Mongabay.co.id

Mengenal Ciplukan, Si Mungil yang Kaya Manfaat

 

 

 

 

Rasa manis kalau sudah matang dan asam ketika masih mentah. Bentuk bulat, berselubung kelopak tipis di bagian luar. Warna kuning bahkan orange atau kemerah-merahan kalau buah sudah matang. Ciplukan, begitu nama tanaman ini.

Sering ditemui di kebun dan tumbuh di antara gulma siapa nyana tumbuhan ini kaya manfaat. Ciplukan, kadang ditemukan tumbuh sendiri di dalam pot. Kala ada mengalami ini, lebih baik pindahkan ke dalam pot tersendiri.

Manfaat dan kandungan ciplukan ternyata sangat banyak. Buah ini oleh sebagian orang masuk dalam kategori superfood. Wow!

Rentang warna buah ciplukan yang tumbuh di Indonesia cukup beragam. Mulai dari putih, hijau muda, kuning, oranye, hingga semburat ungu.

Buah ini sepintas seperti lampion kecil. Itu sebabnya ciplukan juga dinamakan chinese lantern. Sepintas ia juga terlihat seperti genta karena buah berada dalam kelopak dan menggantung seperti genta. Helai kelopak biasa lima lembar, yang melindungi ciplukan dari serangan hama, burung, dan cuaca.

Tanaman ini bercabang banyak, menyebar ke segala arah. Tinggi tanaman bisa mencapai satu meter. Ia tumbuh baik di tanah gembur, cukup air, dan sinar matahari. Daun berbentuk oval bertangkai dengan ujung runcing dan pinggir bergelombang. Bunga kecil, berwarna putih, muncul di ketiak daun. Tangkai benang sari berwarna kuning.

Ciplukan masuk genus Physalis, dan yang sering ditemui di sawah bernama Physalis angulata. Kalau matang, buah berwarna kuning terang. Yang tumbuh di pegunungan bernama Physalis peruviana, saat matang berwarna oranye.

Mengikuti kepopuleran ciplukan oranye ini, ciplukan sawah kini sudah kerap dijumpai di supermarket. Jangan kaget kalau harga sekilogram lebih mahal dari apel California.

 

Buah ciplukan, kaya akan beragam manfaat. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

Ciplukan mudah ditemui, dari Aceh hingga Papua. Di Aceh disebut trueng kachueng, cecendes atau cecenetan menurut orang Sunda. Nyornyoran, menurut orang Madura, dan lapunonat di Seram. Di Bali disebut keceplokan, dededes menurut orang Sasak, leletokan di Minahasa, boba kalau di Maluku, dagameme di Ternate, dan kopo-kopo kata orang Makassar.

 

Kaya manfaat

Secara tradisional ciplukan sudah lama sebagai tanaman obat di nusantara. Bukan hanya buah yang bermanfaat, mulai akar, batang, hingga daun. Beberapa penelitian menunjukkan, bagian-bagian tanaman ini berpotensi jadi obat untuk memperkuat daya tahan tubuh dan memerangi berbagai penyakit.

“Ciplukan memang ada potensi. Berdasarkan informasi dari literatur, ada beberapa aktivitas mungkin bisa dijumpai di ciplukan. Misal, untuk menurunkan kadar gula darah, sebagai antibakteri, antiradang, kemudian antimikroba,” kata Zullies Ikawati, guru besar dan pengajar di Fakultas Farmasi UGM, ketika dihubungi Mongabay, 30 Juni lalu.

Dia bilang, masyarakat biasa memanfaatkan akar ciplukan untuk obat cacing atau penurun panas. Daun untuk obat nyeri.

“Buah juga dimakan, katanya bisa untuk penyakit kuning. Sekali lagi, itu pengobatan tradisional di masyarakat. Mungkin beberapa itu belum tentu terbukti secara ilmiah.”

Salah satu orang Indonesia yang cukup intens meneliti ciplukan adalah Budi Waluyo, pengajar pada Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Dalam sebuah artikel yang dia tulis bersama Wiwin Sumiya dan Nurul Aini dalam Agricultural Reviews, 2019, diterangkan, Physalis peruviana setidaknya mengandung air, asam titrat, gula, serat, antioksidan, protein, dan karbohidrat.

Ciplukan jenis ini mengandung mineral seperti K, Mn, Mg, Fe dan Zn dengan kadar lebih tinggi dibanding di buah-buahan lain seperti pepaya, apel, jeruk, strawberi, dan acerola (sejenis ceri). Kandungan Fe ciplukan ini mencapai 1,47 mg per 100 g, bandingkan dengan jeruk hanya 0,1 mg.

