Mongabay.co.id

Pertanian Organik, Pertanian Sehat yang Ramah Lingkungan

Masalah perubahan iklim (climate change) menjadi tantangan dan acaman bagi lingkungan dan kehidupan kita dewasa ini. Khusus menyangkut bidang pertanian, perubahan iklim bisa dilihat dari dua sisi yang berbeda. Di satu sisi, sektor pertanian terkena langsung dampak dari perubahan iklim, namun di sisi lain, pertanian sedikit banyak justru ikut pula memberi kontribusi bagi terjadinya perubahan iklim.

Kita telah sama-sama ketahui, fenomena perubahan iklim terutama disebabkan oleh pembakaran energi fosil (seperti batubara dan minyak bumi), pembabatan hutan serta mineralisasi zat organik sebagai hasil dari aktivitas pengolahan tanah di bidang pertanian.

Pembakaran energi fosil dan pembabatan hutan mendorong semakin meningkatnya jumlah karbondioksida (CO2) di atmosfir. Adapun aktivitas pengolahan tanah di bidang pertanian menaikkan pula molekul metan (CH4) dan nitrogen oksida (N2O) di atmosfir. Ujungnya, terjadi pemanasan global karena CO2, CH4 dan N2O menghalangi pantulan sinar matahari sehingga cahaya panas matahari tidak bisa leluasa keluar dari atmosfir Bumi.

Berbagai kajian menyebutkan, potensi metan dalam melahirkan pemanasan global 20 kali lipat lebih besar daripada kabon dioksida, sedangkan nitrogren oksida memiliki potensi lebih besar lagi, yakni 300 kali lebih besar untuk menyebabkan pemanasan global ketimbang karbon dioksida.

Menurut The Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), sektor pertanian sejauh ini menjadi kontributor utama penghasil emisi metan dan nitrogen oksida. Sumber emisi metan antara lain dari fermentasi pencernaan ternak (enteric fermentation), pengolahan tanah menggunakan mesin-mesin berat serta pembakaran lahan.

Adapun emisi nitrogen oksida terutama berasal dari tingginya nitrogen yang larut di dalam tanah yang berasal dari pupuk sintetis.

Baca juga: Pertanian Organik sebagai Solusi Pertanian Berkelanjutan

 

Anak-anak muda yang mulai bertanam organik. Seperti para santri di Pondok Pesantren al Huda Banyumas. Foto: Tommy Apriando/ Mongabay Indonesia

 

Pertanian organik

Para pakar menyebut bahwa sistem pertanian organik adalah salah satu solusi tepat untuk mengatasi laju pemanasan global yang diakibatkan oleh aktivitas pertanian. Mengapa demikian?

Pertama, pertanian organik tidak menggunakan pupuk sintetis sehingga meminimalisir penumpukan nitrogen di dalam tanah. Untuk keperluan pemupukan tanaman, pertanian organik justru memanfaatkan limbah kotoran ternak sehingga menciptakan sistem pertanian terintegrasi. Hasil kajian Flessa dkk (2002) dan Petersen dkk (2006) menunjukkan bahwa pertanian organik mampu mengurangi tingkat emisi nitrogen oksida secara signifikan.

Kedua, sistem pertanian organik dapat mengurangi penumpukan gas metan lantaran pengolahan tanah pada sistem pertanian organik mentabukan penggunaan mesin-mesin berat maupun pembakaran lahan. Selain itu, pada kawasan pertanian organik, biasanya jumlah ternak cenderung akan selalu dibatasi.

Semakin banyak jumlah ternak, maka semakin besar pula metan yang dihasilkan. Secara global, metan menyumbang sekitar 14 persen emisi gas rumah kaca ke atmosfir.

Di samping ikut memberi kontribusi bagi pengurangan laju pemanasan global, sistem pertanian organik memberi pula sejumlah keuntungan lainnya. Salah satunya adalah terpeliharanya keanekaragaman hayati. Ini dimungkinkan karena sistem pertanian organik tidak mengunakan pestisida dan herbisida.

