Mongabay.co.id

Surga Cetacea itu Ada di Perairan Pulau Pieh

 

Keindahan Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh yang ada di Provinsi Sumatera Barat sudah termasyhur sejak lama di kalangan para pecinta wisata bahari. Kawasan tersebut, adalah wilayah perairan yang meliputi lima pulau kecil di sekitarnya dan menjadi bagian kawasan konservasi perairan yang ada di Indonesia.

Apa yang membuat TWP Pulau Pieh menjadi istimewa?

Jawabannya adalah karena di kawasan perairan seluas 39 ribu hektare itu terdapat banyak mamalia laut (cetacean) yang jarang ditemui perairan lainnya. Selain itu, perairan Pulau Pieh juga menjadi tempat perlindungan habitat terumbu karang, penyu bertelur, dan biota penting lainnya.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Kementerian Kelautan dan Perikanan (PRL KKP) Aryo Hanggono menjelaskan, TWP Pulau Pieh meliputi lima pulau kecil, yaitu pulau Bando, pulau Pieh, pulau Air, pulau Pandan, dan pulau Toran.

“Cetacea, Paus, dan Lumba-lumba merupakan salah satu biota penting menjadi fokus pengelolaan TWP Pieh. Selain juga perlindungan habitat Terumbu Karang, Penyu bertelur, Hiu, Hiu Paus, dan kerang-kerangan seperti Kima, Lola, dan juga biota penting lainnya,” ungkap Aryo dua pekan lalu di Jakarta.

baca : Laut Sawu, Surga Cetacea Mencari Makan 

 

Seekor lumba-lumba hidung botol atau spinner dolphin (Stenella longirostris) di perairan TWA Pulau Pieh, Sumatera Barat. Foto : LKKPN Pekanbaru/KKP

 

Secara administrasi, TWP Pulau Pieh masuk dalam wilayah Kota Padang, Kota Pariaman, dan Kabupaten Padang Pariaman. Perairan tersebut, menajdi salah satu kawasan konservasi nasional yang menjadi habitat cetacea di Indonesia.

Adapun, TWP Pulau Pieh mulai menjadi kawasan konservasi setelah ditetapkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KEP.70/MEN/2009. Pengelolaan TWP Pieh dilaksanakan berdasarkan Rencana Pengelolaan Zonasi (RPZ) yang telah ditetapkan pada tahun 2014 melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 38/KEPMEN-KP/2014.

Aryo mengatakan, keberadaan TWP Pulau Pieh menegaskan bahwa Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki perairan dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Untuk cetacea saja, Indonesia memiliki sepertiga jumlah spesies dari total 35 spesies yang ada di seluruh dunia.

“Cetacea seperti paus dan lumba-lumba memberikan sumbangan ekologis yang sangat penting bagi ekosistem di Bumi dan manusia yang memanfaatkan atau berasosiasi dengan hewan-hewan tersebut,” tuturnya.

Menurut Aryo, para peneliti sudah mempublikasikan hasil riset mereka dan menyebutkan bahwa Cetacea adalah salah satu komponen kunci dalam rantai makanan di laut, bersama dengan predator utama lain. Jika populasi cetacea terganggu, maka itu menyebabkan rantai makan juga akan terganggu.

Di seluruh dunia, cetacea sangat berjasa dalam menghidupkan industri pariwisata bahari. Pada 2008 misalnya, pariwisata cetacea berhasil mengumpulkan uang di 119 negara dengan nilai mencapai USD2,1 miliar dari total sekitar 13 juta wisatawan.

Selain itu, Aryo menambahkan jika keberadaan Lumba-lumba di perairan Indonesia, termasuk TWP Pulaun Pieh, secara tidak langsung ikut membantu untuk mengarahkan ikan ke jaring nelayan yang sedang mencari ikan.

“Melihat nilai-nilai penting inilah, sudah sepatutnya keberadaan Cetacea, terutama di perairan Indonesia perlu untuk dilindungi dan dilestarikan,” tandas dia.

baca juga : Janji Setia Ric O’ Barry pada Pembebasan Lumba-lumba di Seluruh Dunia

 

Sekumpulan lumba-lumba hidung botol atau spinner dolphin (Stenella longirostris) yang ditemukan di perairan TWA Pulau Pieh, Sumatera Barat. Foto : LKKPN Pekanbaru/KKP

 

Pelestarian Cetacea

Secara nasional, KKP juga telah menetapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) Konservasi bagi semua jenis mamalia laut melalui Keputusan Menteri KP No.79 Tahun 2018 tentang RAN Konservasi Mamalia Laut tahun 2018-2022. Tujuan dari konservasi cetacea tidak lain adalah untuk melindungi, menjaga kestabilan populasi dan mengembangkan pola pemanfaatan potensi ekonomi paus dan lumba-lumba secara lestari.

Adapun, upaya pengelolaan Cetacea di TWP Pieh dilakukan oleh Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru sejak 2015. Selama lima tahun ini, setidaknya sudah berhasil diidentifikasi sepuluh jenis Cetacea yang muncul di perairan TWP Pulau Pieh.

Menurut Kepala LKKPN Pekanbaru Fajar Kurniawan, temuan sepuluh jenis Cetacea tersebut menegaskan bawah perairan Pulau menjadi tempat habitat atau sekedar transit sebagian besar Cetacea di Indonesia. Atau dengan kata lain, sepuluh Cetacea yang berhasil diidentifikasi adalah sepertiga dari Cetacea yang ada di Indonesia.

