Mongabay.co.id

Keran Ekspor Benih Lobster Dibuka, Kado Manis untuk Nelayan ? (bagian 1)

 

Tidak ada kabar yang paling membahagiakan Jafarudin, nelayan Tanjung Luar, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) begitu mendengar ekspor benih lobster kembali dibuka. Dia rutin merapatkan kuping ketika para nelayan berdikusi. Ketika ada undangan hajatan di rumah tetangga, pembahasan ekspor benih lobster menjadi obrolan para nelayan. Setelah kunjungan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo ke Lombok pada akhir Desember 2019, Jafarudin yakin ekspor akan kembali dibuka.

Dengan usia sudah sepuh, Jafarudin merasa kebijakan ini menjadi penyelamat nelayan. Dia tidak kuat melaut jauh karena tidak punya kapal ukuran besar. Hanya perahu kecil bermesin tempel “mesin ketinting” 5 PK yang masih lihai dia kendalikan. Tapi perahu kecil tidak akan bisa jauh melaut, terlalu berisiko.

“Kalau nangkap udang (lobster) dekat-dekat saja, setiap hari saya bisa turun,’’ kata Jafarudin yang ditemui Minggu (26/7/2020).

Tangan Jafarudin bekerja cepat melipat karung bekas semen. Kepada Mongabay dia menunjukkan cara melipat karung itu, hingga kemudian membentuk kipas. Lalu kipas-kipas itu diikatkan satu sama lain, menjuntai panjang menjadi alat penangkap bibit lobster yang disebut pocong.

“Di sini dia istirahat. Anak kepiting, anak ikan lain pun di sini. Dia sembunyi,’’ kata dia sambil pocong itu. Hanya dengan mengibas-ngibaskan pocong itu, bibit ikan, lobster, kepiting yang sembunyi akan jatuh.

Awalnya penangkapan menggunakan plastik dan tali rapia. Ketika diikatkan di keramba, alat itu menjuntai ke bawah. Jika dilihat sambil menyelam, terlihat seperti pocong digantung. Itulah asal muasal namanya disebut pocong.

Aktivitas membuat pocong mulai dilakoni Jafarudin sejak awal tahun 2020. Saat COVID-19 mulai merebak dan terjadi pembatasan aktivitas di luar rumah, Jafarudin mengisi hari-hari dengan membuat pocong dibantu anak-anak yang tidak masuk sekolah. Di rumah-rumah nelayan kini tergantung pocong. Barang yang sempat tabu diperlihatkan ketika Menteri Kelautan dan Perikanan dijabat Susi Pudjiastuti.

baca : PBNU : Ekspor Benih Lobster Harus Dihentikan, karena Mengancam Keberlanjutan

 

Jafarudin, nelayan dari Tanjung Luar, Kecamatan Keruak, Lombok Timur, NTB, sedang membuat pocong, alat untuk menangkap bibit lobster. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Muliadi, nelayan Tanjung Luar yang lebih muda menceritakan saat pelarangan ekpor bibit lobster di zaman Ibu Susi, nelayan-nelayan yang berusia lanjut paling terdampak. Mereka tidak bisa jauh melaut. Nelayan yang memiliki armada kecil pun tidak bisa jauh menangkap ikan. Banyak yang akhirnya merangkap menjadi buruh.

Karena itulah di awal-awal pelarangan itu, para nelayan Tanjung Luar aktif juga menyuarakan penolakan terhadap Permen KP No.56/2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panurulis spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.). Berulang kali para nelayan demonstrasi, mengutus perwakilan untuk hearing ke DPRD Provinsi, kantor gubernur. Tapi menteri Susi tak bergeming. Belakangan yang terjadi banyak nelayan yang ditangkap, sampai mendekam di balik jeruji.

“Langsung saya tarik keramba saya. Takut juga kalau ditangkap. Ini bekas-bekasnya,’’ kata Muliadi menunjuk tumpukan bambu yang sudah lapuk di bawah rumah panggung.

