Mongabay.co.id

Hadapi Puncak Kemarau, Kalimantan Barat Siaga Karhutla

Memadamkan api di lahan yang terbakar, bukan pekerjaan mudah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika menyatakan, Agustus ini adalah puncak musim kemarau 2020. Walau tergolong musim kering yang basah di Kalimantan Barat, karena intensitas hujan masih sedang, namun peluang terjadinya kebakaran hutan-lahan [karhutla] masih ada. Segala persiapan dilakukan pihak terkait, agar ‘bencana tahunan’ ini tak kembali terjadi.

Kamis [30/7/2020] lalu, Koordinator Manggala Agni Provinsi Kalimantan Barat bersama Polda Kalbar, Kodam XII/Tpr, dan BPBD Provinsi Kaimantan Barat melakukan supervisi ke Posko Patroli Terpadu Pencegahan Karhutla di Posko Desa Limbung, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat.

“Kami melihat langsung pelaksanaan teknis di lapangan, kondisi personel dan evaluasi kegiatan agar dapat dilaksanakan optimal guna mencegah karhutla,” ujar Koordinator Manggala Agni Provinsi Kalimantan Barat, Sahat Irawan Manik, Kamis sore.

Desa Limbung adalah wilayah langganan kebakaran sehingga menjadi perhatian serius tim terpadu. Lokasinya tak jauh dari beberapa objek vital, salah satunya bandara.

“Patroli terpadu yang kami laksanakan sejak 2016 ini mengedepankan penguatan kapasitas masyarakat tingkat tapak, terutama untuk pencegahan karhutla, deteksi dan penanganan dini agar tidak terjadi bencana,” tutur Sahat.

Baca: Atasi Karhutla di Masa Pandemi, Perlu Peran Semua Pihak

 

Memadamkan api di lahan yang terbakar, bukan pekerjaan mudah. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Pemetaan tingkat desa, menurutnya, sangat diperlukan dari awal kegiatan. Mulai dari pemetaan areal rawan, kepemilikan lahan, potensi alternatif solusi, serta rencana demplot percontohan pembukaan lahan tanpa bakar [PLTB]. Sebagai contoh, areal yang ditinjau ini adalah lahan tidur. Di Desa Limbung, kata Sahat banyak lahan yang tidak dikelola dengan bijaksana.

“Tim melakukan melakukan perencanaan pembukaan lahan tanpa bakar.”

Pada akhirnya, lanjut Sahat, pemerintahan desa diharapkan mempunyai kesiapan menghadapi karhutla serta mempunyai rencana aksi setiap tahunnya.

“Apa yang kami lakukan memastikan lahan tidak lagi terbakar. Harapan kami, pencenganan, deteksi hingga penanganan awal dapat dilakukan teman-teman yang ada di tim terpadu.”

Dalam tim terpadu, ada anggota Manggala Agni, Babinsa, Bhabinkamtibmas, Pemerintahan Desa dan Masyarakat Peduli Api [MPA]. “Tim terpadu ini harus diduplikasi di daerah rawan lainnya,” harapnya.

Baca: Rusaknya Ekosistem dan Keragaman Hayati Akibat Karhutla

 

Hutan gambut adalah bagian dari kehidupan kita yang harus dikelola secara benar. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Strategi khusus

Patroli terpadu, menjadi strategi pertama dan bersama dalam mencegah serta mendeteksi dini karhutla. Namun, kata Sahat, ada strategi khusus yang bakal dikeluarkan. “Kami gencar membuat database bersama teman-teman dari Polda Kalbar dengan dashboard lancang kuning,” ujarnya.

Dashboard lancang kuning adalah aplikasi terbuka yang memberikan data informasi akurat, lengkap dengan grafis dan perkembangan karhutla setiap saat. Juga, bisa mendeteksi kondisi apangan dan memetakan sumber daya yang ada. “Manggala Agni dalam hal ini memberikan input: daerah-daerah rawan, peta sumber air, dan kekuatan-kekuatan di luar pemerintah,” paparnya.

Manggala Agni tengah mengembangkan konsep para legal bersama orang-orang yang bersentuhan langsung dengan karhutla dan mengajak para pihak untuk siaga karhutla. “Apalagi di masa pandemi COVID-19 ini. Kami mengajak semua orang untuk peduli, terutama memberikan alternatif solusi PLTB.”

Baca: Izin Lima Perusahaan Diusulkan Dicabut, Gubernur Kalbar: Kebakaran di Konsesi Perusahaan Terbukti

 

Koordinasi antarlembaga dilakukan guna pencegahan terjadinya karhutla di Posko Patroli Terpadu, Desa Limbung, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Foto: Aseanty Pahlevi/Mongabay Indonesia

 

Aspek hukum dan dilematis

Kepala Biro Oprasional [Karo Ops] Polda Kalimantan Barat, Kombespol Jayadi menambahkan, pencegahan dan penanganan karhutla tidak bisa dilakukan sendiri. Semua kompenen harus dilibatkan. “Dengan harapan, proses pencegahan bisa dilakukan sedini mungkin.”

