Mongabay.co.id

Menjaga Teripang di Alam dengan Teknologi Budi daya

 

Teripang adalah salah satu biota laut yang tidak banyak dikenal masyarakat Indonesia. Keberadaannya masih terbatas diketahui oleh masyarakat yang tinggal di kawasan pesisir dan pulau kecil saja, walaupun komoditas tersebut bernilai ekonomi tinggi dan menjadi sumber pangan yang mengandung gizi yang tinggi.

Di dunia, teripang memiliki 1.700 jenis yang tersebar di seluruh wilayah perairan dunia. Dari jumlah tersebut, pemanfaatan hewan laut tersebut masih sangat terbatas dan jumlahnya diperkirakan antara 40-66 jenis saja.

Dari jumlah tersebut, teripang yang bernilai ekonomi tinggi adalah teripang putih atau pasir (Holothuria scabra), teripang koro (Microthele nobelis), teripang pandan (Theenota ananas), teripang dongnga (Stichopu ssp).

Tiongkok tercatat menjadi negara pertama dan terbesar yang mengonsumsi teripang untuk kebutuhan pangan dan juga lainnya. Negeri Tirai Bambu tersebut diperkirakan sudah mengonsumsi dan memperdagangkan teripang sejak 1.000 tahun lalu.

Sementara itu di Indonesia, jumlah teripang mencapai 400 spesies dan 56 di antaranya sudah diperdagangkan. Sebagai negara produsen, Indonesia sudah lama memperdagangkan teripang dan negara tujuan ekspor utamanya adalah Tiongkok, Hong Kong, dan Singapura.

Dari sekian banyak teripang, yang bernilai ekonomi tinggi dan sudah dimanfaatkan di Indonesia adalah teripang pasir, teripang perut hitam (Holothuri atra), teripang susuan (Holothuri nobilis), teripang perut merah (Holothuri edulis), dan teripang nanas (Thelenota ananas).

baca : Eksistensi Teripang Harus Dikawal Indonesia

 

Indukan teripang pasir (Holothuria scabra) di lokasi penelitian budi daya Teripang Balai Bio Industri Laut (BBIL) LIPI di Lombok Barat, NTB. Foto : BBIL LIPI/Mongabay Indonesia

 

Di antara pemanfaatan teripang yang sangat banyak sampai sekarang, adalah dijadikan sumber pangan dengan citarasa yang lezat. Hidangan tersebut biasanya menjadi sumber makanan yang banyak diincar oleh masyarakat yang tinggal di kawasan Tiongkok daratan dan kepulauan.

Khusus di Indonesia, pemanfaatan teripang lebih banyak dituju pada teripang pasir yang bernilai ekonomi tinggi. Selama bertahun-tahun, sumber makanan yang wujudnya menyerupai sayuran Timun itu, dimanfaatkan dengan cara menangkapnya langsung dari laut.

Dengan cara tersebut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengkhawatirkan akan terjadinya penurunan populasi di alam dan bahkan terancam punah. Untuk itu, sejak 2011 LIPI fokus melakukan penelitian budi daya teripang pasir dan pada 2018 akhirnya budi daya berhasil dilakukan dengan baik.

Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian (IPK) LIPI Agus Haryono menjelaskan, keberhasilan LIPI melalui Balai Bio Industri Laut (BBIL) dalam melakukan budi daya teripang pasir, menjadi penanda bahwa segala sesuatu jika dilakukan dengan penuh keyakinan akan berhasil dilakukan.

“Pengembangan teknologi budi daya teripang pasir dari mulai pemijahan, pembesaran, hingga alih teknologi kepada UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) dan industri untuk proses pengolahan,” ungkap dia belum lama ini.

baca juga : Teripang, Biota Laut Si Pencegah Kanker

 

Indukan teripang pasir (Holothuria scabra) yang diambil dari alam untuk penelitian oleh Balai Bio Industri Laut (BBIL) LIPI di Lombok Barat, NTB. Foto : BBIL LIPI/Mongabay Indonesia

 

Nilai Tinggi

Agus mengatakan, teripang pasir menjadi komoditas laut penting dan dibutuhkan di Indonesia, karena itu bernilai ekonomi tinggi. Meski demikian, melakukan budi daya teripang pasir juga menjadi tantangan yang sulit untuk dilalui sebelum LIPI berhasil melakukannya.

Peneliti BBIL Lisa Fajar Indriana menyebutkan, meski teripang adalah komoditas yang sudah dikenal lama di dunia, namun sampai sekarang masih belum menjadi komoditas yang familiar di Indonesia untuk dikonsumsi dalam kehidupan keseharian.

“Konsumsi teripang itu tidak sepopuler konsumsi ikan, di Indonesia,” jelas dia.

Sebagai sumber pangan, teripang menjadi bahan pangan laut yang potensial, makanan yang mewah, sumber protein dan juga nutrisi yang tinggi. Kemudian, sebagai sumber farmasi untuk kesehatan, teripang mengandung senyawa bioaktif yang tinggi, bahan baku farmakologi, dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional di Tiongkok.

Lalu, sebagai fungsi ekologi, teripang bisa menjaga keseimbangan ekosistem perairan dangkal, pemakan sedimen/sisa bahan organik, bakteri, dan mikroorganisme lain, pengolah sedimen/bioturbator, berperan dalam siklus nutrisi dan transfer energi dalam rantai makanan, dan meningkatkan keanekaragaman hayati melalui simbiosis.

