Mongabay.co.id

Menjaga Masa Depan Penyu di Kapoposang

Seekor tukik penyu hijau (Chelonia mydas) yang siap berenang bebas pesisir pantai Desa Sindangkerta, Tasikmalaya, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi dan kini berada dalam kondisi keterancaman, dan lebih parah lagi kini terancam punah. Selain perdagangan liar, ancaman juga datang dari perilaku konsumsi masyarakat karena adanya mitos-mitos vitalitas.

Perlindungan terhadap penyu telah diatur dalam UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Badan Konservasi Dunia IUCN juga memasukkan penyu ke dalam kategori terancam punah.

Keberadaan dan kemunculan penyu tidak dapat dijumpai di semua perairan pantai di Indonesia. Selain karena terjadinya penurunan jumlah populasi, penyu memiliki kebiasaan bermigrasi dan memilih wilayah perairan yang relatif masih cukup baik kondisinya dan jauh dari aktivitas manusia.

Salah satu lokasi pendaratan penyu yang teridentifikasi berada di wilayah Taman Wisata Perairan (TWP) Kapoposang Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) Sulawesi Selatan. Kapoposang bahkan sering disebut sebagai ‘rumah tinggal penyu’, di mana keberadaannya sudah menjadi hal yang biasa bagi warga dan mereka hidup berdampingan.

baca : Melepas Tukik di ‘Rumah Tinggal Penyu’ Pulau Kapoposang   

 

Tukik yang baru menetas pesisir pantai pasir putih Pulau Kapoposang, Sulawesi Selatan. Foto : BKKPN Kupang

 

Keberadaan penyu dapat ditemui hampir di setiap sudut pulau Kapoposang. Terdapat tiga jenis penyu yang banyak ditemukan, yaitu penyu hijau (Chelonia mydas), sisik (Eretmochelys imbricate), dan lekang (Lepidochelys olivacea).

“Nelayan melaporkan ada juga penyu belimbing, cuma selama saya bertugas di sana belum pernah menemukannya. Kemunculannya ditemukan setiap saat khususnya pada daerah rehabilitasi karang, ekosistem padang lamun, titik penyelaman, dan zona inti,” ungkap Kepala UPT TWP Kapoposang Ilham Mahmuda, dalam diskusi daring dengan Mongabay, Selasa (30/6/2020).

Malah menurutnya, penyu ini bisa ditemui di bawah dermaga di pagi hari sambil snorkeling penyu terlihat sedang lahap memakan lamun di hamparan ekosistem padang lamun di pulau tersebut.

Berbeda di daerah lain, keberadaan penyu di Kapoposang cenderung terjaga dengan baik, tak ada kebiasaan konsumsi daging penyu oleh masyarakat seperti di Maluku dan beberapa daerah lainnya.

“Masyarakat di Kapoposang memperlakukan penyu dengan sangat baik, ketika ada penyu datang disayang-sayang dengan harapan penyu itu akan datang kembali bertelur di tempat itu. Predator alami cenderung kurang untuk induknya, yang bermasalah di fase telur. Ada mitos di masyarakat bahwa telur penyu bisa mendatangkan vitalitas. Ini yang dipercaya sejak beberapa generasi,” jelasnya.

baca juga : Menumbuhkan Karang dan Memberdayakan Masyarakat di Kapoposang

 

Tukik yang baru menetas di Pulau Kapoposang saat ditemukan tim monitoring BKKPN Kupang Wilker TWP Kapoposang. Foto : BKKPN Kupang

 

Menurut Ilham, sejak tahun 2009 pihaknya telah melakukan upaya edukasi ke masyarakat, termasuk ke orang-orang yang selama ini banyak melakukan aktivitas pengambilan telur karena keahlian khusus yang dimilikinya.

“Memang di Kapoposang itu tidak semua orang tahu cara mencari telur penyu, hanya beberapa orang saja yang ahli dengan kemampuan semacam indra keenam, yang bisa tahu kapan penyu datang bertelur. Tokoh-tokoh kunci ini kami buatkan kelompok yang kemudian mencari penyu untuk dietaskan secara semi alami.”

Hanya saja menghadapi masa pagebluk Corona ini ada indikasi aktivitas pencarian telur penyu untuk konsumsi kembali meningkat, sehingga patroli dan pembinaan ke kelompok lebih intens dilakukan.

“Ada indikasi anggota-anggota kelompok ini mulai goyah sejak adanya Corona. Ini kita rangkul kembali. Memang adanya pandemi ini menyebabkan penghasilan nelayan di wilayah Spermonde termasuk Kapoposang ini turun drastis.”

Menurutnya, selama ini sebagian besar nelayan di Kapoposang adalah nelayan tangkap ikan sunu hidup, yang pada musim Barat harganya sangat mahal, justru sekarang di masa Corona ini bersamaan dengan banyaknya ikan kerapu. Di saat inilah penghasilan nelayan semakin turun.

