- BKKPN Kupang rutin melakukan monitoring terhadap penyu saat musim bertelur di TWP Kapoposang guna melindungi telur penyu dari ancaman predator
- Dalam monitoring ditemukan induk penyu hijau dan penyu sisik yang sedang bertelur serta ditemukan puluhan tukik dari dua lubang yang telah menetas dan tukik tersebut dilepas ke laut
- Dalam melakukan monitoring, BKKPN Kupang dibantu Web Spider, kelompok masyarakat binaan yang telah sadar akan pentingnya konservasi penyu
- TWP Kapoposang bisa dikembangkan menjadi wisata bahari sebab memiliki 13 titik penyelaman, salah satunya bernama turtle point, spot yang dikenal merupakan habitat asli dari penyu sisik serta wisata konservasi untuk menyaksikan penyu bertelur
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang melakukan kegiatan monitoring terhadap biota laut dilindungi yaitu penyu yang melakukan pendaratan untuk bertelur di Taman Wisata Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui lokasi titik pendaratan penyu bertelur, memonitor kondisi sarang/lubang telur, serta memberikan pengamanan kepada sarang telur dari ancaman predator.
“Terlebih, penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi keberadaannya dengan status terancam punah. Maka sudah menjadi kewajiban BKKPN sebagai unit pelaksana teknis (UPT) pengelola kawasan konservasi perairan nasional untuk melakukan tindakan dan upaya perlindungan,” sebut Ikram Sangadji, Kepala BKKPN Kupang kepada Mongabay Indonesia, Minggu (24/5/2020).
baca : Makin Banyak Penyu Ditemukan Mati di Sekitar Bali
Monitoring Penyu
Aryo Hanggono, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (DJPRL) KKP menyampaikan bahwa penyu merupakan salah satu biota laut yang dilindungi keberadaannya sesuai Undang Undang No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Badan Konservasi Dunia IUCN juga memasukkan penyu dalam kategori terancam punah.
“Sudah sepatutnya bagi kita untuk menjalankan amanat Undang-Undang dan melakukan tindakan preventif untuk mengurangi ancaman keberlangsungan hidup penyu. Itu merupakan tanggung jawab kita sebagai pengelola kawasan konservasi” tegasnya dalam rilis KKP yang diterima Mongabay Indonesia, Minggu (24/5/2020).
Monitoring pendaratan penyu bertelur, jelas Aryo, dilakukan oleh tim lapangan Wilker TWP Kapoposang bersama dengan kelompok masyarakat Web Spider binaan BKKPN pada tanggal 16 hingga 21 Mei 2020.
Monitoring dilakukan dengan patroli di sepanjang garis pantai Pulau Kapoposang yang telah teridentifikasi sebagai area pendaratan penyu untuk bertelur.
baca juga : Abrasi Parah, Kampung Mampie dan Penyelamatan Penyu Terancam
Patroli di sepanjang pantai Pulau Kapoposang ini menurutnya, dilakukan pada saat pasang tertinggi, karena pada saat pasang penyu biasanya mulai naik untuk bertelur dan kembali lagi ke laut pada saat surut.
“Monitoring juga dilakukan dengan memonitor kondisi lubang telur yang telah ditemukan oleh tenaga lapangan dan telah memasuki waktu untuk menetas, penandaan sarang/lubang tersebut,dan pemberian perlindungan berupa pagar perlindungan dari predator,” ungkapnya.
“Dari hasil monitoring, ditemukan tiga induk penyu, yaitu dua induk penyu hijau dan seekor penyu sisik,” ungkapnya.
Berdasarkan hasil pengecekan sarang/lubang telur oleh tim lapangan, papar Aryo, ditemukan dua lubang telur telah menetas yaitu pada tanggal 20 Mei 2020 sebanyak 64 tukik penyu hijau. Selain itu, pada tanggal 21 Mei 2020 telah menetas sebanyak 43 tukik penyu sisik.
“Terhadap tukik yang telah menetas selama monitoring berjalan, dilakukan pelepasliaran oleh tenaga lapangan dan kelompok masyarakat binaan BKKPN Kupang,” ungkapnya.
menarik dibaca : Venu, Pulau ‘Surga Penyu’ Yang Terancam Hilang Dari Tanah Papua
Didukung Masyarakat
Kepala BKKPN Kupang, Ikram M Sangadji menjelaskan bahwa kegiatan monitoring terhadap biota dilindungi khususnya penyu merupakan agenda wajib yang dilakukan oleh BKKPN Kupang.
Dalam kegiatan ini jelas Ikram, tim lapangan melakukan pencatatan waktu, koordinat, jenis, jumlah individu, dan foto jika dimungkinkan serta tagging terhadap penyu-penyu tersebut.
