Mongabay.co.id

Resesi Ekonomi, Pandemi, dan Kesusahan Nelayan

Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) tak kunjung berakhir melanda dunia, juga Indonesia,  dan menyebabkan dampak negatif pada berbagai aspek kehidupan, termasuk perekonomian. Negara-negara maju di dunia mengalami tren pertumbuhan ekonomi negatif, seperti Inggris, Jerman, Prancis dan lain-lain. Bahkan, negara-negara itu telah memasuki masa resesi ekonomi karena dua kuartal berturut-turut pada 2020 pertumbuhan ekonomi negara mereka selalu negatif.

Secara sederhana, resesi ekonomi berarti sebagai pelemahan atau penurunan aktivitas perekonomian ditandai penurunan produk domestik bruto (PDB). Selama ini, sebuah negara dapat dikatakan mengalami resesi kalau pada dua kuartal atau lebih berturut-turut dalam satu tahun mengalami pertumbuhan ekonomi negatif (minus).

Resesi ekonomi momok bagi setiap negara di dunia, karena begitu nyata bagi masyarakat. Dampak terparah masyarakat adalah kehilangan lapangan pekerjaan hingga pengangguran dan kemiskinan meningkat (Pettinger, 2020).

Indonesia, akan memasuki resesi ekonomi, setelah pada kuartal kedua 2020 pertumbuhan minus 5,32%. Sedangkan kuartal ketiga 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi tetap minus pada kisaran 2,9-1,1%. Kalau prediksi Menteri Keuangan benar, Indonesia resmi memasuki masa resesi ekonomi.

Bagi pelaku sektor perikanan, terutama nelayan, resesi ekonomi adalah penyakit baru saat pandemi belum terobati. Ibarat sudah jatuh, tertimpa tangga.

 

Nelayan di sekitar Teluk Kelabat . Foto: Nopri Ismi/Mongabay Indonesia

 

Pandemi bagi nelayan

Sekitar 80% lebih nelayan Indonesia merupakan nelayan skala kecil yang menggantungkan kehidupan dari tangkapan ikan. Penelitian Bennet Dkk (2020) mengungkapkan, dampak negatif pandemi berimplikasi pada perikanan skala kecil antara lain seperti tangkap ikan setop, risiko kesehatan nelayan, akses pasar terganggu, dan penangkapan ikan ilegal meningkat.

Hasil tangkapan ikan merupakan jantung bagi produk perikanan. Apa boleh dikata, pandemi menusuk tepat di jantung produk perikanan. Harga-harga ikan hasil tangkapan menurun, menyebabkan pendapatan nelayan berkurang. Belum lagi, penutupan di beberapa wilayah yang menyebabkan rantai pasok ikan sedikit banyak terganggu (Mardhia Dkk, 2020).

Masalah lain, ketika rantai distribusi ikan terganggu, berdampak terberat pada daerah-daerah pesisir yang tak memiliki cold storage sebagai tempat penampungan ikan. Yang terjadi, antara ikan hasil tangkapan terbuang sia-sia atau jual dengan harga sangat murah kepada tengkulak. Kondisi ini, nelayan yang menjadi korban.

Dampak lain pandemi yang sering luput dari perhatian pemerintah adalah akses pendidikan bagi anak-anak nelayan. Tidak semua wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki akses internet baik. Jangankan internet, akses listrik pun masih banyak hanya menyala 6-12 jam setiap hari. Padahal saat ini sekolah menerapkan pembelajaran jarak jauh alias metode daring dengan listrik dan internet jadi penunjang utama.

 

Penyakit baru 

Banyak bilang, pandemi selesai setelah vaksin ad. Hingga kini, vaksin belum kunjung ditemukan malahan sudah datang penyakit baru yang bernama “resesi ekonomi”. Walaupun ini masih prediksi, karena BPS baru mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga 5 November 2020. Kalau melihat beberapa proyeksi pemerintah, sudah tampak nilai pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga bakal minus dan Indonesia masa resesi.

Bagian Kelautan dan Perikanan di Bappenas awal Agustus 2020 menyatakan, sektor perikanan dapat jadi kekuatan ekonomi dalam mencegah potensi resesi. Sangat disayangkan, harapan ini tidak dapat terealisasi.

Setidaknya ada tiga hal berpotensi jadi dampak dari resesi ekonomi bagi nelayan. Dampak-dampak ini akan makin memperparah kerugian nelayan, setelah sebelumnya kena imbas dari pandemi.

Pertama, resesi ekonomi akan berdampak pada penurunan daya beli masyarakat, tidak terkecuali pada produk-produk perikanan. Ketika permintaan menurun, penjualan akan makin berkurang dan berujung harga tangkapan nelayan anjlok.

Nelayan skala kecil adalah pihak paling terdampak. Meskipun musim sedang bagus kalau sepi pembeli atau harga ikan anjok, sama saja seperti musim paceklik. Apalagi, kalau resesi terjadi di musim paceklik.

