Mongabay.co.id

Bagaimana Mengelola Ekosistem Pesisir yang Tepat dan Berkelanjutan?

 

Ekosistem pesisir berperan sangat besar untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan sekaligus menjaga sumber daya alam yang ada di dalamnya. Keberlanjutan ekosistem pesisir akan sangat bergantung pada pengelolaan yang dilakukan secara baik oleh manusia.

Deputi Bidang Ilmu Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Agus Haryono mengatakan, LIPI sudah memantau ekosistem pesisir di seluruh Indonesia, termasuk ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun, dan ekosistem terumbu karang.

“Ketiga ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang penting, yang tidak hanya memiliki fungsi ekologi, namun juga memiliki peran penting pada perekonomian masyarakat. Ketiganya dapat dijadikan sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat,” ungkap dia belum lama ini di Jakarta.

Namun, ketiga ekosistem tersebut itu tidak selamanya dalam kondisi baik dan kita harus terus memberikan masukan kepada Pemerintah Indonesia bagaimana melaksanakan monitoring terhadap tiga ekosistem yang perannya sangat besar itu.

Oleh itu, pemantauan terhadap ketiga ekosistem tersebut harus terus dilakukan, agar data-data terkini bisa tetap didapat dan kemudian bisa dilakukan pemantauan secara berkala. Data-data ilmiah yang dimonitor, kemudian diolah dan disajikan agar bisa untuk memperkuat kebijakan yang sudah ada di Pemerintah.

baca : Ekosistem Pesisir, Potensi Tersembunyi di Bawah Perairan Laut

 

Kondisi pesisir Kabupaten Indramayau, Jabar. Walhi Jabar mencatat, pembabatan hutan bakau pasca era reformasi 1998 – 2003. Akibatnya, abrasi di sepanjang 365 kilometer pantai utara dari Cirebon di timur hingga Bekasi di barat mencapai 370,3 hektar per tahun. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Direktur Konservai dan Keanekaragaman Hayati Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Andi Rusandi menyatakan bahwa saat ini kondisi ekosistem pesisir sangat dipengaruhi oleh banyak hal. Bukan saja dari kebijakan, namun juga dari segala aktivitas yang sudah dilakukan oleh manusia.

Adapun, jenis potensi pesisir yang ada di Indonesia, mencakup sumber daya hayati, sumber daya non hayati, sumber daya buatan, jasa lingkungan, keindahan alam, dan instalasi bawah air. Khusus untuk potensi pertama, itu mencakup ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan biota laut lain.

Seluruh potensi pesisir tersebut ada dengan mengelilingi pulau-pulau di Nusantara, baik pulau besar maupun kecil. Tercatat, ada 16.671 pulau yang sudah masuk dalam data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan sudah dilakukan pengukuran luas.

“Khusus untuk pulau kecil, itu relatif beresiko tinggi terhadap banyak hal, seperti perubahan iklim. Sementara pulau besar relatif lebih kuat menghadapinya. Pulau kecil juga sangat bergantung pada pulau besar yang ada di sekitarnya,” jelas dia.

Lebih detail, Andi menerangkan bahwa dari potensi pesisir yang ada, terdapat tiga ekosistem penting yang masuk dalam sumber daya hayati. Ketiganya adalah terumbu karang, padang lamun, dan mangrove.

baca juga : Susahnya Menjaga Ekosistem Pesisir dan Laut Indonesia Bisa Tetap Baik

 

Lebat teduhnya kawasan hutan mangrove Suasana kawasan mangrove di Desa Karangsong, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Foto : Donny Iqbal/Mongabay Indonesia

 

Status Terkini

Saat ini, luasan terumbu karang di Indonesia mencapai 2,5 juta hektare atau mencapai 14 persen dari total luasan terumbu karang di dunia. Sementara, luasan mangrove mencapai 3,4 juta ha dan padang lamun mencapai luasan 1,7 juta ha.

Dari data yang dirilis Badan Informasi Geospasial (BIG) pada 2013, luasan terumbu karang paling banyak ada di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 717 yang meliputi Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik, terutama yang ada di wilayah laut Provinsi Papua Barat, Maluku, dan Maluku Utara.

Sementara, untuk padang lamun luasannya paling banyak ada di WPP 718 yang meliputi perairan Laut Aru, Laut Arafuru, dan Laut Timor bagian Timur, terutama wilayah perairan Laut Arafura yang mencakup Provinsi Papua dan Maluku.

Sedangkan, untuk luasan mangrove paling banyak ada di WPP 718 dan 711 yang meliputi perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Natuna Utara.

Sebagai bagian dari pengelolaan wilayah dan ekosistem pesisir, Pemerintah Indonesia sudah menetapkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam lima tahun mendatang, luas kawasan konservasi diharapkan bisa mencapai luasan 26,90 juta ha pada 20204 mendatang.

“Saat ini luasnya baru mencapai 23,38 juta hektare,” tutur dia.

baca juga : Indonesia Dapat Dana 20 Juta Euro untuk Pembentukan World Mangrove Center

 

 

 

Namun demikian, selain target di atas, Pemerintah juga akan fokus untuk melaksanakan pengelolaan kawasan konservasi secara berkelanjutan. Saat ini, dari 197 kawasan konservasi laut yang ada, tercatat baru 6 kawasan yang sudah dikelola secara berkelanjutan.