Dari aspek hukum, Polri mengacu undang-undang yang masih berlaku. Seperti undang-undang yang mengatur lingkungan hidup dan perkebunan serta pertanian. “Norma-norma itu masih berlaku. Apakah nanti bertentangan dengan Peraturan Gubernur Nomor 103 dan turunannya, nanti akan dilakukan kajian,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat telah mengeluarkan Peraturan Gubernur [Pergub] Nomor 103 Tahun 2020 tentang Pembukaan Areal Lahan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal.

Hal ini menjadi perhatian serius, khususnya peladang tradisional ketika memasuki musim berladang yang biasanya bertepatan musim kemarau. Di satu sisi, mereka harus membuka ladang untuk memenuhi kebutuhan pokok, namun di di sisi lain ancaman sanksi hukum sering ditujukan kepada mereka terkait karhutla. Walau fakta di lapangan kadang berbeda.

Adanya pergub, yang telah diatur sesuai UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup [PPLH], diharapkan dapat mengakomodir petani tradisional untuk dapat melakukan pembukaan lahan dengan menerapkan kearifan lokal bertanggung jawab.

Terkait kondisi tersebut, Sahat melanjutkan, pihaknya sedang mempelajari pergub itu. “Secara konsep, kami masih mendalami.”

Menurut dia, turunan pergub nantinya bisa lebih teknis dan ada batasan hal yang harus dilakukan ketika memasuki kemarau. Apalagi, Kalimantan Barat sebagian besar lahannya gambut, ketika terbakar tentu sulit menanganinya.

“Dengan demikian, tim terpadu harus ditingkatkan ilmunya agar tidak ada bencana asap,” tegasnya.

Baca juga: Hutan Adat Masyarakat Iban Sungai Utik Kini Diakui Negara

 

Hutan adat masyarakat Dayak Iban seluas 9.480 hektar di Dusun Sungai Utik, Desa Batu Lintang, Kecamatan Embaloh, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, yang selalu terjaga kelestariannya. Foto: Rhett Butler/Mongabay

 

Pembahasan gambut dan partisipasi pencegahan

Badan Restorasi Gambut [BRG] telah melakukan Sosialisasi Pengelolaan Gambut Tingkat Provinsi Kalimantan Barat pada Rabu [29/7/2020]. Kegiatan ini dalam rangka persiapan menghadapi puncak musim kemarau 2020 dan potensi karhutla gambut.

Di Kalimantan Barat, area prioritas kerja BRG tersebar di 6 Kesatuan Hidrologis Gambut [KHG] yaitu KHG Sungai Kapuas-Ambawang, KHG Sungai Kapuas-Mando, KHG Sungai Ambawang-Kubu, KHG Sungai Punggurbesar-Kapuas, KHG Sungai Mempawah-Peniti, dan KHG Sungai Sambas Besar-Seiyung.

Sejak 2017 hingga 2019, sudah ada 1.049 Infrastruktur Pembasahan Gambut [IPG] yang dibangun BRG bersama Tugas Pembantuan [TP] yang diemban Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalimantan Barat. Rinciannya, 491 sumur bor dan 558 sekat kanal yang siap digunakan untuk membasahi ekosistem gambut.

Fokus BRG bersama TP tahun 2020 adalah pembangunan 67 IPG berupa sekat kanal di empat KHG; 6 sekat kanal di KHG Sungai Kapuas- Mandor, Kabupaten Kubu Raya; 10 sekat kanal di KHG Sungai Sambas Besar-Seiyung, Kabupaten Sambas; 33 sekat kanal di KHG Sungai Punggurbesar-Kapuas, Kabupaten Kubu Raya; dan 18 sekat kanal di KHG Sungai Matan-Rantau Panjang, Kabupaten Kayong Utara.

BRG bersama TP juga akan memberikan 46 paket revitalisasi ekonomi kepada 46 kelompok masyarakat. Sementara itu, Pemerintah Kalimantan Barat melaksanakan pengembangan desa mandiri [214 desa] yang akan berkolaborasi dengan program Desa Tangguh Bencana untuk cegah karhutla.

BRG telah melakukan restorasi ekosistem gambut di Kalimantan Barat seluas 47.521 hektar di luar konsesi. Hingga 2019, telah dilakukan intervensi pada areal seluas 778.181 atau 89% dari total areal non-konsesi seluas 892.247. Terkait supervisi di lahan konsesi perkebunan Kalimantan Barat, luasannya sudah mencapai 77% atau 47,302 hektar dari target seluas 61,364 hektar.

 

 

Exit mobile version