Mongabay.co.id

Setelah Pantai Dibuka di Masa Pandemi

 

Seiring dibukanya objek wisata, pantai-pantai pun mulai ramai. Cuaca cerah pun mendukung rekreasi murah meriah dan menyegarkan ini.

Salah satunya pantai di kawasan wisata termacet di Bali, Pantai Petitenget di Seminyak, Kuta. Setelah matahari naik dari kaki langit, puluhan tukik menetas secara alami dari sarangnya.

Puluhan tukik berjenis penyu lekang ini tiba-tiba muncul dari pasir yang basah karena sapuan ombak. Anak-anak mengerumuni dan menonton iring-iringan tukik yang semangat menyongsong debur laut.

Beberapa orang dewasa juga takjub, karena biasanya tukik menetas di area relokasi. Para telur penyu diambil dari sarangnya dan dipindahkan ke area penetasan. Area relokasi telur dan penetasan tukik ini ada di sejumlah pantai seperti Pantai Kuta, Sanur, Perancak, Saba, dan lainnya.

Kini, pada suatu pagi di Pantai Petitenget yang baru dibuka, tukik ini merangkak dari sarang induknya. Tak perlu waktu lama bagi tukik mencapai bibir laut, energi mereka masih penuh. Aroma laut demikian dekat, langsung memenuhi kulit dan cangkang mungil mereka setelah menetas.

baca : Geliat Petani Muda Bali di Tengah Pandemi COVID-19 [Bagian 1]

 

Pelepasan tukik di Pantai Petitenget, pada Minggu (26/7/2020). Foto : Anton Muhajir/Mongabay Indonesia

 

Pantai ini terlihat dijaga sejumlah petugas keamanan, dari kepolisian maupun desa adat. Di pintu masuk, seorang petugas mengumumkan tata tertib di pantai termasuk siaga pada keamanan. Poster-poster untuk pakai masker, cuci tangan, dan jaga jarak terlihat mencolok. Dua bak tempat cuci tangan dipasang di sisi kiri dan kanan pintu gerbang khas arsitektur Bali ini.

Sebuah pura yang berlokasi di pantai terlihat ramai. Puluhan warga yang sedang menghelat prosesi ritual di pura dalam kawasan pantai populer di Seminyak ini. Dekat muara sungai yang biasa disebut campuhan, salah satu kawasan suci dalam keyakinan Hindu di Bali. Di area inilah ritual penyucian melasti dilakukan jelang sejumlah upacara besar di desa atau jelang Nyepi.

Sungai yang bermuara di laut ini terlihat bersih tanpa genangan sampah anorganik seperti muara-muara lainnya. Warga desa setempat sedang menghelat upacara semacam syukuran untuk anaknya dan juga upacara Ngaben. Gamelan pengantar doa-doa ini lebur bersama suara ombak.

Bagian terpenting adalah melarung sesajen ke laut dan mengusapkan air laut ke atas kepala. Memohon kekuatan dewa Baruna untuk ketenangan jiwa.

Beberapa meter dari rombongan upacara agama ini, warga menyebar di pantai. Ada yang main voli pantai, bola, dan main ayunan yang dijadikan signage Pantai Petitenget.

Di bibir laut, anak-anak bermain air, membuat kolam air dengan didampingi orangtuanya. Ombak cukup tinggi. Bahkan perahu yang membawa para pemancing pun beratraksi mengikuti melewati gelombang, mirip peselancar.

Sempadan pantai terasa sangat lapang, lebarnya lebih dari 50 meter. Di sisi kanan menghadap pantai adalah barisan hotel dan beach club yang membuat Seminyak populer. Namun karena pandemi COVID-19, yang terlihat adalah hotel-hotel mewah yang sunyi. Hanya petugas keamanan yang lalu lalang berjaga di pinggir pantai.

baca juga : Kawasan Konservasi dan Wisata Alam Bakal Buka Bertahap

 

Suasana di Pantai Petitenget di Seminyak, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Pemandangan ramai juga terlihat di Pantai Sanur. Pantai Karang yang menjadi lokasi yoga terlihat riuh dengan aneka aktivitas. Paling mencolok adalah rombongan pesepeda yang lalu lalang di area jogging atau rehat di pinggir pantai bersama sepedanya.

Gazebo atau balebengong ikonik di titik pemecah ombak di pantai ini juga penuh. Air laut saat itu terlihat keruh. Padang lamun mati mengambang di permukaan.

