Mongabay.co.id

Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu

 

Ada yang berbeda saat menyambangi lokasi penangkaran penyu milik Kelompok Masyarakat  Pengawas (Pokmaswas) Pedan Wutun. Kegembiraan menyeruak menyaksikan perkembangan kelompok ini.

Pasalnya, sejak pertama kali mengunjungi kelompok ini Juli tahun 2018 lalu dan mempublikasikannya, lokasi penetasan telur penyu tampak sederhana. Tempat berukuran sekitar 3×4 meter ini hanya dipagari kayu dan jaring.

Tulisan “Dilarang Masuk di Kawasan Ini” menggunakan cat di atas selembar seng bekas tergantung di bagian depan, sebagai pembeda bahwa di lokasi ini ada aktifitas yang harus dilindungi.

“Sudah ada sedikit perbaikan berkat bantuan dari berbagai pihak yang peduli,”  tutur Ketua Pokmaswas Pedan Wutun, Kristoforus Kelan Werang saat bersua Mongabay Indonesia, Selasa (28/7/2020)

Kristo beryukur, kerja keras tanpa pamrih kelompoknya akhirnya mendapat apresiasi. Wajahnya tampak berseri usai menerima kunjungan singkat Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskodat ke tempat penangkaran penyu milik mereka.

“Walau hanya sebentar, kami bangga Gubernur NTT bisa mampir ke tempat kami.Ini sebuah bentuk apresiasi atas hasil karya kami,” tuturnya penuh semangat.

baca : Mengintip Semangat Pedang Wutun Lestarikan Penyu di Solor

 

Lokasi penetasan telur penyu Pokmaswas Pedan Wutun di Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Bekerja Sukarela

Kepala Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTT wilayah Kabupaten Sikka, Flores Timur dan Lembata, Antonius Andy Amuntoda kepada Mongabay Indonesia mengakui, Pokmaswas Pedan Wutun luar biasa.

Andy menjelaskananggota kelompok ini secara sukarela tanpa digaji mengumpulkan telur penyu dari sarang dan menetaskannya di lokasi penangkaran. Sudah ribuan tukik dilepasliarkan di pantai Ritaebang sejak tahun 2016.

“Pokmaswas Pedan Wutun merupakan Pokmaswas Perikanan dan Kelautan terbaik Provinsi NTT tahun 2019. Pokmaswas ini mewakili NTT dalam lomba Pokmaswas di tingkat nasional,” tuturnya.

Saat meninjau lokasi penangkaran penyu, Gubernur NTT sekaligus menyerahkan bantuan peralatan berupa satu unit ponsel android, 10 buah life jacket serta memberi bantuan uang pembinaan sebesar Rp5 juta.

Pokmaswas ini, menurut Andy, mempunyai semangat yang luar biasa dalam melakukan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan. Selain itu, Pedan Wutun juga melakukan kegiatan konservasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelajar terkait konservasi dan perlindungan biota laut.

“Anggota kelompok ini setiap malam berkeliling di pantai saat musim penyu bertelur untuk mengambil telunya agar  tidak dimangsa oleh predator dan diambil manusia. Telur penyu ditetaskan di tempat penangkaran lalu tukiknya dilepas ke laut,” sebutnya.

Ada empat jenis penyu yang dilindungi yang berada di perairan Selat Lewotobi termasuk di perairan Kecamatan Solor Barat, yaitu penyu hijau (Chelonia midas), penyu tempayan (Caretta caretta), penyu sisik (Eretmochelys mydas) serta penyu belimbing (Dermochelys cariacea).

Namun penyu belimbingjarang ditemukan di Solor Barat khususnya di perairan Ritaebang. Paling banyak tukik yang dilepas jenis penyu hijau.

“Saya berharap Pokmaswas Pedan Wutun bisa menjadi contoh bagi kelompok lain dalam menjaga sumber daya kelautan dan perikanan di wilayah Flores Timur dan NTT,” ungkapnya.

baca juga : Penyu Belimbing Sering Terjaring Nelayan di Kupang. Dimana Saja Habitatnya di NTT?

 

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun bersama staf Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan NTT serta Misool Baseftin Flores Timur tukik ke laut. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Murni Konservasi

Semenjak terbentuk tahun 2016, Pokmaswas Pedan Wutun, kini beranggotakan 12 orang. Saban warsa, ratusan bahkan ribuan tukik dilepas di pantai pasir putih Ritaebang, Kelurahan Ritaebang, Kecamatan Solor Barat, Kabupaten Flores Timur.

Tahun 2016 terdapat 1.358 telur penyu yang ditetaskan hanya 1.095 telur yang berhasil menjadi tukik dan dilepasliarkan ke laut. Tahun 2017 sejumlah 1.539 telur, berhasil menetas 1.290 sementara tahun 2018 meningkat menjadi 1.970 telur dan berhasil menetas 1.290.

Untuk tahun 2018, dari sebanyak 1.970 telur sebanyak 1.642 tukik berhasil dilepaskan. Sedangkan tahun 2019 jumlah telur yang ditetaskan meningkat menjadi 2.030 dan menetas 1.708. Hingga akhir Juli 2020 sudah 1.693 telur yang ditetaskan dan sebanyak 863 ekor tukik sudah dilepasliarkan.

“Total sudah  8.590 telur penyu yang ditetaskan dan yang berhasil menetas hingga akhir Juli 2020 sebanyak 6.598 telur. Sebanyak 76 persen yang menetas dan berhasil dilepaskan ke laut,” beber Kristo.

