Mongabay.co.id

Menteri KKP Bertekad Perkuat Budidaya dan Percepat Ekspor Perikanan NTT. Seperti Apa?

 

Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi perikanan tangkap. Namun pengelolaannya masih rendah, baru sekitar 40% dari potensi lestari yaitu sebesar 388,7 ton/tahun.

Tangkapan utama berupa ikan pelagis, yaitu ikan tuna, cakalang, tenggiri, selar, kembung dan ikan domersil yaitu berupa ikan kerapu, kakap, lobster, cumi, kerang dan lainnya.

Produksi perikanan laut di NTT, menurut data BPS NTT, sebesar 118 827 ton pada 2015, meningkat hingga 173 296 ton pada 2016, tetapi menurun menjadi 138 268 ton pada 2017.

Sementara jumlah rumah tangga perikanan tangkap di NTT tahun 2016 mencapai 30.761 sementara tahun 2017 hanya berjumlah 25.002 rumah tangga. Sedangkan produksi rumput laut di NTT tahun 522.574,49 ton dan tahun 2012 meningkat menjadi 1.185 014,50 ton.

Produksi rumput laut terus bertambah menjadi 1.802 090,33 ton tahun 2013 dan 1.967 844,7 ton tahun 2014. Tahun 2015 mengalami peningkatan hingga 2.056 151,51 ton namun menurun menjadi 1.836 847,09 ton tahun 2016.

baca : Ekspor Tuna dan Cakalang di NTT Mulai Bangkit. Apa Kendala dan Solusinya?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Edhy Prabowo (dua dari kanan) bersama Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat (kanan) saat memanen rumput laut di Pantai Oesina di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang, NTT, Jumat (28/8/2020). Foto : KKP

 

Tingkatkan Produksi

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo saat mengunjungi NTT, Jumat (28/8/2020) berkesempatan melihat potensi rumput laiut yang ada di Kupang. Sekitar 30 menit, Edhy mengunjungi Pantai Oesina di Desa Lifuleo, Kecamatan Kupang Barat, Kabupaten Kupang dan menemui pembudidaya rumput laut sekaligus menanam karang.

Edhy mengatakan akan memperkuat sektor perikanan budidaya di NTT, salah satunya rumput laut. Menurutnya perlu ada inovasi agar proses budidaya rumput laut di Pantai Oesina panennya lebih banyak.

“Rumput laut di sini butuh peremajaan dengan bibit-bibit yang baru dengan metode kultur jaringan misalnya sehingga hasilnya bisa lebih banyak. Saat ini hanya satu kilogram, bisa menjadi lima kilogram,” sebutnya.

Untuk memperkuat sektor perikanan budidaya ini, Edhy berencana membangun kantor unit pelaksana teknis (UPT) baru di NTT. Keberadaan UPT diharapkan akan mempermudah bimbingan teknis dan transfer teknologi ke masyarakat.

Dengan adanya UPT, sebutnya, komoditas yang ditingkatkan produksinya pun tidak sebatas rumput laut, tapi juga ikan, udang, termasuk karang. Menurutnya, NTT merupakan provinsi yang kaya akan hasil laut.

“Kita bangun UPT baru di sini, sekaligus tempat pemijahan dan pembenihan ikan air tawar dan ikan air laut. Termasuk juga budidaya rumput laut dan konservasi karang,” ungkapnya.

baca juga : Begini Kondisi Nyata Nelayan NTT di Tengah Pandemi COVID-19

 

Pembudidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dan Sabu Raijua yang mendapatkan bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jumat (28/8/2020). Foto : KKP

 

Serahkan Bantuan

Edhy Prabowo dalam kunjungan ke NTT juga menyerahkan sejumlah bantuan untuk memperkuat sektor kelautan dan perikanan di NTT.

Bantuan meliputi bibit rumput laut senilai Rp400 juta yang diikuti dengan bantuan sarana prasana budidaya sebesar Rp100 juta. Bantuan bibit ditujukan bagi pembudidaya di empat desa di Kecamatan Kupang Barat, yakni Desa Kuanheun, Oematnunu, Tablolong, dan Oenaek.

“Saya harapkan dengan bantuan ini, budidaya rumput laut di NTT bisa lebih berkembang. Produksinya bisa lebih banyak,” harap Edhy.

Selain rumput laut, Edhy juga menyerahkan beasiswa sebesar Rp2,88 miliar untuk 160 taruna dan taruni Polteknik Kelautan dan Perikanan Kupang. Bantuan beasiswa ini berlaku untuk satu tahun.

