Mongabay.co.id

Kembali Renggut Korban, Sudah 39 Nyawa Melayang di Lubang Tambang Batubara Kaltim

 

 

Sahrul baru saja istirahat, ketika mendapat kabar putranya meninggal tenggelam di lubang bekas galian tambang. Dia seolah tidak percaya, kejadian itu menimpa anak semata wayangnya, Muhammad Aryo Putra Satria [14].

“Saya sangat terpukul. Tidak bisa berucap apa-apa. Semua orangtua pasti akan merasakan hal yang sama, kalau kejadiannya demikian,” kata dia. Seolah tegar, Sahrul kembali mengenang Satria.

Semasa hidup, Satria selalu menurut orangtua, berupaya menjadi anak yang baik. Walau terkadang agak sedikit manja. Hobinya main futsal. Bahkan rencananya, setelah lulus SMP, dia akan melanjutkan sekolah khusus olahragawan internasional [SKOI] Kalimantan Timur [Kalimantan Timur].

“Umur tidak ada yang tahu. Tiba-tiba Satria pergi, kami harus ikhlas. Kami berharap dia tenang di sana,” sebutnya, Senin [07/9/2020].

Baca: Korban Jiwa di Lubang Tambang, Masalah Besar Ibu Kota Baru Indonesia

 

Lubang tambang bekas batubara yang bertebaran di Kalimantan Timur kembali memakan korban, Minggu [6 September 2020]. Foto: Dok. Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana [Pusdalops] BPBD Paser, Kaltim

 

Satria meninggal bersama sahabatnya Rizky Setiawan [14]. Rizky adalah anak piatu, ditinggal pergi ibunya sejak kecil. Sehari-hari, Rizky tinggal dengan paman dan bibinya di Grogot. Sementara sang ayah Erwansyah, bekerja di Penajam Paser Utara [PPU], menjabat Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah PPU.

“Rizky selama ini tinggal di rumah saudara almarhum ibunya. Anak ini memang care dengan teman-temannya. Sebelum meninggal, dia sempat pamitan. Dia video call ke saya via WhatsApp,” katanya.

Sebagai orangtua, Erwan ikhlas melepas Rizky. Meski beberapa kali sempat menyesali, namun nasi sudah menjadi bubur. “Saya selalu ajak dia pindah ke PPU, tapi dia menolak. Dia nyaman di Grogot, apalagi kakaknya juga selalu liburan ke sana kalau tidak kuliah. Itulah dia, anak yang baik,” kenang Erwan, Kamis [10/9/2020].

Risky dan Satria, berdasarkan catatan Jatam Kaltim, merupakan korban tewas ke-38 dan 39 di lubang bekas galian tambang batubara di Kalimantan Timur dari 2011-2020. Mereka tenggelam di bekas lubang tambang yang dinamakan Danau Biru di Desa Krayan Makmur, Kecamatan Long Ikis, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, Minggu [06/9/2020].

Baca: Renggut Nyawa Lagi, Sudah 35 Korban di Lubang Tambang Batubara

 

Sudah 39 jiwa melayang, tewas tenggelam di lubang tambang batubara yang tidak direklamasi di Kalimantan Timur. Foto: Dok. Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana [Pusdalops] BPBD Paser, Kalimantan Timur

 

Anggota Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana [Pusdalops] BPBD Paser, Putu Budi menjelaskan, kedua korban merupakan pelajar kelas IX SMP I Tanah Grogot. Tidak hanya berdua, mereka sebenarnya lima sekawan yang berwisata akhir pekan di Danau Biru.

“Mereka berwisata, mau naik rakit yang ada di tengah danau. Tiga orang sampai duluan, yang dua ketinggalan. Nah disitu kejadiannya tewasnya dua anak, karena ada upaya saling menyelamatkan,” jelasnya.

Dijelaskan Budi, saat ditemukan kedua korban mengambang di air dalam keadaan telungkup. Sementara, tiga lainnya shok dan menangis melihat dua rekannya meninggal. “Korban langsung kami bawa ke rumah sakit terdekat, termasuk tiga yang selamat untuk mendapatkan pengobatan,” sebutnya.

Baca: Korban di Lubang Tambang Batubara Terus Bertambah, Sampai Kapan?