Jumlah telur yang ditetaskan setiap tahunnya kata Kristo, tergantung banyaknya telur yang masuk ke penangkaran. Jumlah sarang yang ditemukan, katanya, setiap tahun antara 13 sampai 23 sarang.

Perbedaan jumlah sarang jelas Kristo, tergantung berapa kali penyu bertelur dimana ada yang menurun dan ada yang meningkat tergantung kepada proses perkawinan penyu di laut.

“Setiap musim penyu bertelur setiap malam kami berkeliling pantai mencari sarang dan telur penyu. Motif kami murni untuk melakukan konservasi meskipun tidak ada perhatian dari kelurahan Ritaebang dan kecamatan Solor Barat,” tuturnya.

Kepala Perwakilan Misool Baseftin Flores Timur, Maria Yosefa Ojan kepada Mongabay Indonesia, Kamis (30/7/2020) menyebutkan Pokmaswas Pedan Wutun sudah mendapatkan pelatihan terkait penangkaran dan pelepasan tukik.

Evi sapaannya mengaku pihaknya tidak merekomendasikan tukik dipelihara hingga besar baru dilepaskan ke laut. Setelah menetas, penyu memiliki cadangan makanan selama seminggu di tubuhnya.

“Melepasnya pun saat malam hari agar tidak dimangsa predator. Kalaupun dimangsa pun tidak semuanya karena tukik dilepas dalam jumlah banyak. Bisa juga dipelihara hingga besar namun pasti butuh biaya pakan dan perawatan,” ungkapnya.

menarik dibaca : Meski Dalam Keterbatasan, Sahabat Penyu Loang Tetap Bertahan. Apa Motivasinya?

 

Tukik penyu tempayan (Caretta caretta) yang baru menetas di lokasi konservasi penyu Pokmaswas Pedan Wutun dan diletakan di dalam bak penampung sebelum dilepasliarkan ke laut. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Butuh Bantuan

Anggota Pokmaswas Pedan Wutun memilik profesi beragam. Ada tukang bangunan, tukang las, nelayan dan petani.Anggota kelompok berharap bisa diberikan bantuan modal usaha atau peralatan.

Kristo mengaku hanya mendapatkan perhatian dan bantuan dari Dinas Perikanan Kabupaten Flores Timur, KCD DKP NTT dan LSM Misool Baseftin Flores Timur.

“Pondok informasi ini bantuan dari BPSPL Denpasar dan kami harus ubah proposal tiga kali. Kami ajukan dana Rp100 juta tetapi setelah direvisi mendapatkan dana Rp65 juta,” terangnya.

Sisa dana untuk pembangun kata Kristo, dibantu oleh Misool Baseftin termasuk Solar Cell untuk penerangan dan baju seragam. Ia katakana masih ingin membangun pondok atau lapo serta kamar mandi dan toilet di tempat tersebut bagi wisatawan.

Dia berharap Pemkab Flores Timur melihat langsung kelompoknya dan memberikan bantuan. Ia beralasan pihaknya bekerja sesuai visi misi bupati Flores Timur untuk menyelamatkan laut.

Kedepannya, terang Evi, kegiatan penangkaran penyu dan pelepasan tukik diarahkan menjadi ekowisata. Misool pun sedang mempersiapkan sumber daya manusianya terlebih dahulu.

“Selain sarana dan prasarana, pengetahuan diperlukan agar bisa menjelaskan dengan baik kepada wisatawan soal aktifitas kelompok. Makanya kami lakukan edukasi konservasi laut kepada kelompok dan penguatan sumber daya manusianya terlebih dahulu,” terangnya.

Evi tegaskan, muara dari pendampingan dan edukasi yang dilakukan yakni makna konservasinya tetap ada meskipun dikembangkan jadi wisata.

 

Kristo Kelan Werang (kiri) ketua Pokmaswas Pedang Wutun memperlihatkan tukik yang baru menetas dan ditaruh di dalam keramba apung di pesisir pantai desa Ritaebang, Solor Barat, Flores Timur, NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sedangkan Kepala Balai Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Permana Yudiarso kepada Mongabay Indonesia, Minggu (9/8/2020) mengatakan pihaknya memang telah memberikan bantuan dana pada tahun anggaran 2019 senilai Rp65 juta untuk pembangunan rumah jaga, alat-alat patroli, dan lain sebagainya,

“Bantuan Pemerintah yang telah diberikan diharapkan dapat mendorong kelompok utk lebih aktif dan melaksanakan pendataan dan pengamatan lebih baik lagi. Apalagi data penyu di Pedan Wutun kami kumpulkan dan masuk ke dalam database penyu BPSPL Denpasar/Nasional-Indonesia,” kata Yudi.

Dia mengatakan BPSPL Denpasar yang wilayah kerjanya sampai ke NTT sangat terbantu denganaktivitas yang ada, mengingat di wilayah ini dicadangkan sebagai kawasan konservasi perairan di Kabupaten Flores Timur dan jalur migrasi paus, lumba-lumba maupun penyu .

“Di perairan sekitar juga merupakan jalur migrasi penyu belimbing yang pernah terjerat jaring nelayan, sehingga pokmaswas sangat penting untuk membantu mengamati aktivitas perikanan yang berpotensi mengganggu habitat dan jalur migrasi atau pendataan,” tambah Yudi.

 

Exit mobile version