Beberapa peneliti telah sampai pada kesimpulan bahwa pertanian organik bukan hanya menjaga populasi flora dan fauna namun juga menciptakan populasi flora dan fauna yang lebih beragam sehingga memberi sumbangan berarti bagi terwujudnya sistem produksi pangan yang berkelanjutan (Conacher, 1998).

Sisi positif lainnya dari penerapan sistem pertanian organik yaitu mengurangi terjadinya kontaminasi sumber-sumber air. Karena pertanian organik tidak menggunakan pupuk-pupuk kimiawi, maka kemungkinan terjadinya kontaminasi zat-zat kimiawi pada sumber-sumber air cenderung lebih kecil dibandingkan dengan pertanian non-organik.

Dengan demikian, pertanian organik ikut pula menjaga kelestarian sumber-sumber air, baik sumber air permukaan maupun sumber air bawah tanah.

Ditilik dari aspek kesehatan pribadi pun, pertanian organik memberikan keuntungan sangat berarti.

Produk-produk pertanian organik jauh lebih sehat dikonsumsi dibandingkan produk-produk pertanian non-organik yang kemungkinan telah tercemar oleh residu pestisida dan herbisida. Sayangnya, sejauh ini peredaran produk-produk pertanian organik ini masih sangat terbatas.

Dari segi ongkos produksi, sistem pertanian organik juga jauh lebih ekonomis. Para petani organik tidak harus dibuat repot merogoh kocek untuk membeli berbagai pupuk seperti urea, SP-36, NPK dan sebangsanya yang tidak bisa dibilang murah untuk saat ini. Dengan begitu, pertanian organik akan lebih meringankan ongkos produksi para petani.

Baca juga: Pertanian Organik, Untuk Mendukung Keberlanjutan Lingkungan

 

Salah satu contoh dari Pupuk Organik Hayati (POH) yang dapat digunakan untuk pertanian organik. Pupuk ini baik untuk nutrisi tanah. Foto: Ica Wulansari

 

Pasar Terbuka Lebar

Saat ini, produk pertanian organik yang banyak diminati konsumen yaitu beras, kopi, teh, rempah-rempah, sayuran dan gula aren. Permintaan atas produk-produk pertanian organik bukan hanya berasal dari konsumen lokal, tetapi juga berasal dari konsumen global. Dan peluang pasarnya masih sangat terbuka lebar.

Merujuk data Worldwide Sales of Organic Foods 1999-2018, nilai penjualan produk organik di pasar global di tahun 2018 mencapai 95 miliar dolar AS, meningkat dari 18 miliar dolar AS di tahun 2000.

Jika dilihat dari data, maka ekspor produk pertanian organik Indonesia ke pasar global yaitu teh, kopi, vanila, rempah-rempah dan sayuran. Meski begitu, kontribusi ekspor ini sekarang ini masih relatif kecil. Lima besar negara yang menjadi produsen produk organik dewasa ini adalah India, Uganda, Meksiko, Ethiopia dan Filipina.

Di Indonesia sendiri, sekarang sejumlah kelompok petani sudah mulai intens menggeluti dan mengembangkan sistem pertanian organik. Di beberapa provinsi, telah terbentuk kelompok-kelompok atau paguyuban petani organik yang menjadi wadah bagi para petani organik yang telah menjalankan sistem pertanian ini.

Kita berharap bahwa akan semakin banyak lagi petani yang memilih untuk menerapkan sistem pertanian organik di seluruh Indonesia sehingga akan semakin berkontribusi bagi kesehatan lingkungan dan juga bagi peningkatan perekonomian nasional.

Pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mendorong pengembangan sistem pertanian organik di masyarakat dengan, misalnya, memfasilitasi dan mendanai berbagai penyuluhan dan pelatihan bagi kelompok-kelompok petani atau warga masyarakat lainnya yang tertarik untuk menerapkan sistem pertanian organik.

 

Rejeki Wulandari, penulis lepas, peminat masalah lingkungan. Artikel ini merupakan opini penulis

 

Exit mobile version