“Kami telah menyusun Satandar Operasional Prosedur (SOP) sebagai standard pelaksanaan monitoring di lapangan, sehingga pelaksanaan monitoring telah berstandar dan data dapat diperoleh secara optimal,” jelasnya,
BKKPN Kupang juga telah memiliki tenaga lapangan yang siap siaga selama 24 jam di Pulau Kapoposang, serta didukung oleh masyarakat yang sadar akan pentingnya konservasi dan tergabung dalam kelompok binaan.
“Ini yang membuat TWP Kepulauan Kapoposang dapat melakukan pengelolaan kawasan konservasi secara optimal khususnya dalam pemantauan biota dilindungi,” ucapnya.
Keberadaan dan kemunculan penyu sebut Ikram, tidak dapat dijumpai di semua perairan pantai di Indonesia karena terjadinya penurunan jumlah populasi dan penyu memiliki kebiasaan bermigrasi dan memilih wilayah perairan yang kondisinya relatif masih cukup baik dan jauh dari aktivitas manusia.
TWP Kapoposang, katanya, sering disebut sebagai ‘rumah tinggal penyu’, karena keberadaannya sudah menjadi hal yang biasa dan berdampingan dengan masyarakat pulau Kapoposang.
“Berdasarkan laporan masyarakat, kemunculannya ditemukan setiap saat khususnya pada daerah rehabilitasi karang, ekosistem padang lamun, titik penyelaman, dan zona inti,” paparnya.
baca juga : Menumbuhkan Karang dan Memberdayakan Masyarakat di Kapoposang
Mudah Dijumpai
TWP Kapoposang merupakan salah satu kawasan konservasi perairan yang menjadi habitat alami bagi penyu.
Keberadaan penyu di tempat ini, sebut Ikram, dapat dijumpai hampir di setiap sudut pulau Kapoposang termasuk di berbagai titik penyelaman, bahkan bisa terlihat di bawah dermaga di pulau ini.
“Kita dapat menjumpai penyu di bawah dermaga dan di pagi hari sambil snorkeling kita bisa menyaksikan penyu yang sedang lahap memakan lamun di hamparan ekosistem padang lamun di Pulau Kapoposang,” ujarnya.
Menurut Ikram, TWP Kapoposang merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi desa wisata bahari atau diistilahkan ‘Dewi Bahari’, Kapoposang sebutnya, memiliki 13 titik penyelaman, salah satunya bernama turtle point, sebab spot tersebut dikenal merupakan habitat asli dari penyu sisik.
“Kita bisa mengembangkan potensi ini, bahkan dari kegiatan monitoring terhadap pendaratan penyu bertelur kita dapat membuat bisnis wisata konservasi untuk menyaksikan penyu bertelur,” ungkapnya.
perlu dibaca : Hancurnya Industri Wisata Selam Indonesia di Tengah Wabah Corona
Data KKP menyebutkan, kepulauan Kapoposang merupakan bagian dari Kepulauan Spermonde dan secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Pangkep, Sulawesi Selatan.
SK Menteri Kehutanan No.588/Kpts-VI/1996 tanggal 12 September 1996 menetapkan Kepulauan Kapoposang sebagai Taman Wisata Alam Laut dengan luasan sebesar 50. 000 hektar dan memiliki panjang batas 103 km.
Saat ini Pengelolaan Kepulauan Kapoposang dan perairan sekitarnya telah diserahkan kepada Departemen Kelautan dan Perikanan sesuai dengan berita acara serah terima no: BA.01/menhut-IV/2009 dan No. BA. 108/MEN.KP/III/2009 pada tanggal 4 maret 2009 dengan nama Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut di sekitarnya.
TWP Kapoposang ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Kep.66/Men/2009 tentang Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kepulauan Kapoposang dan Laut Disekitarnya di Provinsi Sulawesi Selatan, pada tanggal 3 September 2009.
Kawasan Pelestarian Alam dengan fungsi Taman Wisata Perairan Kepulauan Kapoposang dan Laut di sekitarnya yang diserahterimakan dari Departemen Kehutanan ke Departemen Kelautan terdiri dari 6 pulau.
Keenam pulau tersebut yakni pulau Kapoposang dengan luas 42 Ha, Pulau Papandangan dengan luas 13 Ha, Pulau Kondongbali dengan luas 15 Ha, Tambakhulu 5 Ha, Pamanggangang 5 Ha dan Suranti 4 Ha.
***
Keterangan foto utama : Tukik yang berjalan menuju laut lepas. Foto: Sapariah Saturi/Mongabay Indonesia