 

Danau Biru yang dulunya bekas galian tambang batubara PT. SDH [Sarana Daya Hutama]. Foto: Dok. Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana [Pusdalops] BPBD Paser, Kalimantan Timur

 

Murni kecelakaan

Kepolres Paser, Ajun Komisaris Besar Murwoto, menilai tenggelamnya Satria dan Rizky murni musibah kecelakaan. Menurutnya, tidak ada unsur kesengajaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dua pelajar SMP tersebut.

“Danau Biru merupakan area terbuka, kejadian itu bukan disengaja. Kami anggap kecelakaan murni,” katanya.

Dijelaskan Murwato, Danau Biru merupakan lubang bekas galian tambang yang sudah lama tidak digunakan. Danau ini kerap dijadikan objek wisata akhir pekan, karena airnya berwarna biru. Agar tidak ada kejadian berulang, pihaknya menggandeng unsur Musyawarah Pimpinan Kecamatan Long lkis untuk melakukan penertiban.

“Kami sudah melakukan imbauan dengan memasang tanda larangan berenang di lokasi tersebut. Polres Paser bekerja sama dengan instansi terkait memberikan batasan ketat berupa pagar di area,” sebutnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Mineral dan Batu Bara Dinas ESDM Kaltim, Azwar Busra, menjelaskan pihaknya sudah memerintahkan inspektur tambang untuk melakukan investigasi di sekitar lokasi kejadian. Nantinya, inspektur tambang yang akan menelusuri dokumen pasca-tambang perusahaan, terutama jenis reklamasi untuk kolam tersebut.

“Perusahaan sudah tidak beroperasi sejak 2012. Direncanakan, hasil investigasi akan selesai pekan depan. Itu yang kami kejar,” paparnya.

 

Lokasi Danau Biru yang dulunya merupakan lubang tambang tempat beroperasinya PT. SDH [Sarana Daya Hutama] dengan luas 186.05 hektar. Foto: Dok. Jatam Kaltim

 

Danau bekas galian tambang

Jatam Kaltim mencatat, lokasi wisata Danau Biru dulunya adalah bekas galian tambang batubara PT. SDH [Sarana Daya Hutama]. Perusahaan tersebut beroperasi di Desa Krayan Makmur hingga 2012, dengan izin seluas 186.05 hektar. Izin tersebut diakhiri Gubernur Kaltim pada 2017.

Dijelaskan Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang, berdasar Undang-Undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta UU 35/2014 tentang Perubahan UU Perlindungan Anak, setiap kegiatan baik tempat wisata apalagi pertambangan batubara mesti memiliki dokumen perizinan lingkungan. Meski izin aktivitas pertambangan sudah habis, tidak serta-merta menghilangkan kewajiban perusahaan.

“Kita harus lihat lagi. Ini pertanyaan, apakah sudah ada serah terima dari PT. SDH ke Pemprov Kaltim ketika izinnya berakhir? Jika belum, berarti PT. SDH masih memiliki kewajiban mereklamasi lubang-lubang tambangnya, termasuk Danau Biru,” sebutnya, Kamis [10/9/2020].

Sehingga, jika izin sudah berakhir namun kewajiban belum ditunaikan, UU Lingkungan Hidup harus mencantumkan ketentuan pidana ketika aktivitas tersebut menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.

“Ini penting, harus dilihat dan dikritisi bersama. Jangan sampai ada kewajiban yang belum dipenuhi” ungkapnya.

Rupang menegaskan, PT. SDH diduga melakukan pembiaran lubang tambang di desa tersebut. Sehingga, menyebabkan hilangnya nyawa serta mengancam keselamatan publik di sekitar lubang-lubang tambang. Atas dugaan itu, Jatam Kaltim berencana melaporkannya ke Bidang Profesi dan Pengamanan [Propam] Kepolisian Daerah Kaltim.

“Penegak hukum sebaiknya tidak terburu-buru menentukan penyebab kematian. Langkah tersebut dapat mengalihkan tanggung jawab pidana perusahaan yang sebenarnya ada. Kepolisian harus melihat seluruh aturan agar kejadian yang sama tidak berulang,” pungkasnya.

 

Daftar Korban Lubang Tambang di KALTIM 2011-2020_Jatam Kaltim.pdf

 

 

Exit mobile version