“Pemerintah ingin pada 2024 mendatang ada 20 kawasan konservasi yang dikelola secara berkelanjutan,” jelas Andi.

Selain itu, agar ekosistem pesisir tetap berkelanjutan, Pemerintah juga menetapkan 20 spesies laut yang akan diberikan perlindungan hingga 2024 mendatang. Pemilihan 20 spesies tersebut dilakukan berdasarkan rekomendasi yang diberikan LIPI sebelumnya.

Dari rekomendasi tersebut, sebanyak 308 spesies dari 7 taksa, yakni pisces, coral, mimi/xiphosura, crustacea, reptile-amfibi, teripang dan molusca, ditetapkan sebagai spesies biota perairan prioritas perlindungan.

Namun, mempertimbangkan kebutuhan pengelolaan yang tidak mutlak pada level genus, skala prioritas, isu yang paling krusial, termasuk indikator dan capaian, KKP menetapkan 20 jenis ikan prioritas yang akan dikelola selama 5 tahun ke depan.

Adapun, 20 spesies yang akan menjadi target prioritas KKP adalah:

 

  1. Hiu Apendiks CITES
  2. Pari Apendiks CITES
  3. Hiu Paus
  4. Pari Perlidungan penuh (Manta, Pari Gergaji, Pari Air Tawar)
  5. Penyu
  6. Karang Hias
  7. Napoleon
  8. Sidat
  9. Duyung
  10. Cetacea (Paus dan Lumba-lumba),
  11. Teripang
  12. Hiu Berjalan
  13. Kima dan Lol
  14. Banggai Cardinalfish (BCF)
  15. Arwana
  16. Biota Endemik Danau Purba
  17. Kuda laut
  18. Bambu laut dan Akar bahar
  19. Terubuk
  20. Belida

perlu dibaca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

 

Seorang penyelam sedang menyelam di perairan Pulau Kapoposang yang masuk areal TWP Kapoposang. Foto : BKKPN Kupang

 

Pengelolaan Laut

Senior Natural Resources Management Specialist World Bank untuk Indonesia Sustainable Ocean Program (ISOP) Andre Rodriguez de Aquino meyakini bahwa kesehatan laut bisa dijaga melalui pendekatan ekonomi biru yang saat ini sudah bergaung di seluruh dunia.

“Ini adalah pendekatan yang bagus, karena laut sangat membutuhkannya. Ini bisa berjalan dengan lintas sektoral. Intinya, laut mempersatukan kita semua,” ucap dia.

Berbagai pendekatan itu di antaranya adalah rencana tata ruang laut, managemen zona laut yang terintegrasi, rencana induk pariwisata yang terintegrasi, dan juga integrasi aktivitas-aktivitas tambahan melalui kebijakan yang sudah ada dam kerangka kerja strategis.

Perlunya dilakukan pengelolaan yang baik, karena laut Indonesia adalah sumber daya alam yang melimpah dan sudah menjadi sumber kehidupan dan penghidupan sejak lama. Bahkan, kekayaan sumber daya laut juga sudah ikut menopang ekonomi secara nasional.

Andre menjelaskan, jika terumbu karang kondisinya sehat akan menyumbangkan nilai ekonomi tahunan secara nasional mencapai USD3,1 miliar, menyediakan lapangan pekerjaan untuk tujuh juta orang yang bisa bekerja pada perikanan tangkap dan budi daya, dan menjadi penyumbang produk domestik bruto (PDB) secara nasional hingga 2,56 persen.

perlu dibaca : Pentingnya Padang Lamun untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Sayangnya..

 

Padang lamun di pesisir pantai Auki, Biak, Papua. Foto: Ridzki R Sigit/Mongabay Indonesia

 

Secara keseluruhan, para peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI memberikan penjelasan tentang kondisi terkini tiga ekosistem utama di wilayah pesisir. I Wayan Eka Dharmawan yang menjelaskan tentang ekosistem mangrove, menyebutkan bahwa saat ini ada peningkatan pada rerata cakupan kanopi.

Untuk wilayah Barat Indonesia, tingkat kerapatan tinggi berhasil terlihat dengan dominasi spesies Rhizophora sp. Spesies tersebut diketahui memiliki tingkat toleransi kerapatan yang antarpohon yang cukup tinggi. Data tersebut didapat dari hasil pemantauan selama 2015-2019.

Kemudian, Tri Aryono menjelaskan tentang ekosistem terumbu karang menyebutkan bahwa dari data yang dirilis pada 2019, dari sebanyak 1153 lokasi terumbu karang, 390 terumbu karang masuk kategori buruk, 431 terumbu karang masuk kategori sedang, 258 terumbu karang masuk kategori baik, dan 74 terumbu karang masuk kategori sangat baik.

Terakhir, Susi Rahmawati dan Udhi E. Hermawan memaparkan tentang kondisi terkini padang lamun. Dari hasil penelitian keduanya yang dilakukan pada 2018-2019, padang lamun di Indonesia umumnya memiliki komposisi multispesies, dengan tujuh hingga sembilan spesies lamun.

Selain itu, padang lamun di perairan Indonesia memiliki kelimpahan yang relatif sedang dengan tutupan antara 30-40 persen. Lalu, ditemukan fakta juga bahwa padang lamun di bagian timur Indonesia lebih tinggi dalam persen tutupan dan kekayaan spesies daripada padang lamun di bagian barat Indonesia.

 

Exit mobile version