Mongabay.co.id

Tumpahan Batubara Cemari Pantai Nagan Raya, Walhi Aceh: Kerugian Lingkungan Harus Dihitung

Batubara yang diangkut kapal tongkang sebanyak 7 ribu ton berceceran di pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Tumpahan batubara kembali mencemari pantai di Provinsi Aceh.

Kapal tongkang yang mengangkut lebih dari 300 ton batubara, terbalik di bibir pantai Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Kabupaten Nagan Raya, pada 29 Juli 2020 lalu. Batubara itu akan dipergunakan untuk kebutuhan PLTU 1-2 Nagan Raya.

“Saat perjalanan, tongkang terbalik akibat dihantam angin kencang. Seluruh batubara tumpah dan mencemari pantai,” terang Yusran Ali, warga Suak Puntong, minggu ketiga 15 Agustus 2020.

Yusran mengatakan, hingga saat ini belum terlihat adanya pembersihan. Batubara dibiarkan terseret arus dan menyebar di pantai. Batubara tumpah di Kabupaten Nagan Raya atau Aceh Barat sudah beberapa kali terjadi dan tidak ada penyelesaian yang tuntas.

“Kami sebagai nelayan sangat terganggu dengan tumpahan batubara di laut,” ungkapnya.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Nagan Raya, Teuku Hidayat mengatakan, pada 12 Agustus 2020, tim dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan [DLHK] Aceh, Dinas Perhubungan [Dishub], Dinas Kelautan Perikanan dan Pangan [DKPP], dan Dinas Lingkungan Hidup [DLH] Nagan Raya telah meninjau lokasi.

“Rekomendasinya adalah perusahaan penanggung jawab atau operator tongkang harus melakukan pembersihan pantai dan wajib memindahkan tongkang yang terdampar.”

Untuk memantau pencemaran akan dilakukan pengambilan sampel kualitas air laut setiap dua minggu dalam sebulan. “Saat itu, tim juga bertemu dengan menajemen PLTU Nagan Raya untuk menyelesaian persoalan ini,” ungkap Teuku Hidayat.

Baca: Tumpahan Batubara Menghitamkan Pantai Wisata Indah Ini

 

Tongkang pengangkut batubara ini terbalik dan mencemarin pantai Nagan Raya, Aceh. Foto: Dok. Nur Rahmah

 

Bertindak tegas 

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia [Walhi] Aceh meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh bersikap tegas menyelesaikan persoalan ini.

“Tidak hanya sebatas membuat penelitian dan kajian, tapi juga menghitung kerugian lingkungan akibat pencemaran batubara. Misal, dihitung berdasarkan dampak terhadap biota laut agar perusahaan membayar kerugian tersebut,” ujar Direktur Walhi Aceh, Muhammad Nur.

Dia menambahkan, jika hanya mengunjungi lapangan, menguji sampel, dan pendekatan pembinaan, kasus yang sama akan terulang. Padahal, kejadian ini berdampak sangat besar terhadap lingkungan, ekonomi warga, dan sosial budaya. “Jika perlu cabut izin lingkungan perusahaannya.”

Disisi lain, ungkap Muhammad Nur, Walhi Aceh selaku anggota Komisi Penilai AMDAL [KPA] Aceh meminta kepada Ketua Komisi Penilai Amdal untuk tidak membahas atau menilai adendum AMDAL dan RKL-RPL kegiatan PLTU 1-2 Nagan Raya, selama tumpahan batubara ini belum mereka selesaikan.

“Kasus tidak selesai hanya dengan pembersihan batubara yang tumpah. Perusahaan punya kewajiban memperbaiki dan mengganti rugi kerusakan lingkungan hidup dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam aspek pengawasan,” jelasnya.

Baca: Pantai Wisata Ini Belum Sepenuhnya Bersih dari Tumpahan Batubara

 

Kerugian lingkungan akibat pencemaran batubara harus dilakukan bukan hanya sebatas kajian dan pembersihan pantai saja. Foto: Dok. Nur Rahmah

 

Berbahaya bagi biota laut

Dosen Hukum Universitas Teuku Umar, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, Irsadi Aristora yang sedang menyelesaikan gelar Doktor Hukum Lingkungan mengatakan, tumpahan batubara ke laut sangat berbahaya bagi biota laut dan manusia.

“Termasuk ikan, karena kita khawatir dalam jangka waktu panjang akan ada perubahan genetik. Selain itu, kita juga khawatir karena harus beradaptasi dengan perubahan lingkungan, ikan atau satwa lain akan berubah hidupnya, bisa menjadi sangat liar atau lainnya,” awal pekan ini.

Irsadi yang pernah membuat karya ilmiah tentang pencemaran batubara di Aceh Barat mengatakan, perubahan laut akibat batubara yang tumpah bisa juga menyebabkan beberapa jenis satwa tidak mampu lagi bertahan. “Tentunya, selain mengganggu keseimbangan ekosistem, hilangnya satwa pada ujungnya akan berdampak pada kehidupan manusia.”

Secara estetika, tumpahan batubara membawa dampak negatif. Pantai yang indah dengan hamparan pasir bersih, berubaha menjadi hitam dan kotor. “Pengunjung jadi malas datang. Kita belum bicara dampak limbah dan lainnya pula,” ujarnya.

Baca juga: Pemerintah Aceh Diminta Lindungi Hutan dari Aktivitas Pertambangan

 

Batubara yang diangkut kapal tongkang sebanyak 7 ribu ton, berceceran di pantai Lampuuk, Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, akhir Juli 2018 lalu. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sekretaris Jaringan Koalisi untuk Advokasi Laut Aceh [Kuala], Rahmi Fajri mengatakan, batubara yang mengandung bahan karbon maupun besi sulfida atau juga disebut pirit, akan berbahaya ketika mengotori laut.

“Informasi yang kami kumpulkan menunjukkan, jika batubara berinteraksi dengan air laut, bisa menghasilkan asam sulfat dengan kadar tinggi. Asam sulfat bisa membunuh ikan serta biota laut lainnya. Ini karena biota laut cenderung sensitif terhadap perubahan pH yang cepat,” ujarnya.

Rahmi menyebutkan, pada Juli 2019, pihaknya bersama Lembaga Adat Laut Kabupaten Nagan Raya pernah menggelar pertemuan, membahas pencemaran batubara di perairan kabupaten tersebut.

“Nelayan mengeluh terkait tumpahan batubara yang mulai mencemari laut dan pesisir daerah setempat dalam empat tahun terakhir. Mereka juga mengatakan, ketika menjaring ikan tak jarang yang kena adalah bongkahan batubara.”

Nelayan kecewa dengan perusahaan yang tidak memikirkan keberlangsungan hidup mereka yang beraktivitas di perairan setempat. Perusahaan harus berpikir, jangan sampai kegiatan mereka mengganggu ruang hidup nelayan, terlebih mengganggu ekonomi yang dapat memicu konflik.

“Pemerintah Aceh dan kabupaten setempat diharapkan jangan hanya memikirkan pendapatan daerah, tetapi juga mengutamakan keberlangsungan hidup nelayan yang menggantungkan hidup dari laut,” ungkapnya.

 

 

Exit mobile version