Keramba dari bambu yang ukurannya 3×3 meter itu sebagian dimanfaatkan untuk budidaya. Sebagian dibiarkan menganggur. Jika nelayan mendapatkan bibit lobster yang tidak laku dijual, mereka melepas di dalam keramba itu. Bibit yang laku untuk ekspor dijual para nelayan.

Muliadi mengaku, nelayan Tanjung Luar sebagian besar nelayan tangkap, bukan pembudidaya. Keramba yang dibuat nelayan lebih berfungsi sebagai tempat memasang pocong. Keramba-keramba dibuat sederhana, menggunakan bambu, pelampung dari drum, dan jaring. Di atas keramba dibangun gubuk kecil, tempat menaruh mesin genset untuk menerangi keramba. Cahaya dari lampu itulah yang menarik perhatian bibit-bibit ikan maupun lobster. Mereka akan menempel di lipatan pocong.

“Sore dibawa ke tengah, subuh sudah panen. Anak kecil saja bisa nangkap,’’ kata Muliadi menggambarkan betapa mudahnya menangkap bibit lobster.

baca juga : Ketika Susi Pudjiastuti Ikut Bahas Polemik Ekspor Benih Lobster

 

Seorang nelayan di Kabupaten Lombok Timur, NTB, menyiapkan keramba. Keramba ini akan lebih banyak dimanfaatkan untuk menggantung pocong penangkap benih lobster, bukan untuk budidaya. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Fasilitasi Kelompok Nelayan

Keluarnya Permen Kelautan dan Perikanan No.12/2020 yang ditandatangani 4 Mei 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panurilis spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Partunus spp.) yang ditandatangani Menteri Edhy Prabowo juga membuat sibuk Dinas Kelautan dan Perikanan di kabupaten maupun provinsi.

Permen ini mensyaratkan nelayan bisa menangkap dengan legal dan bibit yang ditangkap bisa dibuatkan surat keterangan asal barang (SKAB), dan nelayan harus memiliki surat penetapan sebagai nelayan penangkap bibit lobster. Di dalam petunjuk teknis, sudah sangat rinci penjelasan prosedur itu. Yang menjadi masalah, tidak semua nelayan bisa memahami. Karena itulah perusahaan-perusahaan yang mendapat izin ekspor lobster membantu para nelayan untuk mendapat surat penetapan itu.

Sebagai perpanjangan tangan, perusahaan ini menunjuk orang-orang yang punya pengalaman dalam bisnis bibit lobster. Termasuk juga memfasilitasi pembentukan koperasi. Koperasi Laut Lombok Bersinar dan Koperasi Laut Lombok Gemilang contohnya. Dua koperasi yang berkantor di tempat yang sama ini sejak awal membangun komunikasi dengan PT Nusa Tenggara Budidaya. Tim di koperasi inilah yang membantu administrasi untuk nelayan. Mengumpulkan fotokopi KTP, mencocokkan dengan kartu keluarga, membantu nelayan untuk membentuk kelompok. Nelayan hanya cukup membawa KTP.

“Yang Koperasi Lombok Bersinar ini dihajatkan untuk budidaya, yang Koperasi Lombok Gemilang ini untuk tangkap,’’ kata Nasrullah, sekretaris dua koperasi tersebut yang ditemui Sabtu (8/8/2020).

Sejak awal, koperasi ini sangat aktif mengorganisir nelayan, sampai-sampai melibatkan para aktivis. Salah satunya Habiburrohman yang dikenal sebagai ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Lombok Timur. Belakangan Habiburrohman mundur dari kepengurusan koperasi dan kini menjadi ketua Indonesia Lobster Association (ILA).