Ramainya turis memicu produksi sampah. Tong-tong sampah yang sudah disediakan cukup banyak terlihat penuh. Untungnya tidak meluber.

Keramaian juga nampak di Pantai Kedonganan, lokasi kampung nelayan dan pasar ikan di dekat Jimbaran. Warga memenuhi pasar ikan, membeli beragam hasil laut yang dijual persis samping pantai. Tak hanya warga Bali juga warga negara asing yang sudah terbiasa memilih dan membeli ikan di sini.

“Ayo bu, ini fillet tuna yang biasanya dijual ke hotel,” seorang pedagang menyambut. Ia menawarkan cukup murah, Rp20 ribu per seperempat kilogram. Ikan potong berwarna merah muda ini sudah dibersihkan dan dibungkus plastik.

Di luar pasar ikan, dagang juga memenuhi pantai. Ini pedagang yang tak memiliki kios di pasar. Di dalam pasar ikan, jenis proteinnya cukup kaya seperti kerang, kepiting, lobster, cumi, udang, dan lainnya. Sementara di pinggir pantai, lebih banyak ikan tongkol dan teri.

perlu dibaca : Era Kenormalan Baru dan Prinsip Fundamental Ekowisata

 

Suasana di Pantai Kedonganan, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Kunjungan turis anjlok

Pemerintah Provinsi Bali sudah membuka obyek wisata dan menyambut turis domestik pada 31 Juli. Sementara untuk turis asing dijadwalkan 11 September ini.

Tak sedikit regulasi yang dibuat Gubernur Bali untuk mendorong percepatan memulihkan kunjungan turis. Selain Pergub tentang Kawasan Pariwisata Bali, juga sejumlah seremonial bersama pejabat kementerian.

Dalam Pergub Kawasan Pariwisata, disebutkan meliputi hotel atau jenis akomodasi lainnya, restoran atau rumah makan, dan daya tarik wisata. Dalam pengembangan kawasan pariwisata dilarang menggusur masyarakat adat, menutup akses masyarakat lokal, menguasai area publik, memindahkan sarana umum, dan merusak dan/atau mencemari alam dan lingkungan.

Sejak akhir Januari 2020, Bali mulai mengalami dampak pandemi COVID-19. Jumlah turis terus menurun bahkan kemudian nyaris tidak ada setelah adanya penutupan penerbangan komersial maupun perhubungan darat dan laut, untuk mencegah meluasnya penularan virus corona baru penyebab COVID-19 di kiblat pariwisata Indonesia ini.

Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara anjlok dari 6,2 juta orang pada 2019 jadi 1 juta orang sampai Mei 2020 ini. Mengikuti kurva pandemi, kunjungan mulai menurun secara drastis pada Januari. Dari lebih dari 500 ribu orang menjadi hanya 36 orang pada Mei ini. Indonesia baru menyatakan secara resmi adanya kasus COVID-19 pada Maret dan kasus kematian pertama yang diumumkan pertama dari Bali menimpa warga negara Inggris.

Ketergantungan pada industri pariwisata lagi-lagi beri pukulan telak pada Bali. Kali ini dampaknya jauh lebih panjang dan meluas dibanding Bom Bali pada 2002 dan 2005, dan erupsi Gunung Agung pada 2017-2018. Bila dibandingkan dengan bulan Mei 2019, jumlah wisman ke Bali tercatat turun hampir 100 persen.

 

Ritual di Pantai Petitenget, Bali. Foto : Luh De Suriyani/Mongabay Indonesia

 

Gubernur Bali Wayan Koster pada berbagai kesempatan terlihat yakin Bali akan segera normal jika larangan kedatangan warga negara asing dicabut secepatnya. Hal ini ia sampaikan pada seremonial penyambutan wisatawan domestik di Nusa Dua pada 30 Juli yang dihadiri Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi dan Menteri Pariwisata-Ekonomi Kreatif.

Pembukaan aktivitas harus segera dilaksanakan agar pariwisata tak terus terpuruk. Tahap pertama dimulai dengan pembukaan tempat publik pada 9 Juli. “Pandemi ini penanda ketidakharmonisan alam akibat ulah manusia yang tak melaksanakan tata kehidupan berbasis kearifan lokal,” sebut Koster saat deklarasi Tatanan Kehidupan Era Bali di Pura Besakih.

 

Exit mobile version