Mongabay.co.id

Bukan Ular, Tapi Hati-hati dengan Racun Binatang Ini

 

 

Binatang ini seolah ‘keturunan’ cacing dan ular. Dia adalah caecilian: makhluk tanpa kaki yang sebenarnya bukan cacing atau ular. Tepatnya, amfibi penghuni tanah yang ditemukan di daerah tropis seluruh dunia.

Makhluk ini menghabiskan sebagian besar waktunya di bawah tanah di hutan-hutan lebat, sehingga tak banyak yang diketahui identitasnya. Itulah sebabnya Carlos Jared, ahli biologi di Institut Butantan di São Paulo, Brazil, menghabiskan hampir 30 tahun, mempelajari binatang yang sudah ada di Bumi sejak ratusan juta tahun silam.

Caecilian berbeda jauh dengan ular, namun penelitian baru menunjukkan mereka tampaknya memiliki kelenjar racun. Ini adalah pertama kalinya kelenjar tersebut terlihat di amfibi dan sepertinya mereka bahkan bisa memberi gigitan berbahaya pada hewan ataupun predatornya.

Jika kelenjar caecilian mengandung racun, maka ia menjadi vertebrata darat tertua dengan gigitan berbisa, sebuah rahasia tersembunyi selama beberapa milenium.

“Binatang ini menghasilkan dua jenis sekresi, satu ditemukan sebagian besar di ekor yang beracun, sementara kepala menghasilkan lendir untuk membantunya merangkak di tanah,” kata Carlos Jared dilansir dari The New York Times.

“Caecilian adalah vertebrata yang paling sedikit dipelajari, mereka adalah kotak hitam penuh kejutan.”

Baca: Goa Bawah Tanah Ini Dipenuhi Makhluk Pelahap Metana

 

Inilah wujud caecilian [Siphonops annulatus]. Foto: Dok. Carlos Jared/Institut Butantan São Paulo, Brazil

 

Ahli biologi Pedro Luiz Mailho-Fontana yang juga dari Institut Butantan, penulis utama studi baru ini, menemukan kelenjar beracun tersebut saat memeriksa caecilian cincin [Siphonops annulatus] yang sudah mati. Analisis mikroskopis menunjukkan, kelenjar ini bukan berasal dari epidermis, seperti kelenjar kulit beracun dari caecilian, tetapi dari jaringan gigi. Mirip kelenjar racun pada ular.

Sementara protein dalam cairan kelenjar sesuai dengan apa yang ditemukan dalam racun, para peneliti masih melakukan studi, memastikan kandung dan berapa banyak spesies caecilian [yang jumlahnya lebih dari 200] memiliki karakteristik ini.

Para peneliti memiliki beberapa pendapat bagaimana gigitan digunakan. “Karena caecilian tidak memiliki lengan atau kaki, mulut adalah satu-satunya alat yang mereka punya untuk memburu mangsanya,” kata ahli biologi evolusi Marta Maria Antoniazzi, dari Institut Butantan, dikutip dari Science Alert.

“Kami percaya, mereka mengaktifkan kelenjar mulut saat menggigit dan biomolekul khusus dimasukkan ke dalam sekresi.”

Baca: Penampakan Kalajengking 430 Juta Tahun Silam, Penasaran?

 

Gambar yang menunjukkan kelenjar gigi di sekitar mulut caecilian. Foto: Dok. Carlos Jared/Institut Butantan São Paulo, Brazil

 

Kini tim ingin menangkap dan memeriksa lebih banyak caecilian, tetapi mengingat sifat mereka yang licin dan kecenderungan menghabiskan sebagian besar waktu di bawah tanah, itu tidak akan mudah. Akhirnya, para ilmuwan harus belajar lebih banyak tentang bagaimana kelenjar racun ini berkembang.

“Tidak seperti ular yang memiliki sedikit kelenjar dengan tumpukan racun yang besar, caecilian cincin memiliki banyak kelenjar kecil dengan sedikit cairan,” lanjut Jared.

“Mungkin caecilian mewakili bentuk evolusi kelenjar racun yang lebih primitif. Ular muncul di Cretaceous mungkin 100 juta tahun lalu, tetapi caecilian jauh lebih tua, sekitar 250 juta tahun silam.”

“Caecilians, seperti beberapa ular, dilengkapi gigi menakjubkan, bisa menjadi sangat agresif saat menggigit,” kata Emma Sherratt, ahli biologi evolusi di University of Adelaide yang tidak terlibat penelitian ini.

Baca juga: Bukan Monster, Memang Begini Penampakan Kepiting Purba

 

Struktur rahang atas dan rahang bawah Siphonops annulatus. Sumber: Jurnal iScience edisi 3 Juli 2020

 

Jika caecilian memiliki gigitan berbisa, mereka mungkin secara mandiri menemukan strategi yang bekerja dengan baik. “Itu akan sangat menarik dan luar biasa,” kata Shab Mohammadi, ahli biologi evolusi di Universitas Nebraska-Lincoln yang juga tidak terlibat penelitian ini.

Mungkin, ketidakpunyaan mereka akan kaki dan tangan menjadi dorongan penting bagi evolusi racun yang disalurkan melalui gigi. Tetapi Mohammadi mencatat, masih belum jelas seberapa berbahaya isi kelenjar itu, atau seberapa beracun mereka terhadap serangga dan cacing, makanannya.

Jared dan timnya belum melakukan analisis kimia mendalam tentang kelenjar caecilian, meskipun tes awal menunjukkan itu penuh protein yang juga ada dalam racun serangga dan ular. “Mulut caecilians dipenuhi lendir pada waktu makan, tetapi sekresi sulit untuk diekstraksi,” kata Mailho-Fontana.

Temuan ini tidak hanya penting untuk studi, tetapi juga memberi gambaran evolusi lebih luas. Amfibi bawah tanah ini telah ada jauh lebih lama ketimbang  ular, artinya mereka bisa menjadi hewan dengan gigitan berbisa tertua di Bumi.

Penelitian ini telah dipublikasikan di iScience.

 

 

Exit mobile version