Aktivis dari selatan Pulau Lombok seperti Hasan Saiful pun aktif mempromosikan pentingnya nelayan berkelompok dan lobster adalah masa depan para nelayan. Di awal-awal proses pendaftaran nelayan, dia aktif memposting di media sosialnya saat proses mengumpulkan dokumen-dokumen.

penting dibaca : Edhy Prabowo: Kebijakan Ekspor Benih Lobster Sudah Benar

 

Seorang nelayan di Desa Ketapang Raya, Kecamatan Keruak, Kabupaten Lombok Timur menunjukkan bibit bening lobster. Dari nelayan bibit ini dibawa ke pengepul yang biasanya memiliki hubungan dengan perusahaan tertentu. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Salah seorang pimpinan pondok pesantren di Lombok Timur, TGH Gunawan Ruslan pun aktif turun di lapangan. Di beranda media sosialnya dia sering mendampingi mantan wakil ketua DPR RI, Fahri Hamzah. Fahri memang terbuka menjelaskan ke publik dia berbinis lobster. Dia melakoni bisnis setelah tidak menjadi pejabat negara.

“Nusa Tenggara ini memang sejak awal sudah memulai, banyak nelayan-nelayan ini dibantu untuk pengurusan dokumen-dokumen. Keberadaan teman-teman (aktivis) juga membantu, karena kerja-kerja administrasi nelayan kita tidak bisa,’’ kata Nasrullah.

Misalnya saja persyaratan mengisi alamat e-mail, nomor whatssap, hingga kemudian nantinya melaporkan melalui aplikasi e-lobster. Prosedur ini menyulitkan nelayan. Sementara jika nelayan nantinya tidak memiliki legalitas, dikhawatirkan akan mendapat masalah hukum. Karena itulah menggandeng orang yang paham alur administrasi ditempuh. Nasrullah sendiri mengakui ratusan nelayan dia bantu untuk pengurusan izin itu.

“Di lapangan yang banyak membantu ini PT Nusa Tenggara Barat, terutama sebagian besar nelayan di Lombok Timur ini. Karena memang sejak awal sudah mulai,’’ katanya.

Di tingkat lokal, PT. Nusa Tenggara Budidaya identik dengan Mahnan Rasuli. Dia adalah kepala desa Batu Nampar Selatan, Kecamatan Jerowaru. Dia juga seorang pebinis lobster. Di bisnis bibit lobster nama Mahnan adalah jaminan. Dia adalah pemain awal ketika bibit lobster diekspor ke Vietnam. Baik ketika belum ada larangan, termasuk ketika ada larangan di era Menteri Susi. Mahnan pernah duduk di kursi pesakitan dalam kasus ekspor bibit lobster secara ilegal. Saat itu, dalam proses pemilihan kepada desa. Di tengah proses sidang, Mahnan menang pemilihan menjadi kepala desa. Ini membuktikan, kasus yang menimpanya tidak menjadi cacat di mata warganya yang sebagian besar nelayan. Kini setelah ekpor bibit lobster dilegalkan, Mahnan menjadi tempat konsultasi para pebisnis.

Mahnan mengakui sejak awal memang berkomunikasi aktif dengan PT. Nusa Tenggara Budidaya. Tapi secara struktur dia tidak masuk di dalam perusahaan. Posisinya sebagai pejabat publik (kepala desa) tidak membolehkan memegang jabatan di perusahaan. Mahnan berada di luar struktur, tapi dia mengakui publik sudah terlanjur mengenalnya dekat dengan PT. Nusa Tenggara Budidaya.

“Dengan perusahaan manapun kami tetap berkomunikasi, ini demi kepentingan nelayan. Nelayan ada pilihan tempat jual benih. Yang penting harganya menguntungkan nelayan,’’ katanya kepada Mongabay, Selasa (11/8/2020).

perlu dibaca : Ada Indikasi Pelanggaran Hukum dalam Kegiatan Ekspor Benih Lobster

 

Benih lobster yang sudah muncul pigmennya seperti ini tidak laku untuk dijual ke perusahaan eksportir. Mereka menjual ke pembudidaya lokal atau melepas di keramba milik mereka. Foto : Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Mahnan bilang, pemerintah perlu melindungi nelayan. Saat ini rentan terjadi permainan harga dari perusahaan-perusahaan. Jangan sampai harga beli dari perusahaan terlalu murah, sementara di tingkat nelayan dan pengepul harga sangat tinggi. Nelayan sudah keluar modal untuk menangkap bibit bening lobster, tapi karena tidak tercapai kesepakatan, bibit itu disimpan dan akhinya bibit lobster itu tidak lagi bening.