Menteri Edhy bahkan mendorong generasi muda NTT untuk menimba ilmu di sekolah yang dinaungi Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP tersebut.

“Harusnya Politeknik Kelautan dan Perikanan ini diisi lebih banyak oleh anak-anak muda dari sini. Gratis, tanpa pungutan biaya. Kalau ini bisa dimanfaatkan, saya yakin persoalan kualitas sumberdaya manusia bisa terselesaikan,”sebutnya.

Bantuan lainnya berupa sarana wisata sebesar Rp100 juta yang diserahkan kepada kelompok masyarakat sadar wisata di Kupang. Menteri Edhy ingin wisata bahari di Pantai Oesina bisa semakin maju.

Selain ingin memperkuat sektor perikanan budidaya, Ia juga mendorong percepatan ekspor dari NT.Menurutnya, NTT mempunyai pasar potensial yakni Australia dan Timor Leste yang lokasinya tidak begitu jauh. Selama ini, ekspor perikanan dilakukan melalui Jakarta, Surabaya, atau Bali.

“Ekspor ikan dari sini, tinggal ditentukan mau dari mana. Untuk ekspor melibatkan karantina (BKIPM) dan bea cukai. Karantina sudah siap, tinggal tentukan kapan dan dimana lokasinya,” ucapnya.

perlu dibaca : Ini Kendala yang Dihadapi Nelayan NTT. Apa yang Harus  Dilakukan Pemerintah?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (kanan) menyerahkan bantuan bagi pembudidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dan Sabu Raijua serta beasiswa pendidikan bagi mahasiswa Politeknik Kelautan dan Perikanan Kupang. Jumat (28/8/2020). Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Meninjau Pembudidaya dan Nelayan Kecil

Pada Sabtu (29/8/2020), Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didampingi Gubernur NTT Viktor Laiskodat bertemu pembudidaya dan pengolah udang windu dan udang putih skala kecil dengan angka produksi 7-8 ton per bulan yaitu UD Barakah di Kampung Nelayan Oli’o, Desa Merdeka, Kecamatan Kupang Timur,

“Dalam kondisi pandemi Covid, di sini masih ada usaha yang mampu bertahan dengan memanfaatkan hasil alamnya yaitu udang. Ini luar biasa dan potensi udang di sini sangat besar,” ujar Menteri Edhy dalam siaran pers KKP.

Ada sejumlah keluhan yang ditampung Menteri Edhy dari pelaku UMKM, diantaranya permintaan kemudahan syarat ekspor, pelatihan pengemasan produk, dan bantuan kapal untuk nelayan pencari udang.

Menjawab keluh kesah itu, Menteri Edhy memastikan pengurusan sertifikasi penerapan Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) sebenarnya mudah dan cepat selama dua hari, bahkan tanpa biaya. HACCP merupakan syarat untuk bisa melakukan ekspor melalui Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM).

Kemudahan birokrasi sendiri, sambungnya, merupakan amanat Presiden Joko Widodo untuk mendorong pertumbuhan pelaku usaha, khususnya UMKM di Indonesia.

Sementara itu, pemilik UD Barakah Amosuta Harefa mengapresiasi kemudahan birokrasi dari KKP. Dia menargetkan tahun ini sudah bisa ekspor udang ke Timor Leste. Permintaan sudah banyak dan harga jual udang di sana tinggi.

“Biaya pengiriman ke Timor Leste pun lebih murah karena dekat dari sini. Target kami tahun ini sudah bisa ekspor agar usaha kami maju dan bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja lagi,” ujar Harefa.

baca juga : Nelayan NTT Masih Miskin, Apa Penyebabnya?

 

Pembudidaya dan pengolah udang saat bertemu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di Kampung Nelayan Oli’o, Desa Merdeka, Kecamatan Kupang Timur, Sabtu (29/8/2020). Foto : KKP

 

Selanjutnya Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo meninjau kolam bioflok nila bantuan KKPdi Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang,

“Saya ingin memastikan bahwa bantuan yang kita berikan bukan sekadar menghabiskan anggaran, tapi ada manfaatnya buat masyarakat. Ada nilai pertumbuhan, ada nilai penyerapan lapangan pekerjaan,” ujar Edhy.

Ada 10 kolam bioflok di Desa Mata Air yang dikelola kelompok masyarakat di bawah bimbingan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPB) KKP. Sejak beroperasi November 2019, nila yang dihasilkan mencapai satu ton dengan nilai jual Rp45.000 sampai Rp50.000 per kilogram.

