Mongabay.co.id

Inilah Sepeda Air COVID-62 Ramah Lingkungan Produksi dari Flores Timur

 

Medio Agustus 2020, seorang pria tua terlihat bersemangat di bengkel kerjanya. Sejatinya lelaki kelahiran 1 Juni 1958 ini merupakan seorang pioner pembuat peti jenasah di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Ditemui Mongabay Indonesia di rumahnya di kelurahan Lohayong,Kota Larantuka, Fransiskus Xaverius de Ornay terlihat bersemangat bercerita sambil mengenakan topi koboi kesayangannya.

Namanya viral semenjak peluncuran sepeda air hasil produksinya awal Juni 2020 lalu. Om Feri lelaki ini kerap disapa, mengaku mewujudkan mimpinya membuat sebuah produk sepeda air sendiri.

“Saya mulai membuat sepeda air bulan Mei 2020 di sela-sela waktu luang dan diluncurkan tanggal 1 Juni 2020 pas di hari ulang tahun saya yang ke-62. Ternyata saat uji coba tanggal 31 Mei ada beberapa kelemahan sehingga dtunda peluncurannya hingga  tanggal 6 juni 2020,” ungkapnya.

baca : Menengok Waturaka, Desa Ekowisata  Terbaik Nasional 

 

Warga Kelurahan Lohayong,Kota Larantuka,Kabupaten Flores Timur Timur,NTT, Fransiskus Xaverius de Ornay bersama sepeda air produksinya. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

 

Sepeda Air

Selama mengerjakan peti jenasah Feri mengaku sering mengirimkannya ke Kota Mbay, Kabupaten Nagekeo di bagian barat Pulau Flores. Ia mengaku selalu mengunjungi destinasi wisata laut di beberapa kabupaten di Flores namun tidak ada sarana bermain di laut.

Saat ke TWA Riung 17 Pulau di Kabupaten Ngada ia melihat tidak ada sarana untuk ke pulau-pulau tersebut. Feri mulai mempunyai ide untuk membuat sepeda air agar bisa dipergunakan di tempat wisata.

“Karena ada kemauan keras maka saya coba mewujudkannya dengan belajar secara otodidak. Setelah dibuat dan diujicoba ternyata sepeda ini bisa juga dinaiki orang dewasa,” ungkapnya.

Meskipun di sela-sela kesibukan membuat peti jenasah Feri menyempatkan diri untuk membuat sepeda air. Sepedanya sementara menggunakan sepeda yang sudah diproduksi pabrik hanya dimodifikasi saja.

Dia akui tidak terlalu sulit membuat sepeda air sebab sering melihatnya di berbagai tempat wisata di Pulau Jawa sehingga tertarik membuatnya. Meskipun ada arus dan gelombang, sepeda air tetap melaju dengan baik.

“Kami sudah mencobanya di Pantai Postoh yang berada di Selat Gonsalu yang terkenal berarus deras. Kecepatannya tiga kali lipat dibandingkan dengan mendayung sampan,” ungkapnya.

baca juga : Kesetiaan Pedan Wutun Mengkonservasi Penyu

 

Anak-anak di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT sedang mencoba menggunakan sepeda air di pesisir pantai dekat dermaga Larantuka. Foto : Pascal de Ornay

 

Feri mengaku tertantang membuat karya yang fenomenal. Dia pernah dipercayakan Bupati Flores Timur membuat rumah adat Flores Timur saat pameran di Kota Kupang.

Di atas bubungan atap rumah adat ditaruh  replika paus sepanjang 6 meter. Replikanya serupa saat mamalia paus naik ke permukaan laut dan menyemburkan air.

“Saya membuat instalasi air menggunakan pompa hidrolik sehingga air bisa mengalir ke bagian atas dan disemburkan oleh paus. Gubernur NTT saat itu terkagum-kagum dengan hasil karya saya,” ucapnya bangga.