“Kalau sudah berubah warna, harganya jatuh,’’ kata Mahnan.

 

Dinas Kelautan Aktif Membantu

Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi NTB Lalu Wahyudi mengatakan pemerintah kabupaten dan provinsi juga aktif membantu nelayan. Beberapa persyaratan adminstratif harus terpenuhi agar nelayan memiliki legalitas. Sebelum surat penetapan itu keluar, tim harus turun memverifikasi ke lapangan.

“Kalau total se-NTB sudah di atas seribu yang keluar surat penetapannya,’’ kata Wahyudi, Jumat (7/8/2020).

Dengan keluarnya surat penetapan itu, para nelayan bisa menangkap bibit lobster. Tanpa surat itu sebenarnya bisa menangkap seperti biasa, hanya saja tidak bisa keluar surat keterangan asal barang yang menjadi syarat pengiriman bibit. Nelayan-nelayan di NTB, kata Wahyudi, tahu tentang prosedur ini. Nelayan Lombok sudah pengalaman karena pernah melakoni sebelum pelarangan ekspor tahun 2016. Beberapa nelayan yang sedang berproses administrasinya memanfaatkan waktu dengan menyiapkan pocong dan keramba.

Bersama Mongabay, kami melihat lokasi-lokasi penangkapan bibit lobster. Di Lombok Timur, wilayah penangkapan ada di Kecamatan Jerowaru dan Kecamatan Keruak. Meliputi Desa Tanjung Luar, Desa Ketapang Raya, Desa Paremas, Desa Seriwe, Desa Sekaroh, Desa Ekas Buana, Desa Batu Nampar Selatan. Dari hasil pantauan lapangan, terlihat geliat nelayan menyiapkan diri. Mereka membuat keramba secara mandiri. Perairan yang dulunya masih banyak ruang kosong, kini banyak terisi keramba.

“Aktivitas nelayan menggeliat setelah keran ekspor bibit lobster ini dibuka,’’ katanya.

baca juga : Benih Lobster Dieksploitasi, Berbahayakah Secara Ekologi?

 

Deretan keramba milik nelayan di perairan Teluk Jukung, Kecamatan Jerowar, Lombok Timur, NTB. Keramba ini tidak seluruhnya terisi ikan atau lobster, bahkan banyak ditinggalkan begitu saja. Tapi setelah ekpor benih lobster dibuka, para nelayan kembali aktif ke keramba mereka. Fathul Rakhman/Mongabay Indonesia

 

Di Kabupaten Lombok Tengah, hampir sepanjang pantai selatan merupakan tempat menangkap bibit lobster. Kondisi perairan sangat mendukung. Seperti kondisi perairan Gerupuk yang membentuk teluk, seolah-olah ketika bibit lobster itu masuk ke dalam teluk mereka sulit keluar karena harus melewati celah sempit dengan arus keras.

“Sederhananya, induk lobster itu tidak berkembang biak di sini. Nah bibit yang masuk ke daerah ini, dibawa oleh arus masuk ke sini. Begitu masuk mereka nyaman dengan kondisi di sini dan tidak bisa keluar,’’ kata Wahyudi.

Perairan selatan Pulau Lombok memang banyak teluk. Di Lombok Barat mulai dari pantai Pangsing, Buwun Mas, Teluk Sepi. Termasuk perairan Batu Kijuk, Tembowong, dan sekitar gili-gili di Sekotong merupakan daerah penangkapan bibit lobster. Dari hasil pantauan ke lokasi-lokasi ini terlihat peningkatan jumlah keramba. Bahkan perairan yang dulunya tidak ditemukan keramba, kini sudah banyak berjejer keramba. Nelayan Lombok benar-benar menyambut ekspor bibit lobster itu. (bersambung)

 

Exit mobile version