 0,02 m/detik.
Menguak Potensi Arus Lintas Indonesia dalam pengangkutan dan penumpukan mikroplastik di dasar samudera merupakan topik yang perlu digarap untuk menunjang upaya nasional mencapai Tujuan 14 Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), misalnya keberadaan, pengangkutan dan nasib mikroplastik di lingkungan laut Indonesia. Saat ini, model sirkulasi permukaan sudah mampu memberikan gambaran pengangkutan makroplastik terapung pada skala global, berdasarkan distribusi yang diamati. Namun, mikroplastik lebih padat daripada air dan diharapkan dapat tenggelam, baik di dekat sumber atau diangkut arus.
perlu dibaca : Sampah Plastik, Laut Tercemar, dan Target SDGs
Strategi Pengukuran Jangka Panjang
Pengukuran dan pengambilan sampel bersinergi dengan bisa memanfaatkan program ARLINDO yang sedang berjalan dan akan datang. Lokasi: pengukuran di lokasi pembangkitan dan di sepanjang jalur propagasi pasang: (a) lokasi pembangkit: (i) Selat timur (Selat Halmahera, Lifamatola, Sula dan Buru); (ii) lintas barat (Bukit Sangihe; Lintas Sibutut; Makassar dan Selat Dewakang); (iii) Jalur keluar: Selat Ombai, Lombok, dan Sumba. (b) Diluar dari lokasi pembangkit dan di sepanjang jalur propagasi: (i) Laut Sulawesi; (ii) Laut Banda (utara Ombai, selatan Selat Sula dan Buru); (iii) Bagian utara dari Lifamatola.
Bagaimanapun, mikroplastik lahir dari tangan manusia sehingga manusia pulalah yang mesti bertanggungjawab menguak dan mengatasinya. Tak ada cara lain.
***
*Dr Agus Supangat, Ilmuwan senior di Pusat Perubahan Iklim, ITB. Artikel ini adalah opini dari penulis.