  

Nama Covid-62

Pria berambut uban ini mengaku merakit sepeda air tersebut hanya dalam waktu seminggu. Dia dibantu oleh putranya, Pascal de Ornay. Rangka utama diambilnya dari sebuah sepeda bekas. Beberapa bagian sepeda dicopot dan hanya tersisa setir, rantai, dan pedalnya saja

Feri lalu menggantikan dua ban sepeda dengan dua sampan mini terbuat dari fiber dan meletakannya di kedua sisi sepeda. Jarak rangka utama dengan sampan sepanjang 40 cm, panjang sampan 1,5 meter.

Dua buah sampan mini tersebut berfungsi menjaga keseimbangan. Di bagian belakang rangka utama dipasang kipas yang berfungsi untuk mendorong atau menggerakkan laju sepeda.

“Saya memasang  kipas di bagian bawah kemudi yang berfungsi untuk membelokkan arah sepeda ke kiri dan kanan atau memutar. Secara keseluruhan panjang sepeda air ini 2,3 meter dan lebarnya 1,5 meter,” jelasnya.

Untuk menghasilkan sebuah sepeda air, Feri mengaku hanya membutuhkan waktu selama seminggu. Pencetakan rangka sampan mini  butuh waktu selama 2 hari menggunakan bahan fiber dengan cetakan yang dibuat sendiri.

Sebuah sepeda air diakuinya membutuhkan dana pembuatan Rp2 juta. Dirinya pun sedang berencana membuat sepeda motor laut sama seperti jet ski sehingga bisa dipergunakan di pantai wisata di NTT.

“Saya namakan sepeda air ini COVID 62 karena diproduksi saat pandemi COVID-19 dan angka 62 melambangkan ulang tahun saya yang ke-62,” paparnya.

Feri mengaku sudah bertemu Bupati Flores Timur dan diminta membuat proposal agar bisa mendapatkan bantuan dana dari pemerintah.

baca juga : Menikmati Koja Doi, Desa Peraih Sustainable Tourism. Apa Keunikannya?

 

Seorang perempuan di Kota Larantuka, Kabupaten Flores Timur, NTT sedang mencoba mengoperasikan sepeda air di pesisir pantai Kota Larantuka. Foto : Pascal de Ornay

 

 

Sudah Ada Pesanan

Setelah peluncuran produk, Feri mengaku sudah ada berbagai pihak yang memesan produk buatannya. Saat ditemui, ia katakan sedang mengerjakan 10 unit sepeda air untuk orang dewasa yang ada boncengannya.

Diakuinya, seorang kepala desa dari Kabupaten Lembata memesan produknya serta pesanan dari beberapa wilayah lainnya di NTT. Sepeda air untuk anak-anak satu unit dijual Rp8 juta untuk satu penumpang dan dewasa Rp10 juta untuk dua penumpang atau dua sadel.

“Modalnya tidak terlalu besar sebab mal cetakannya dibuat sendiri hanya perlu membeli fibernya saja untuk mencetak perahunya. Saya hanya bekerja bersama anak lelaki saya saja,” ucapnya.

Feri juga sedang berencana membuat rumah makan terapung di depan Pantai Lohayong dimana untuk mencapainya dibuat jembatan kayu terapung. Rumah makan ini juga sekaligus menjadi kedai kopi.

Pegiat pariwisata NTT sekaligus Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) NTT, Agustinus Manua Bataona mengakui, memang banyak pantai wisata di NTT yang belum memiliki sarana bermain.

Agus melihat jasil karya putera Flores ini meskipun sederhana namun bisa dipergunakan wisatawan di pantai wisata. Ia mengapresiasi ide dan karya yang boleh dikatakan ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar.

“Kalau menggunakan sepeda air ini selain membuat tubuh sehat karena kita harus mendayung, juga ramah terhadap lingkungan karena tidak menggunakan bahan bakar yang mencemari laut di lokasi wisata,” ucapnya.

Di tengah pandemi Corona, hasil karya ini bisa jadi pelecut bagi generasi muda untuk kreatif dan inovatif menghasilkan karya yang bermanfaat dan bernilai jual.

 

Exit mobile version