“Dengan kondisi ini, ada indikasi warga sekarang yang mencari telur penyu untuk dijual, ini yang coba kami atasi,” tambahnya.

baca juga : Alami Keterancaman, Butuh Kolaborasi Selamatkan Terumbu Karang di Indonesia Timur

 

Warga bersama tim BKKPN Kupang Wilker TWP Kapoposang melepasliarkan tukik di pantai Pulau Kapoposang. Foto : BKKPN Kupang

 

Monitoring

Menurut Kepala Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang, Ikram M Sangadji, sebagai salah satu kawasan konservasi perairan yang menjadi habitat alami bagi penyu TWP Kapoposang memang telah menjadi concern mereka dalam hal pengawasan.

Dengan kondisi ini, sehingga KKP melalui BKKPN Kupang untuk melakukan kegiatan monitoring terhadap biota laut dilindungi yaitu penyu yang melakukan pendaratan untuk bertelur di TWP Kepulauan Kapoposang ini.

Monitoring pendaratan penyu bertelur dilakukan oleh Tim Lapangan wilayah kerja TWP Kapoposang bersama dengan kelompok masyarakat binaan BKKPN ‘Web Spider’ pada 16 – 21 Mei 2020 lalu.

Monitoring dilakukan dengan patroli di sepanjang garis pantai Pulau Kapoposang yang telah teridentifikasi sebagai area pendaratan penyu untuk bertelur. Patroli di sepanjang pantai Pulau Kapoposang dilakukan pada saat pasang tertinggi, karena pada saat pasang penyu biasanya mulai naik untuk bertelur dan kembali lagi ke laut pada saat surut.

Monitoring juga dilakukan dengan memonitor kondisi lubang telur yang telah ditemukan oleh tenaga lapangan dan telah memasuki waktu untuk menetas, penandaan sarang/lubang tersebut, dan pemberian perlindungan berupa pagar perlindungan dari predator.

“Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui lokasi titik pendaratan penyu bertelur, memonitor kondisi lubang telur, serta memberikan pengamanan kepada sarang telur dari ancaman predator. Dari hasil monitoring ditemukan tiga induk penyu, yaitu dua induk penyu hijau dan penyu sisik,” ujarnya.

Berdasarkan hasil pengecekan sarang/lubang telur oleh tim lapangan, ditemukan 2 lubang telur telah menetas yaitu pada tanggal 20 Mei 2020 Pukul 18.30 Wita sebanyak 64 tukik penyu hijau, kemudian tanggal 21 Mei 2020 Pukul 16.30 telah menetas sebanyak 43 tukik Penyu Sisik.

“Terhadap tukik yang telah menetas selama monitoring berjalan, dilakukan pelepasliaran oleh tenaga lapangan dan kelompok masyarakat binaan BKKPN Kupang,” tambahnya.

baca juga : Digagalkan, Penyelundupan Ribuan Telur Penyu dari Tambelan ke Pontianak

 

Seorang penyelam sedang menyelam di perairan Pulau Kapoposang yang masuk areal TWP Kapoposang. Foto : BKKPN Kupang

 

Ikram menjelaskan bahwa kegiatan monitoring terhadap biota dilindungi khususnya penyu merupakan agenda wajib yang dilakukan oleh BKKPN dengan melakukan pencatatan waktu, koordinat, jenis, jumlah individu, dan foto id jika dimungkinkan serta tagging.

“Kami telah menyusun SOP sebagai standar pelaksanaan monitoring di lapangan, sehingga pelaksanaan monitoring telah berstandar dan data dapat diperoleh secara optimal,” jelasnya.

BKKPN sendiri memiliki tenaga lapangan yang siap siaga selama 24 jam di Pulau Kapoposang, serta didukung oleh masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi dan tergabung dalam kelompok binaan.

Menurutnya, TWP Kapoposang merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi desa wisata bahari.

“Kapoposang memiliki 13 titik penyelaman, salah satunya bernama turtle point, sesuai dengan namanya spot tersebut dikenal merupakan habitat asli dari penyu sisik. Kita bisa mengembangkan potensi ini, bahkan dari kegiatan monitoring terhadap pendaratan penyu bertelur kita dapat membuat bisnis proses wisata konservasi untuk menyaksikan penyu bertelur,” jelasnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) Kementerian Kelautan dan Perikanan Aryo Hanggono menilai kegiatan monitoring ini sangat penting sebagai sebuah tindakan preventif. Terlebih, penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi keberadaannya dengan status terancam punah.

“Sudah sepatutnya bagi kita untuk menjalankan amanat undang-undang dan melakukan tindakan preventif untuk mengurangi ancaman keberlangsungan hidup penyu, dan itu merupakan tanggung jawab kita sebagai pengelola kawasan konservasi,” katanya.

 

***

 

Keterangan foto utama : Ilustrasi. Seekor tukik penyu hijau (Chelonia mydas) yang siap berenang bebas pesisir pantai Desa Sindangkerta, Tasikmalaya, Jabar. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Exit mobile version