Kandungan Mg ciplukan oranye ini bisa mencapai 34,70 mg per 100 g, jauh lebih tinggi dibanding apel, hanya lima mg per 100 g, atau jeruk 14 mg per 100 g.

Kandungan vitamin C ciplukan juga sangat tinggi. Artikel itu menyatakan, kandungan vitamin C ciplukan mulai dari 2.050 mg per 100 g. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibanding mangga (15-36 mg per 100 g) dan jeruk (50 mg per 100 g) namun masih lebih rendah dibanding jambu biji (120-228 mg per100 g). Selain vitamin C, ciplukan juga mengandung vitamin E, dan vitamin A.

Sementara penelusuran dari situs Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC), Fakultas Farmasi UGM menyebutkan, oleh masyarakat ciplukan untuk berbagai pengobatan. Akar untuk obat cacing dan penurun demam, daun untuk penyembuhan patah tulang, busung air, bisul, borok, penguat jantung, keseleo, nyeri perut, dan kencing nanah. Buah untuk mengobati epilepsi, sukar buang air, dan penyakit kuning.

Situs itu juga menyebutkan, senyawa aktif yang terkandung dalam ciplukan antara lain saponin, flavonoid, polifenol, dan fisalin. Sejumlah penelitian menyebutkan, ciplukan memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemi, antibakteri, antivirus, imunostimulan, imunosupresan, antiinflamasi, antioksidan, dan sitotoksid.

 

Ciplukan, banyak tumbuh di berbagai daerah di Indonesia, dengan nama lokal masing-masing. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indinesia

 

Teh herbal ciplukan

Manfaat tumbuhan ciplukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh sudah dibuktikan sendiri oleh Nissa Wargadipura, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, Garut, Jawa Barat. Di lingkungan pondok, ada banyak tanaman ciplukan untuk kebutuhan pesantrennya.

“Saya sesekali minum teh herbal ciplukan. Kalau ibu saya peminum teh herbal ciplukan,” katanya, saat dihubungi Mongabay, 30 Juni lalu. “Tapi teh herbal itu harus lengkap. Mulai dari akar, batang, daun, semuanya.”

Teh herbal ciplukan dikenal memiliki khasiat mengobati diabetes, sakit tenggorokan, dan darah tinggi. Flavonoid yang terkandung di dalamnya diketahui bisa memperbaiki dan mengembalikan fungsi insulin dalam tubuh. Sementara antioksidan bisa menangkal radikal bebas.

Cara membuat minuman teh herbal ciplukan cukup mudah. Nissa memberi saran, ambil daun, batang dan akar tanaman ciplukan yang sudah dibersihkan dan dikeringkan kira-kira satu genggam. Selanjutnya, rebus dengan air sebanyak dua gelas hingga jadi satu gelas.

“Biasa dengan api kecil, warna teh herbal nanti keluar.” Nissa, kerap kali menjadi pembicara mengenai manfaat berbagai tanaman untuk obat ini.

Menurut dia, teh ciplukan boleh dicampur dengan temulawak, meniran, dan kayu manis. Boleh ditambah gula atau madu. Sebelum dicampur, semua bahan sudah dikeringkan dulu.

“Kami jarang mengkonsumsi basah. Kalau urgen saja, saat tidak punya persediaan baru langsung ambil dari kebun. Kalau waktu cukup kami mengeringkan dulu. Di pesantren banyak sekali bahan-bahan itu.”

Kini, beberapa produk teh herbal dari ciplukan juga banyak dijual di pasaran. Bisa didapatkan di apotek maupun toko online. Ada yang dalam bentuk kering, maupun serbuk. Ini menunjukkan minat dari konsumen akan manfaat teh herbal tanaman ini cukup tinggi.

Nissa juga merekomendasikan buah ciplukan ini sebagai asupan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, terutama dalam menghadapi pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).

“Yang pasti, ketika corona menerpa, ciplukan referensi kami. Untuk membersihkan dengan cepat tenggorokan yang kering, gatal, termasuk gejala influenza, itu dihantam sama ciplukan. Kalau kami dosis 10 buah sekali makan. Anak saya yang usia delapan tahun dosis sekali makan 10 buah.”

Nissa mengingatkan, karena dosis vitamin sangat tinggi, buah ciplukan tidak menyarankan untuk orang tua. Sesekali boleh untuk membersihkan tenggorokan.