 

Tuna yang terbuang sia-sia di Morotai. Dok: Usman Siruang

 

Kedua, nelayan dikategorikan sebagai sektor pekerjaan informal. Untuk sektor informal ini musuh terbesar sebagai dampak resesi ekonomi bukanlah PHK melainkan utang. Penelitian Kholis Dkk (2020) terhadap nelayan skala kecil di Kota Bengkulu memprediksi, karena ada pandemi pendapatan nelayan menurun tajam. Mereka akan terus berutang untuk bertahan hidup hingga akhir 2020.

Padahal, prediksi dari hasil penelitian Kholis Dkk (2020) belum mengasumsikan resesi ekonomi tahun ini.

Ketiga, Industri perikanan skala besar juga berpotensi terganggu dan bukan tidak mungkin melabuhkan kapal-kapal penangkapan, secara tak langsung merumahkan ABK. Hal ini bisa lebih buruk lagi dengan pengurangan karyawan yang bekerja di industri-industri pengolahan ikan.

 

Bantuan

Pemerintah sudah berupaya menolong masyarakat dalam menghadapi pandemi. Kini harus berupaya lebih keras lagi karena akan ditambah dengan resesi ekonomi. Pemerintah juga sudah memberikan berbagai macam insentif bagi nelayan untuk menghadapi pandemi.

Yang perlu digaris bawahi, apakah insentif pemerintah sudah tepat sasaran? Insentif yang tepat sasaran menjadi penting, Berdasarkan penelitian Tain (2013) mengungkapkan, salah satu hal yang menyebabkan kemiskinan pada rumah tangga nelayan adalah program pemerintah yang tidak memihak nelayan kecil. Dengan kata lain, insentif tidak tepat sasaran hanya menambah derita bagi nelayan.

Pemerintah harus menyediakan insentif fiskal bagi industri perikanan skala besar. Insentif ini bisa berupa pengurangan pajak selama masa pandemi, relaksasi pembayaran utang, dan pinjaman modal dengan bunga ringan ;dan tenor yang fleksibel. Pemberian insentif harus dibarengi dengan persyaratan dimana perusahaan tidak boleh memecat karyawannya.

Sedangkan bagi nelayan kecil, dengan berikan insentif berbentuk tunai untuk membantu mereka tidak jatuh terlalu jauh ke dalam jeratan “lintah darat”. Karena selama ini “peran” rentenir atau lintah darat sangat nyata dalam usaha perikanan tangkap (Masyhuri, 2014).

Selain itu, juga perlu menjadi perhatian pemerintah seperti bantuan pasar agar menyerap hasil tangkap nelayan, bisa juga beri alat tangkap.

 

 

“Penulis adalah peneliti bidang kemaritiman pada Pusat Penelitian Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tulisan ini merupakan opini penulis.

 

Nelayan usai menyandarkan kapalnya usai melaut. Dalam tuntutan Aliansi Mahasiswa Lamongan Melawan tersebut mereka juga memperhatikan nasib para nelayan. Foto: Falahi Mubarok/Mongabay Indonesia

 

Daftar Pustaka

Antaranews.com. 2020. Dorong Potensi Perikanan, Bappenas imbau zikan jadi menu utama di rumah. https://www.antaranews.com/berita/1660314/dorong-potensi-perikanan-bappenas-imbau-ikan-jadi-menu-utama-di-rumah (Diakses pada tanggal 01 Oktober 2020)

Kholis, M., Fraternesi., Wahidin, L. (2020). Prediksi Dampak Covid-19 Terhadap Pendapatan Nelayan Jaring Insang Di Kota Bengkulu. Jurnal Albacore. Vol (4) No 1: 001-011.

Mardhia, D., Kautsari, N., Ilham Syaputra, L., Ramdhani, W., & Okta Rasiardhi, C. . (2020). Penerapan Protokol Kesehatan dan Dampak Covid-19 Terhadap Harga Komoditas Perikanan dan Aktivitas Penangkapan. Indonesian Journal of Applied Science and Technology1(2), 80-87.

Masyhuri. 2014. Pembiayaan Usaha Perikanan Tangkap dan Mobilitas Sosial Nelayan. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol (16) No 1: 137-166

Nathan J. Bennett, Elena M. Finkbeiner, Natalie C. Ban, Dyhia Belhabib, Stacy D. Jupiter, John N. Kittinger, Sangeeta Mangubhai, Joeri Scholtens, David Gill & Patrick Christie (2020): The COVID-19 Pandemic, Small-Scale Fisheries and Coastal Fishing Communities, Coastal Management, DOI: 10.1080/08920753.2020.1766937

Pettinger, T. 2020. “Impact of Economic Recession. https://www.economicshelp.org/blog/5618/economics/negative-impact-of-economic-recession/ (Diakses pada tanggal 01 Oktober 2020)

Tain, A. 2013. Penyebab kemiskinan rumah tangga nelayan di wilayah tangkap lebih Jawa Timur. Jurnal Humanity. Vol (7) No. 1: 1-10.

 

 

Keterangan foto utama: Aktivitas nelayan pulau Barrang Caddi Makassar yang baru saja tiba usai melaut. Nelayan terdampak pandemi, akan lebih berat lagi kala resesi ekonomi melanda.  Foto : Nur Suhra Wardyah/Mongabay Indonesia

Ikan hasil tangkapan nelayan. Foto: Wahyu Chandra/Mongabay Indonesia.

 

 

 

 

Exit mobile version