Mongabay.co.id

3 Tahun Penjara, Hukuman untuk Penjual Kulit Harimau Sumatera di Aceh Timur

Kulit, taring, dan tulang-belulang harimau sumatera yang diperdagangkan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

 

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh, telah menjatuhkan vonis untuk empat pelaku yang memperdagangkan kulit dan bagian tubuh harimau. Mereka, masing-masing dipidana tiga tahun penjara, dan denda Rp100 juta subsider enam bulan penjara.

Empat terdakwa itu adalah Adi bin Basari dan Mat Rahim, keduanya warga Kabupaten Gayo Lues, lalu Sapta bin Salim dan M Daud bin Saudin, keduanya warga Kabupaten Aceh Timur.

Persidangan yang dilakukan secara virtual, pada 29 September 2020 itu, dipimpin Majelis Hakim Irwandi, didampingi hakim anggota, Ike Ari Kesuma dan Reza Bastira Siregar. Sementara Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur adalah Fajar Adi Putra.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan para terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 40 ayat [2] jo Pasal 21 ayat [2] huruf d Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya jo Pasal 55 ayat [1] ke-1 KUHPidana.

Hukuman yang dijatuhi Majelis Hakim terhadap empat pelaku tersebut lebih rendah dari tuntuan jaksa yang dalam persidangan 22 September 2020 menuntut masing-masing 4,5 tahun penjara dan denda Rp100 juta, subsider enam bulan kurungan.

Sementara barang bukti yaitu, kulit harimau dalam keadaan basah, empat taring harimau beserta tulang belulang, empat taring beruang madu dan 20 kuku beruang madu dititipkan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh.

Baca: Perburuan Harimau Sumatera di Aceh Tidak Pernah Berhenti 

 

Kulit, taring, dan tulang-belulang harimau sumatera yang diperdagangkan. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, keempat pelaku ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh di Lhoknibong, Kecamatan Pante Bidari, Kabupaten Aceh Timur, pada 17 Juni 2020.

“Mereka ditangkap di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum [SPBU] Lhoknibong. Sementara HD, pelaku lainnya masuk daftar pencarian orang [DPO],” terang Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta.

Margiyanta menyebutkan, polisi mengamankan barang bukti berupa kulit dan bagian tubuh harimau, serta bagian tubuh beruang madu.

“Mereka ditangkap setelah personil Reskrimsus Polda Aceh mendapatkan informasi tentang perburuan dan perdagangan awetan satwa dilindungi. Saat ditangkap, mereka sedang menunggu pembeli,” ungkapnya.

Margiyanta menambahkan, dari pengakuan tersangka, mereka baru pertama kali terlibat perburuan dan perdagangan kulit harimau. Diperkirakan, harimau buruan tersebut berasal dari hutan di Kabupaten Gayo Lues, Aceh.

“Mereka menangap harimau menggunakan jerat, setelah itu harimau dibawa ke Aceh Timur. Saat ditangkap, mereka sedang menunggu penawaran tertinggi yang rencananya akan dijual ke Medan, Sumatera Utara.”

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam [BKSDA] Aceh, Agus Irianto mengakui, hingga saat ini perburuan satwa liar termasuk harimau sumatera masih terjadi.

“Dengan berbagai cara, kami terus menekan agar perburuan satwa liar dilindungi tidak lagi terjadi,” jelasnya, baru-baru ini.

Data BKSDA Aceh menunjukkan, saat ini populisi harimau sumatera di Provinsi Aceh berkisar antara 150-200 individu yang tersebar di Kawasan Ekosistem Leuser [KEL)] dan Ulu Masen.

Baca: Lagi, BKSDA Aceh Evakuasi Harimau yang Berkonflik dengan Masyarakat

 

Barang bukti kulit harimau beserta belulangnya yang diamankan Polres Aceh Utara dari lima pelaku, di Desa Meunasah Tutong, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara, Aceh, pada September 2019 lalu. Foto: WCU [Wildlife Crime Unit]

 

Pengungkapan perburuan

Sebelumnya, pada 31 Desember 2019, personil Ditreskrimsus Polisi Daerah Aceh [Polda] Aceh bersama Satreskrim Polres Bener Meriah mengungkap kasus perburuan harimau sumatera di Kabupaten Bener Meriah.

Polisi menangkap WS [30], warga Desa Bintang Bener, Kecamatan Permata, Bener Meriah, beserta barang bukti satu lembar kulit, taring, dan tulang harimau.

Kepala Bidang Humas Polda Aceh, Kombes Pol Ery Apriyono mengatakan, pelaku ditangkap di Desa Bale Atu, Kecamatan Bukit, Kabupaten Bener Meriah, saat polisi menyamar pembeli.

“Kepada penyidik, pelaku mengaku mendapat barang itu dari kenalannya berinisial K [40] yang juga warga Bener Meriah,” terangnya.

Sementara, akhir September 2019, personil Polres Aceh Utara menangkap seorang pemburu dan empat perantara yang hendak menjual bagian tubuh harimau ke Medan, Sumatera Utara.

Kasat Reskrim Polres Aceh Utara, AKP. Adhitya Pratama pada saat itu mengatakan, penangkapan terjadi di Desa Meunasah Tutong, Kecamatan Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Saat itu, barang bukti [kulit, tengkorak, gigi dan tulang harimau] sudah dimasukkan tas dan siap dijual.

Baca: Harimau Sumatera Tetap Diburu Meski Statusnya Dilindungi

 

Perburuan harimau sumatera di Kawasan Ekosistem Leuser dan wilayah lain di Sumatera tetap terjadi. Foto: Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia

 

Dedi Yansyah, Koordinator Perlindungan Satwa Liar Forum Konservasi Leuser [FKL] menjelaskan, perburuan harimau sumatera di Aceh masih terjadi, meski secara umum perburuan satwa lainnya di Kawasan Ekosistem Leuser terjadi penurunan.

“Tim FKL yang berpatroli di KEL bersama lembaga pemerintah terkait, masih menemukan tanda-tanda perburuan seperti jerat. Bahkan, melihat pemburu di hutan.”

Dedi menyebutkan, perburuan harimau sumatera di Provinsi Aceh akan meningkat ketika ada permintaan kulit atau kerangka. “Kalau ada yang memesan, perburuan akan meningkat. Hal tersebut akan terjadi di seluruh sumatera,” ujarnya.

Dwi Adhiasto, Regional Wildlife Trade Specialist, Wildlife Crime Unit [WCU], menyatakan hal senada. Perburuan harimau terus terjadi di Aceh dan daerah lain di Sumatera.

“Di Aceh biasanya hanya pemburu, penampung, dan pembuat awetan. Sementara pemesannya dari luar, baik itu di Pulau Sumatera maupun Jawa,” ujarnya.

Dwi mengatakan, pemburu ini berjaringan dan pemesannya juga jarang diketahui, karena mereka bekerja sangat rapi. “Pemesan tidak akan membeli sendiri, tapi memanfaatkan orang lain sehingga mereka tidak tertangkap,” tandasnya.

 

 

Exit mobile version