“Ia bisa menjadi penghancur gula juga. Ketika lemas, capek, makan ciplukan tiba-tiba badan jadi segar. Jadi, beberapa gejala flu, pilek, sakit tenggorokan, masuk angin, kecapean, dengan ciplukan cukup.”

Dari pengalaman ini, manfaat ciplukan bagi kesehatan lebih terasa dibanding tomatm misal. Ciplukan, katanya, memberi dampak langsung sebagai immune booster. Agar manfaat bisa langsung terasa, dia menyarankan untuk mengunyah ciplukan cukup lama.

“Saya mereferensikan lebih baik dikunyah lama di mulut. Dikunyah lembut, disimpan lama di mulut. Karena kalau ditelan langsung sama juga bohong, masuk ke perut langsung. Rasa di tenggorokan bening, bersih itu. Saat di tenggorokan, ke bawah tenggorokan, masuk ke dada, lalu ke paru-paru itu terasa banget dibersihkannya.”

Menurut dia, manfaat ciplukan dalam membersihkan virus hampir sama dengan buah sirsak. Dari pengalamannya, manfaat ciplukan lebih cepat terasa.

“Lebih keren ciplukan yang saya rasakan. Cepat menyembuhkan, membersihkan tenggorokan. Tidak hitungan jam, hitungannya detik. Kalau ada dahak yang nempel-nempel itu, hitungannya tidak lama kerasanya. Cepat banget.”

Selain itu, ciplukan juga bagus sebagai bekal perjalanan. Dari pengalaman dia, usai makan ciplukan badan capek, lemas, setelah perjalanan bisa segera pulih. “Barangkali karena kandungan vitamin C yang tinggi, juga mineral.”

Ai Ath Thaariq, ciplukan tak jarang sebagai pengganti tomat untuk campuran sayur. Kalau tidak ada tomat di kebun, santri cukup mengganti dengan ciplukan, bahkan lebih bagus. Ciplukan siap makan yang sudah matang. Tak hanya makan segar, ciplukan juga bisa dikeringkan. Setelah kering bentuk seperti kismis.

 

Buah ciplukan, orang juga menyebutnya, superfood! Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

 

 

Warisan nusantara

Ciplukan sebagai sumber tanaman herbal sudah lama. Menurut Nissa, ciplukan bisa masuk dalam herbal warisan nusantara. Meski begitu, masih sedikit orang yang mengkampanyekan kehebatan tanaman satu ini.

Dia berpandangan, garda terdepan penanganan Corona itu justru bukan di dokter atau perawat, namun pada daya tahan tubuh.

“Nah, daya tahan tubuh kita itu dari apa? Ya dari tanaman-tanaman herbal. Dari tanaman-tanaman organik. Maka saya selalu bilang garda terdepan itu di daya tahan tubuh kita sendiri. Daya tahan tubuh kita sendiri dapatnya dari ciplukan, dari temu lawak, empon-empon. Itu sudah sangat saintifik ya.”

Indonesia beruntung memiliki sumber tanaman herbal melimpah. Meski begitu, pemanfaatan masih belum maksimal. Antara lain karena pengetahuan khasiat tanaman sebagai obat minim, juga kampanye hitam yang menyudutkan pemakaian obat herbal.

“Pak Jokowi sudah membuat gerakan minum jamu. Itu bagus. Kita punya contoh gerakan yang di mulai dari raja-raja. Kalau di kesultanan Jogja, namanya wedhang uwuh. Dimulai oleh sultan. Kalau di Aceh Raya itu namanya ie bu peudah, atau bubur pedas. Itu dimakan dulu oleh sultan, raja.”

Menurut dia, pemimpin yang memberi contoh mengonsumsi tanaman herbal bisa menaikkan reputasi tanaman itu di masyarakat. Masyarakat kembali gemar mengonsumsi jamu untuk mendapatkan manfaat bagi kesehatan.

Jadi, Indonesia ini tidak akan kekurangan sumber tanaman obat, termasuk yang berfungsi meningkatkan daya tahan tubuh.

 

 

Secara tradisional, ciplukan sudah dikenal sebagai tanaman obat bagi beragam penyakit. Foto: Sapariah Saturi/Mongabay Indonesia

Secara tradisional ciplukan sudah lama sebagai tanaman obat di nusantara. Bukan hanya buah yang bermanfaat, mulai akar, batang, hingga daun. Beberapa penelitian menunjukkan, bagian-bagian tanaman ini berpotensi jadi obat untuk memperkuat daya tahan tubuh dan memerangi berbagai penyakit.. Foto: Sapariah Saturi/ Mongabay Indonesia

Exit mobile version