“Pengakuan kepala desa, 10 (kolam) bioflok ini sangat membantu masyarakat sehingga kita perlu tambah lagi. Apalagi ini baru satu desa, kita perlu perbanyak. Saya juga punya komitmen atas perintah bapak Presiden untuk membangun perikanan budidaya,” katanya.

Sementara itu, Wilhelmina Bangngu, Sekretaris Kelompok Tunas Baru yang mengelola bioflok, mengamini ekonomi masyarakat terbantu sejak adanya bioflok. Bahkan masyarakat secara swadaya menambah lagi tiga kolam bioflok yang digunakan untuk budidaya lele dan bawal.

Dia berharap KKP membantu pemasaran hasil panen agar produksi bisa ditingkatkan. Sejauh ini, ikan nila mereka kebanyakan diserap oleh warga kecamatan.

Selanjutnya Menteri Edhy turut menyerahkan sejumlah bantuan untuk membangun perikanan budidaya di NTT. Di antaranya 19 paket bioflok senilai Rp2,688 miliar dan 25 paket bibit rumput laut senilai Rp525 juta untuk kelompok masyarakat di Kabupaten Rote Ndao. Kemudian bantuan 400 ekor calon induk lele dan 52 ribu ekor benih ikan nila di Kabupaten Kupang.

penting dibaca : Destructive Fishing Masih Marak Terjadi di NTT, Kenapa?

 

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (tengah) dan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat (kiri) memanen nila dari kolam bioflok di Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Sabtu (29/8/2020). Foto : KKP

 

Sementara itu, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat mengaku berterima kasih atas dukungan yang diberikan Menteri KKP. Dia mengatakan NTT memang tengah membangun sektor perikanan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan perekonomian masyarakat.

“Saya pikir kehadiran menteri  KKP akan mendorong kami. Saat ini kami sedang membenahi sektor ini, baik di industri garam, budidaya kerapu, rumput laut, dan komoditas lainnya,” sebutnya.

 

Sesuai Usulan Nelayan

Sekretaris Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HINSI) NTT Wahid Wham Nurdin kepada Mongabay Indonesia, Sabtu (29/8/2020) mengharapkan kunjungan Menteri KKP tidak hanya birokratis dan seremonial, tetapi benar-benar memperhatikan nasib nelayan.

Wham sapaannya meminta agar pengurusan dokumen dipermudah, karena semakin banyak dokumen semakin memberikan celah nelayan membuat pelanggaran.

“Dalam situasi COVID-19 jangan dipersulit pengurusan dokumen dan kalau ada kekurangan harus diberitahukan jangan ditindak. Penambahan armada penangkapan ikan harus sesuai karakter laut dan potensi ikan di NTT,” harapnya.

Wham tegaskan, bantuan kapal dari pemerintah jangan yang berukuran kecil seperti 3 GT karena akan mangkrak dan tidak dipergunakan nelayan selain nelayan tuna. Nelayan tidak bisa melaut jauh sebab takut gelombang. Melaut dekat hasilnya tangkapan minim.

Harusnya bantuan alat tangkap sesuai dengan usulan kebutuhan nelayan. Minimal bantuan kapal ikan untuk nelayan Pole and Line (Huhate) yang berukuran 10 GT ke atas.

“Kadang-kadang nelayan penerima manfaat mengambil saja bantuannya daripada tidak mendapat bantuan. Akhirnya alat tangkapnya mubazir karena keahlian nelayan berbeda-beda sehingga bantuan alat tangkap harus sesuai dengan keahlian nelayan,” sarannya.

 

Kapal nelayan huhate milik nelayan Kabupaten Flores Timur, NTT yang sedang bersandar di dermaga PPI Amagarapati Larantuka. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Pemberian bantuan kapal huhate juga harus didukung dengan sarana cold storage dan bagan untuk menyediakan umpan. Ditambahkannya, nelayan huhate sering menghadapi kendala diantaranya kesulitan dalam pengurusan dokumen kapal dan izin penangkapan ikan.

Menurutnya, sering terjadi pertikaian antara kapal purse seine dan huhate di lautan serta nelayan huhate juga kesulitan mendapatkan umpan hidup. Selain itu, pemerintah perlu melakukan penertiban pemasangan rumpon.

“Keberadaan rumpon sangat dibutuhkan oleh nelayan huhate  tetapi pemasangan rumpon harus sesuai aturan. Penebaran rumpon di lautan NTT banyak yang melanggar aturan sehingga perlu ada penertiban secara berkala,” tambah Wham.

 

Exit mobile version