Salah satu Cetacea yang ditemukan di perairan Pulau Pieh, adalah Paus Omura (Balaenoptera omurai), salah satu jenis Paus yang keberadaannya masih sangat jarang diketahui dan informasinya pun masih cukup sulit untuk didapatkan secara global.

Fajar Kurniawan menjelaskan keberhasilan identifikasi Paus Omura di TWP Pulau Pieh menjadi buah keberhasilan dari implementasi pengelolaan Cetacea dengan menitikberatkan pada monitoring dan pembangunan database yang meliputi jenis, jumlah, frekuensi, jalur dan lokasi, dan sebagainya.

“Dengan adanya data kemunculan mamalia laut dalam lima tahun ini, itu akan menjadi dasar upaya pengelolaan mamalia laut di kawasan ini,” sebut dia.

perlu dibaca : Ancaman Eksploitasi Laut, 20 Jenis Ikan Terancam Punah di Indonesia Jadi Prioritas Konservasi

 

Ilustrasi. Paus Omura(Balaenoptera omurai). Foto : S Cerchio/Omuraswhale.org

 

Adapun, sepuluh jenis mamalia laut yang berhasil dilakukan identifikasi di TWP Pulau Pieh, adalah:

  1. Lumba-lumba hidung botol (Stenella longirostris) yang konsisten sejak tahun 2016 hingga 2020
  2. Lumba-lumba pemintal subspecies Stenella longirostris roseiventris (muncul secara konsisten sejak tahun 2016 hingga 2020);
  3. Lumba-lumba totol atau Stenella attenuata (2017-2020);
  4. Lumba-lumba hidung botol indo-pasifik atau Tursiops aduncus (terdata muncul pada tahun 2016-2019);
  5. Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus);
  6. Lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei);
  7. Lumba-lumba punggung bungkuk indo pasifik (Sousa chinensis);
  8. Paus kepala melon (Peponocephala electra);
  9. Paus pembunuh palsu (Pseudorca crassidens); dan
  10. Paus Omura (Balaenoptera omurai).

 

Pedoman Perilaku

Lebih detail, Fajar menyebutkan bahwa data yang dihasilkan secara beruntun tersebut didapat dari monitoring rutin Cetacean (52,69%), dari informasi mitra kawasan seperti operator wisata (27,96%), nelayan, enumerator, Kelompok Masyarakat Penggerak Konservasi (KOMPAK), dan dari kegiatan lapangan lainnya (19,35%).

Untuk lingkup nasional, Pemerintah Indonesia telah menerapkan perlindungan Cetacea sejak 1999 melalui Peraturan Pemerintah No.7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Kemudian, ada juga RAN Konservasi Cetacea Indonesia 2018-2022.

“Pemerintah Indonesia mempunyai komitmen yang kuat dalam rangka melindungi kelestarian paus dan lumba-lumba,” tegas dia.

Selain menetapkan semua jenis Paus dan Lumba-lumba sebagai biota dilindungi, Fajar menambahkan kalau Pemerintah juga telah menetapkan beberapa kawasan konservasi seperti Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) Laut Sawu di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Teluk Kiluan (Lampung), Lovina (Bali), dan Badung (Bali).

menarik dibaca : Foto: 20 Spesies Baru di 2015 (Bagian 2)

 

Ilustrasi. Paus Omura (Balaenoptera omurai) berenang di permukaan untuk makan di barat laut laut Madagaskar. Foto : Cerchio et al/Royal Society Publishing

 

Pakar mamalia dari Yayasan Konservasi (Rare Aquatic Species of IndonesiaI) RASI Danielle Kreb memaparkan bahwa Indonesia adalah negeri yang kaya akan anekaragam hayati laut. Saat ini, Indonesia memiliki 35 jenis Cetacea (Paus dan Lumba-lumba), dan satu jenis Sirenia (Dugong).

Khusus untuk perairan TWP Pulau Pieh, saat ini terdapat jenis Paus Besar, Sedang, dan juga Kecil yang berhasil diidentifikasi. Selain itu, ada juga beragam jenis Lumba-lumba dengan berbagai ukuran yang bisa ditemukan di TWP Pulau Pieh.

Dengan kekayaan yang tidak dimiliki perairan lain di Indonesia, dan bahkan dunia, Danielle menghimbau kepada semua orang yang memasuki wilayah perairan TWP Pulau Pieh untuk bisa seksama menjaga perilaku dan menerapkan pedoman perilaku/kode etik (code of conduct/CoC).

Jika menerapkan CoC, maka siapapun akan bisa menerapkan perilaku yang tepat saat bertemu dengan Lumba-lumba dan Paus di TWP Pulau Pieh. Melalui penerapan CoC, maka itu juga sekaligus membantu upaya penerapan konservasi Cetacea di kawasan perairan tersebut.

“Kehadiran kapal dapat mengganggu komunikasi antar Cetacea, sehingga membuat pergerakan Cetacea lebih banyak, beristirahat lebih sedikit, mencari makan dan menyusui lebih sedikit. Itu akan membuat stres dan berdampak pada kesehatan Cetacea,” pungkas dia.

 

 

Exit mobile version