“Sebagai bahan baku kosmetik, teripang mengandung kolagen yang dapat mempercepat regenerasi jaringan kulit,” papar dia.

Khusus untuk teripang pasir, pemanfaatannya saat ini semakin tinggi di seluruh dunia, utamanya di Asia Timur. Kondisi itu memicu terus meningkatnya permintaan ekspor untuk komoditas bernilai tinggi tersebut. Akibatnya, penurunan populasi dan produksi secara global semakin tak terhindarkan.

Ancaman yang dihadapi teripang, membuat Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) memasukkannya sebagai satwa yang terancam (endangered), karena perdagangannya yang sangat aktif dan mengancam kepunahan di alam.

menarik dibaca : Teripang, Si Buruk Rupa dari Perairan Dangkal yang Bernilai Ekonomi Tinggi

 

Teripang seusai dibersihkan kotorannya untuk kemudian dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto : Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Bagi Lisa, agar teripang pasir bisa tetap lestari di alam dan bermanfaat untuk dunia, maka hewan laut tersebut harus dimanfaatkan dengan menggunakan teknologi budi daya. Dalam melaksanakan budi daya teripang pasir, ada tujuh tahapan yang harus dilalui.

Pertama, melaksanakan seleksi induk melalui pengumpulan dan pemeliharaan induk matang gonad. Kedua, melaksanakan tahapan pemijahan melalui teknik rangsang pijah dan pemijahan.

Ketiga, adalah proses pemeliharaan larva melalui fase auricularia dan doliolaria, dan keempat adalah tahapan penempelan melalui pemeliharaan dari mulai pentactulla sampai juvenil awal.

 

Seleksi Induk

Kelima, adalah tahapan pendederan, keenam adalah tahapan pembesaran, dan ketujuh adalah tahapan panen dan pasca panen.

Lisa menjelaskan, saat melaksanakan tahapan awal untuk seleksi induk, harus dilakukan dengan hati-hati dari proses pencarian di alam oleh nelayan ataupun pembudi daya secara langsung, saat pengemasan dan transportasi induk, pemeliharaan induk melalui pakan, kualitas air, pengendalian hama dan penyakit.

“Selama ini produksi teripang umumnya diperoleh dari penangkapan di alam. Semakin hari semakin sulit dicari, karena sumber daya untuk melakukan penangkapan ini semakin terbatas,” sebut dia.

Jika kondisi tersebut dibiarkan, hasil tangkapan di alam akan mengalami penurunan secara terus menerus. Meskipun, di saat yang bersamaan permintaan dari pasar dunia terhadap Teripang pasir akan tetap ada dan bahkan terus meningkat volumenya.

Bagi Lisa, satu-satunya cara yang bisa dilakukan saat ini untuk memulihkan sumber di alam, adalah dengan melaksanakan budi daya teripang pasir. Cara tersebut diyakini akan bisa menjaga ketersediaan stok di alam, namu tetap bisa memenuhi kebutuhan Teripang pasir untuk pasar global.

Sebagai negara tropis, Indonesia dilimpahi sumber teripang pasir di hampir semua perairan seluruh Indonesia. Di dunia, hewan laut yang dikenal dengan sebutan timun laut itu, bisa ditemukan di 26 negara, khususnya wilayah perairan Indo-Pasifik, Asia, dan Afrika.

baca juga : Kerang Menghilang, Nelayan Mulai Mencari Teripang

 

Ivul Fakila (39), saat membantu suaminya membersihakan teripang dari kotorannya untuk dijual ke pengepul di Desa Mojoasem, Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik. Foto: Falahi Mubarok/ Mongabay Indonesia

 

Staf Ahli Peneliti BBIL LIPI Sigit AP Dwiono menjelaskan bahwa pendederan teripang pasir bisa dilakukan di tambak atau di laut. Dalam prosesnya, ada dua tahapan pendederan melalui pemeliharaan juvenil dan benih. Khusus juvenil, dilakukan pemeliharan dalam pendederan, karena ukurannya terlalu kecil untuk bertahan hidup dari serangan predator.

Untuk syarat melaksanakan pendederan teripang pasir, diperlukan lokasi perairan yang tenang, terlindung, dan bebas dari gelombang arus kencang. Kemudian, lokasi harus jauh dari sungai atau tidak ada banjir dari darat. Juga kedalaman kolam budi daya harus lebih dari dua meter saat sedang surut.

“Mengandung cukup banyak bahan organik, dan dekat dengan hutan bakau atau padang lamun. Jauh dari lalu lintas laut, dan tidak ada polutan,” papar dia.

Sebelumnya, BBIL LIPI Muhammad Firdaus mengungkapkan, dalam melakukan riset budi daya teripang pasir, LIPI menggunakan teknologi pembesaran yang mencakup untuk pelaksanaan budi daya di laut dengan sistem peternakan laut (sea ranching), budi daya tambak, dan budi daya pembesaran.

“Untuk secara bertahap mengurangi ketergantungan industri perikanan Teripang terhadap stok yang ada di alam,” jelas dia.

Selama melaksanakan penelitian budi daya teripang pasir, BBIL mampu menghasilkan 100 ribu ekor anakan setiap tahun. Dari setiap ekor anakan, dimanfaatkan oleh berbagai pemangku kepentingan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang), konservasi, dan budi daya pembesaran.

 

Exit mobile version